14

43 9 12
                                    

Baru dua hari terlewati sejak tanggal yang meresmikan Malam dan Aurora ditemui untuk kedua kali. Tidak ada perayaan spesial selain kencan biasa, mengingat jalinan hati baru ditempuh seumur jagung. Namun, dalam waktu singkat ini, Aurora sudah berhasil menaruh banyak prasangka pada sang pacar. Walau bersiteguh untuk menunggu kejujuran Malam, diam-diam Aurora kisruh sendiri. Entah bagaimana jadinya, tapi yang pasti, hari-harinya dipenuhi resah efek dari kebanyakan bergalau akan Malam.

Seperti untuk hari ini. Aurora mondar-mandir di parkiran sekolahnya akibat membaca pesan singkat dari Malam. Awalnya sang pacar telah berjanji untuk menyusul ke Varsha Mulia, tapi seketika saja Malam mengabari kalau dia lupa ada janji lain. Tanpa memberikan penjelasan pasti, Aurora merasa seakan dirinya digantungi. Sekali, dua kali, ia mencoba menghubungi Malam, tapi tidak ada satu pun yang masuk. Sedikit senyum pun terselip di bibirnya lantaran menerka kebiasaan sang pacar. Malam dari dulu memang terkenal susah untuk dihubungi, terutama jika sedang berada di sekolah. Mode 'Jangan Ganggu' pasti masih aktif di ponsel genggamnya hingga tidak ada satu orang pun yang bisa memanggil. Walau menjadi sedikit tenang karena seakan merasa bahwa dirinya mengenal Malam, Aurora membuat catatan mental untuk mengingatkan sang pacar. Takut saja di suatu saat nanti, ada hal penting yang perlu dikabari dan Malam tidak bisa dihubungi hanya karena kelupaannya akan fitur itu.

Melepaskan perasaan bimbang akan pembatalan Malam yang mendadak, akhirnya Aurora memutuskan untuk pulang. Alih-alih ke rumah, sendirian ia mampir ke sebuah toko buku. Berkeliling sejenak untuk mencari novel yang diincarnya hingga beranjak untuk sebentar saja pergi ke toko kue di seberang jalan. Baru saja ia menyeberangi jalanan sepi kendaraan, tiba-tiba suara motor yang tidak asing memasuki telinganya. Lantas saja ia menoleh ke belakang untuk memastikan. Dan, benar saja dugaannya. Mewa....

Mewa dan Malam... Beserta Neoma?

Aurora yang belakangan ini menjadi penganut paham skeptisisme hanya diam memandangi. Tak apa menurutnya, ia hanya ingin melihat secara langsung interaksi Malam dengan sang teman yang dicemburuinya. Tidak ada yang istimewa, pikirnya setelah mengamati. Karena, terlihat jelas bagaimana Neoma bersungut-sungut kala menuruni motor, yang dikendarai Malam, sambil memukul lengan lelaki itu penuh emosi.

Mengasihani dirinya yang terlalu cemas, Aurora berdecak sambil mengulum senyum. Disingkirkannya ego yang menguasai dan diambil handphone-nya untuk kembali menghubungi Malam. Masih sambil memantau, Aurora menunggu sang pacar menerima panggilan. Di sana, Malam sedang membuntuti Neoma masuk ke toko buku pun langsung berhenti di tempat, untuk memeriksa ponselnya. Namun, kalah cepat Malam bergerak sebab Neoma merutuk kesal sambil menarik lengannya. Tak ingin membuat singa semakin memanas, Malam pun bergegas memasukan handphone-nya kembali ke saku sambil mempercepat langkah.

Aurora hanya bisa tercengang dengan apa yang dilihatnya. Untuk kali ini, dia amat merasakan kedudukannya yang jelas bukan di peringkat atas. Menyadari rasa sesak di dada hampir membuatnya menangis, Aurora mengurungkan niatnya untuk membeli sedikit camilan dan kembali melintasi jalan agar bisa mengambil motornya di parkiran. Dengan tergesa-gesa, ia pergi dari area itu sambil menutup wajah dengan kaca helm. Beruntung saja visor yang dimilikinya berwarna gelap hingga tidak ada tatapan aneh dari pengendara lain yang berpapasan dengannya. Karena, sudah dipastikan wajah Aurora memerah akibat tangisan yang sudah tidak bisa lagi dibendung olehnya.

••••👩🏻‍💻⚜️👨🏻‍💻••••

Ketika malam tiba, Malam tiba-tiba saja sudah berada di depan rumah Aurora, tentunya tanpa kabar maupun aba-aba. Sambil membawa sebingkis makanan kesukaan sang pacar, Malam mengetuk pintu. Tidak perlu waktu lama, daun pintu berwarna putih itu terbuka. Sinar sudah senyuman Malam kala melihat mata sang kekasih yang begitu sembap. Tanpa tersadar, Malam langsung bergerak mendekati dengan niat untuk meraih tangan sang pacar.

