11

48 10 6
                                    

Pagi yang cerah untuk Malam menemui pacarnya. Dengan wajah berseri-seri, ia mengendarai motornya dengan hati yang penuh. Kemana lagi kalau bukan untuk menjemput Aurora yang setiap hari ditemui. Berhubung periode semester baru belum dimulai, Malam bebas kesana kemari bersama cahayanya. Lucu rasanya tiap kali Malam melamuni nama mereka. Bagaimana nama Aurora bisa saja diartikan sebagai cahaya yang berkilau di langit Malam. Senyum hanya bisa dikulumnya tiap kali memikirkan itu.

Ketika tiba di depan rumah Aurora, Malam mengetuk pintu dengan sopan. Seperti sudah dinanti, pintu terbuka secepat kilat. Tanpa aba-aba, Aurora menghadiahkan Malam dengan sebuah pelukan erat. "Kangen!" ungkap perempuan yang tipe love language-nya adalah quality time.

Malam terkekeh gemas sembari mengacak rambut halus pacarnya, "Baru juga kemarin ketemu."

"Ya, nggak pa-pa. Kangen aja," cengir Aurora.

Tidak berlama-lama, Malam langsung menemui Bunda Aurora. Berpamitan seperti biasa dan tak lupa berjanji untuk menjaga putri bungsunya. Begitu sepasang kekasih itu keluar dari rumah, Aurora langsung menyadari adanya perbedaan.

"Loh? Motor putih kamu mana?"

Malam pun menyengir, "Tinggal kenangan," katanya dengan bangga.

Lugas langkah kaki Aurora memutari motor Malam yang baru pernah dilihatnya. Namun, asing bukan penyebab. Ia hanya ingin mengamati dengan saksama barang kesayangan pacarnya itu. "Ini ya si Mewa itu?" tanyanya memastikan.

Kaget bukan main, ketika Malam mendengar nama Mewa disebut oleh sang kekasih. "Lah, kamu udah tau? Emangnya aku udah pernah cerita, ya?" sahutnya dengan membalikan pertanyaan. Sejauh ia mengingat, tidak pernah sedikitpun nama Mewa terselip dari bibirnya. Terutama semenjak disembunyiin sang mama. Namun, sujud syukur Malam lakukan kala sang mama memperbolehkannya untuk kembali menjaga Mewa sebab nilai rapornya kala di Varsha perlu diacungi dua jempol.

"Neoma," jawab Aurora membeberkan pelaku yang bermulut ember. "Itu, waktu kamu demam di UKS."

Malam pun cemberut, "Emang bener-bener ntuh anak. Padahal aku mau diem-diem aja."

Melihat kelakuan Malam yang menggemaskan, Aurora mengikuti maunya. "Ya udah, kalau gitu aku pura-pura nggak tau aja," usulnya.

"Oke, baiklah," sahut Malam semringah. Sambil mengelus motornya, ia mengenalkan, "Sayang kenalin ... Ini Mewa, si sayang keduanya aku."

••••👩🏻‍💻⚜️👨🏻‍💻••••

"Sini, dong. Duduk sebelah aku aja," pinta Malam pada sang pacar yang hendak duduk di kursi yang berhadapan dengannya.

Seutas senyum terukir di wajah indah Aurora mengingat love language Malam adalah physical touch. Mulai terbiasa dengan sentuhan hangat sang kekasih. Perasaannya semakin meluluh kala Malam menyentuhnya dengan lembut. Seperti yang diduga, begitu ia duduk, lengan Malam langsung melingkar di pinggangnya. Tanpa ragu, lelaki itu juga menyandarkan kepalanya di bahu Aurora. "Aku suka pita kamu hari ini ... Cantik," celetuk Malam tiba-tiba menyentuh pita pada rambut Aurora yang tertata dengan ikatan setengah ke atas seperti biasa.

"Kenapa? Karena merah, ya?" tebak Aurora menyeringai.

Anggukan menjadi balasan Malam yang menyukai fakta bahwa Aurora perlahan memahami dirinya. Kekehan merdu terdengar dari Aurora, "Kamu suka merah, tapi jarang pake baju merah, ih."

"Nggak tau juga, aku ngerasa nggak cocok aja."

"Aneh gitu ya konsepnya."

Selamat MalamWhere stories live. Discover now