5

72 24 8
                                    

Seperti biasa, Aurora berduduk manis menunggu rapat yang tak kunjung selesai itu. Namun khusus hari ini, ia sengaja memilih studio tari untuk tempatnya 'bersembunyi'. Karena, belakangan ada seorang lelaki yang selalu saja mengikutinya ke pohon rindangnya itu. Siapa lagi kalau bukan Malam. Mantan Ketos Platina Raya itu betul-betul memegang ucapannya. Dia secara terang-terangan akan mengekori Aurora bak anak kucing yang kehilangan induknya. Alasannya masih sama, Malam hanya tak ingin dia sendirian.

Namun, untungnya hari ini Aurora lebih gesit hingga Malam kehilangan jejaknya. Sesi sendiriannya tidak berlangsung lama, sebab seketika saja ada tamu yang datang tanpa diundang. "Ngapain di sini sendirian?" tanya Neoma seraya memasuki ruangan.

Aurora sempat mengernyit ketika mendengar pertanyaan teman barunya yang tak jauh berbeda dari Malam. Diam-diam Aurora selalu curiga, kalau mereka berdua ini semacam soulmate yang telah reinkarnasi karena tingkah laku keduanya sungguh sulit untuk dibedakan.

"Kenapa ngeliatin gue begitu? Rambut gue berantakan banget, ya?" panik Neoma yang langsung menata penampilannya di kaca.

"Enggak," jawab si Ketos menenangkan. "Lo ke sini ngapain?"

"Lo bawa motor, nggak?"

Aurora pun mengangguk. Belum menerima penjelasan lebih lanjut, Neoma langsung menariknya berdiri. "Ya udah, yuk. Temenin beli perlengkapan properti, gue nggak bawa motor nih," katanya.

Aurora lagi-lagi mengangguk dengan terburu-buru meraih tas, karena Neoma menarik lengannya penuh antusias. Hingga sampai di parkiran, senyum si teman tidak kunjung hilang. Dengan riang, Neoma meminta kunci motor si Ketos. "Sini, biar gue yang bawa aja," pintanya seraya menduduki kendaraan tersebut.

"Nih," kata Aurora yang bersiap untuk duduk di belakang.

"Eh, lo mau ngapain?" tanya Neoma hingga Aurora kebingungan. Bagaimana tidak, Neoma melarangnya untuk menaiki motor. Lantas gimana dia mesti ikut, memangnya harus jalan kaki?

"Ya kan, katanya lo mau bonceng gue," cetus si Ketos yang tak mengerti jalan pikiran si teman baru ini. Ntuh kan, mirip Malam banget. Suka nggak jelas, imbuhnya dalam hati.

"Nggak gitu. Gue nggak berani bonceng anak orang," ungkap Neoma tanpa dosa. "Noh, lo sama Malam sana," tunjuknya pada lelaki yang sedaritadi memperhatikan.

Malam yang tampak begitu menikmati suasana hanya memberikan sebuah seringai. Seakan direncanakan, lelaki itu pun sudah siap bersama motor putihnya. Aurora pun mendengus kesal, "Lah, kok jadi gitu? Kalau ada Malam kan, lo mestinya bisa pergi bareng dia doang."

"Gue mau beli bahan buat mahkota dan gue jamin penilaian Malam nggak aesthetic. Jadi, lo mesti ikut," terang Neoma. "Gih, cepetan sono. Naik!"

Ragu-ragu, Aurora pun mencari jalan lain. "Lo aja sana, biar gue bawa motor sendiri."

Neoma langsung menaikan sebelah alisnya, "Jangan bilang lo takut sama Malam?"

"Hidih, ngapain juga!"

"Ya udah, makanya sana gih," usir Neoma sekali lagi. "Jinak dia ... Ntar kalau tiba-tiba nakal, aduin ke gue aja. Nggak usah takut."

Mau tidak mau, Aurora pun beranjak menuju Malam. "Malesin," gumamnya pada perempuan yang baru saja merampas motornya. Lain cerita dengan Neoma yang setengah mati menahan kegemasannya. Tanpa sepengetahuan si Ketos, ia mengacungkan kedua ibu jarinya pada Malam sebab tak-tik mereka berhasil.

Malam juga tidak bisa menutupi perasaannya, ia tersenyum lebar dengan mutiara terpampang jelas. "Wah, Bu Ketua. Sebuah kehormatan bagi saya," godanya pada Aurora yang dikiranya begitu lucu. Kalau berdasarkan pendapat Malam, saat ini si Ketos terlihat seperti kucing kecil yang baru pandai berjalan. "Ayo naik, Bu Ketua. Tapi hati-hati ya, takutnya jatuh ke saya," lanjut Malam.

Selamat MalamWhere stories live. Discover now