Terkesiap dengan gerak Malam. Aurora langsung mundur selangkah. Bukan reaksi yang biasa, sehingga Malam pun membatu. Raut cemas bisa terlihat di wajah tampannya, "Kamu kenapa nangis?" tanyanya halus. Takut Aurora semakin sedih, ia pun menerka, "Gara-gara aku, ya?"

Wajah Aurora pun tertunduk dan memainkan jari-jemarinya sambil gelisah. "Aku ... Aku ... Tadi aku," gumamnya terbata-bata demi menahan air mata. Dan, ketika Malam meraih tangannya, tangisan Aurora pun pecah.

Tanpa berbicara ataupun menambah kesedihan dengan banyak pertanyaan. Malam melepaskan bingkisan yang ada di satu tangan demi memeluk cahayanya penuh kehangatan. Sesekali, ia juga mengelus rambut halus Aurora dengan amat tenang. Waktu diberikan Malam untuk sang kekasih mengendalikan emosinya.

Menerima perhatian Malam yang begitu intens membuat Aurora jadi merasa bersalah. Sudah berkali-kali ia mengingatkan diri kalau Malam sering kali berbohong dan tidak jarang mengutamakan hal lain. Namun, rasa sayang Malam, tidak bisa dipungkiri, selalu berhasil meluluhkan Aurora. Hingga akhirnya ia pun berhasil berlirih di sela isak tangis.

"Aku kangen."

Lantaran alasan yang tidak biasa, Malam langsung terkekeh. Setelah menyaksikan sang pacar, Malam jadi terkesima. Pasalnya ada seseorang yang bisa menangis kejer hanya karena merindukan dirinya. Setidaknya itulah yang dipikirkan Malam kala memeluk tubuh mungil Aurora dengan sebanyak-banyaknya kasih sayang. Harap-harap sang pacar juga merasakan bagaimana dia juga merindu.

••••👩🏻‍💻⚜️👨🏻‍💻••••

Keesokan harinya, kala berada di lapangan basket untuk menunggu Neoma yang baru saja selesai latihan tari. Malam langsung bercerita tentang kejadian tadi malam. Bagaimana Aurora merindu hingga menangis, sampai membuat hati Malam terasa sakit.

"Gue mesti gimana ya, Ma?" tanya Malam yang meminta saran untuk hubungannya.

Mulai terbiasa dengan curhatan Malam yang tidak kenal waktu dan jarang memiliki filter. Neoma langsung menukas tajam, "Tapi emang salah lo sendiri, kan? Semenjak balik ke sini, kerjaan lo tiap malam cuman mabuk nggak jelas sampai kehabisan waktu buat ketemu Rora."

"Nggak tiap malam juga," cetus Malam tidak terima.

"Nggak juga jarang!"

Malam pun merengut karena ucapan sang teman ada benarnya. Namun, kalah adalah kata mustahil yang akan diakuinya. "Tunggu," tekannya. "Ini kenapa jadi masalahin gue minum? Yang lagi dibahas di sini, Rora. Bukan gua!"

Tidak jarang meremehkan kemampuan Malam dalam menelaah masalah hati, Neoma pun berdecak kesal. "Mau sampe kiamat juga tetap kacau lo, Ma! Kagak bakalan bisa pahamin cewek lo sendiri!" cecarnya seraya beralih pergi menjauhi Malam.

Walaupun kesal dengan sang teman, Malam tetap sadar dirinya masih membutuhkan saran Neoma. Hingga tanpa mengikuti ego, ia menurunkan nada bicaranya.

"Neoma!" panggil Malam. "Mau kemane lo?"

"Kemana aja," jawab Neoma tanpa menghentikan langkah.

"Belum juga gua selesai ngomong."

Mendengar sindiran Malam, Neoma langsung berbalik badan. "Ogah dengerin!" geramnya. "Oh, iya. Satu lagi. Jangan bawa-bawa nama gue tiap kali lo pergi minum-minum. Gue nggak enak sama siapapun yang lo bohongin!"

Mendengar kicauan dari Neoma yang telalu banyak mempermasalahkan satu hal, Malam pun mengacungkan jari tengahnya pada sang teman. Niat hati hanya ingin curhat belaka, tapi semua telah berubah dratis hingga terlalu banyak ocehan penuh amarah. Tanpa mempedulikan ucapan Neoma, Malam pun pergi meninggalkan area sekolah untuk bertemu dengan Deni.

Selamat MalamWhere stories live. Discover now