KUTUKAN SANG PENYIHIR Kayzerotaku

329 31 1
                                    

KUTUKAN SANG PENYIHIR Kayzerotaku

Perlas, jajahan Bangsa Escudia di Jazirah Antapada

Barrio San Vincenzio, tahun 2481 A.V

Suasana di pasar sangat ramai. Terlebih, tak lama lagi fiesta, festival tahunan akan tiba. Segenap warga tengah mempersiapkan diri untuk sebuah perayaan bagi Santo San Vincenzio, pelindung barrio alias kota pedesaan mereka.

Para wanita tengah mempersiapkan berbagai macam masakan dan penganan bagi fiesta, sementara kaum pria sibuk memasang hiasan-hiasan di sekeliling rumah. Anak-anak juga turut membantu sebisa mereka, termasuk Pepe. Ia turut membantu orang tuanya dengan membawa sebuah keranjang bambu. Makoy membawa keranjang lain yang penuh belanjaan, sementara Esperanza membawa sebuah keranjang kecil berisi bumbu-bumbu dapur. Peluh membasahi baju barong mereka.

"Ayah, bantu aku dong!" omel Pepe. "Keranjangku berat sekali."

"Nanti aku bantu, Pepe" timpal ayahnya. "Keranjangku juga berat." Mendengar itu, Pepe hanya bisa menarik nafas. Walaupun demikian, ia tahu bahwa ibunya akan memasak makanan yang enak buat fiesta, terutama penganan seperti kue puto—kue apam.

==oOo==

Setelah beberapa jam berkeliling, akhirnya Esperanza berkata, "Aku kira belanjaan kita sudah cukup. Ayo kita pulang!" Perkataan itu membuat Makoy dan Pepe merasa lega. Mereka harus berjalan melewati kerumunan orang yang berbelanja. Merasa tidak sabar, Pepe langsung berlari , ketika tiba-tiba sebuah iring-iringan orang muncul di depannya.

"Awas, Pepe!" teriak Makoy. Terlambat! Keduanya saling bertabrakan dan anak itu terjatuh ke tanah dengan isi belanjaan yang berhamburan di tanah. Kedua orang tua Pepe segera datang dan sempat terkejut ketika melihat siapa yang ditabrak oleh Pepe.

Seraya mengaduh, Pepe melongok ke atas dan melihat seorang wanita tua yang menatapnya dengan tidak senang. Wajahnya nampak putih dengan bedak, sementara bibirnya merah dengan pewarna. Rambutnya disanggul .Meskipun dengan penghias, raut wajahnya nampak seperti tidak pernah tersenyum dalam waktu lama . Sepasang giwang mahal tergantung pada kedua telinganya, sementara jari-jemarinya mengenakan cincin mahal. Busana barong yang dikenakannya berbeda dengan kebanyakan orang, menunjukkan bahwa ia berasal dari keluarga yang berkecukupan. Di tangan kanannya, ia memegang sebuah kipas hitam yang terlipat dan menepukkannya pada tangannya.

Tiba-tiba seseorang berkata. "Hei, anak kecil! Berani sekali kau menabrak Doña Victorina! Apa kau tidak tahu siapa dia!" Yang berkata itu adalah seorang wanita bertubuh agak tambun dan berbusana mirip dengan rekannya yang lebih tinggi.

Buru-buru, Esperanza berkata. "Maafkan kami, Doña! Pepe tidak bermaksud apa-apa; ia ingin segera pulang." Iapun menundukkan badannya.

Makoy menambahkan. "Kami tidak bermaksud lancang kepada Anda, Doña Victorina. Terimalah permohonan maaf kami."

"Enak saja!" timpal wanita tambun itu. "Setelah menabrak orang, kalian hanya minta maaf begitu saja? Doña Victorina adalah wanita yang terkemuka di barrio ini! Kami tidak terima ini, akan kami laporkan hal ini pada Kapitan Joaquin!" Sebelum ia berceloteh lebih lanjut, Victorina menahannya dengan kipasnya dan bertanya pada Esperanza."

"Kau ibu anak ini?" tanyanya dingin. Yang ditanya mengangguk.

"Bisa dimengerti mengapa anaknya tampak tidak berbudaya. Ternyata ibunya juga." Ujar wanita tua itu. Perkataan itu membuat Makoy naik darah, namun istrinya segera menahannya.

Victorina melanjutkan. "Ini hal sepele. Aku tidak akan melaporkan hal ini pada kepala kampung kita." Ia membuka kipas hitamnya untuk menutup wajahnya, seraya berkata. "Kali lain berhati-hatilah. Kalian harus tahu derajat kalian ."

EVERNA SAGA lintas.masaWhere stories live. Discover now