3

82 23 5
                                    

Seminggu sudah berlalu sejak Malam resmi menjadi bagian dari SMA Varsha Mulia. Mengenai masalah Mewa, dia sudah cukup sedikit ikhlas dengan sengaja melupakan. Kegiatannya di sekolah baru juga masih tidak begitu sibuk. Hanya OSIS yang sesekali rapat dan ada natatorium yang setiap hari memanggil namanya. Malam memang senang berenang, hingga terkadang Neoma memanggilnya dengan sebutan si anak ikan. Sebelumnya jadwalnya berenang, paling hanya seminggu sekali. Namun, setelah mengetahui sekolah ini punya fasilitas yang tidak main-main. Malam dengan senang hati memanfaatkan semua itu. Setiap hari, sepulang sekolah atau sebelum rapat OSIS dimulai, dia akan lebih dahulu menyeburkan diri ke private pool milik Varsha Mulia itu. Ya, seperti saat ini. Setelah hampir dua jam berada di air, Malam akhirnya beranjak keluar dari natatorium dengan menenteng swim goggles-nya dan sehelai handuk putih untuk mengeringkan rambut yang kuyup.

Sepanjang koridor Malam berjalan, tidak ditemukan satu orang pun yang tersisa di sekolah ini. Namun, ia tau untuk mencari kemana. Seperti yang lalu-lalu, Malam akan menyelusuri jalan yang sama yaitu menuju ke studio tari sekolah ini. Ruangan yang setiap hari dikunjungi si mantan wakilnya, alias Neoma. Sama sepertinya, perempuan itu juga memiliki rutinitas harian menyangkut tari yang sedari dulu disenanginya. Karena waktu mereka yang selesai selalu hampir bersamaan, Malam pun selalu menemui Neoma untuk sengaja pulang barengan.

Begitu sampai di depan pintu studio tari, dia sengaja berhenti untuk mengintip. Memastikan kalau teman Neoma yang lain sudah pulang. Dan seperti biasanya, hanya tertinggal satu orang yang masih semangat menarikan tarian tunggal. Begitu melihat wajah si penari, Malam pun menunggu hingga akhiran lagu yang tidak seperti biasanya. Awalnya, ia sedikit ragu untuk memasuki ruangan tersebut, karena menyadari si penari bukanlah Neoma. Namun, penasaran lebih menguasainya.

"Gue nggak tau lo anak dance juga," ungkap Malam yang mengumumkan kehadirannya dengan sebuah senyuman.

Sontak si penari tersebut menoleh pada sumber suara yang familiar di telinganya. "Gue juga baru tau, kalau lo tiap hari berenang," akunya.

Kali ini, Malam yang terkejut, "Lah, tau darimana?"

Si penari itu pun mengambil beberapa langkah mendekati dan menunjuk barang yang masih berada di tangan Malam. "Terus tiap ketemu gue, rambut lo basah. Gue udah takut duluan, tau nggak?" terangnya dengan arti tersembunyi.

Malam langsung menggelengkan kepalanya, "Rora-Rora, mestinya gue yang takut. Lo nggak liat kelakuan teman sekelas lo?" tanyanya pada si penari alias Aurora.

"Justru karena gue tau, makanya gue takut. Kirain lo iyain mereka."

Seketika saja, Malam mengernyitkan alisnya karena tersinggung dengan perkataan Aurora. Tak ingin menutupi perasaannya, ia sengaja menjawab perempuan itu dengan penuh sarkasme."Emang gue iyain, kan mainnya di air makanya tiap hari ke sana," dengus Malam sengaja memberikan kata-kata yang ambigu.

Perasaan menyesal langsung saja menjalar di hati Aurora. Ia mengambil selangkah mendekati Malam dan berkata, "Maaf Ma, gue malah jadi nge-judge lo ... Sebenernya, gue udah segan sama lo dari pertama ketemu. Kelakuan lo susah ditebak."

"Hm, berarti sama. Gue juga nggak ngerti jalan pikiran lo."

"Maksud lo?" tanya Aurora yang kebingungan.

"Coba tebak, kenapa gue nerima tawaran Yaniel waktu itu. Soalnya jujur aja, gue udah males ikut beginian," ungkap Malam seraya berjalan satu langkah mendekati lawan bicaranya.

"Nemenin Neoma?"

"Enggak," kekeh Malam. "Anak itu jagoan, nggak perlu gue jagain kemana-mana."

"Lalu?"

Dengan seringai yang terpampang jelas di wajahnya, Malam lagi-lagi mengambil beberapa langkah hingga berada tepat di depan Aurora. Jarak di antara mereka sudah begitu tipis, hingga membuat perempuan itu sedikit menundukan kepalanya akibat gugup. "Gue iyain, karena gue penasaran sama lo ... Gue nggak tau lo sadar apa enggak, tapi belakangan ini gue merhatiin lo terus. Gimana lo lebih milih duduk sendirian waktu anak OSIS pada rapat ... Gimana Yaniel yang kadang kurang akhlak, malah mimpin bukannya lo," jelas Malam.

Bukannya tersinggung, Aurora justru tertawa pelan seraya menengadahkan pandangannya tepat pada manik hitam milik Malam. "Mimpin? Mungkin memang seharusnya gitu, tapi OSIS di sini cara kerjanya beda, Ma ... Gue nggak tau di sekolah lo gimana, tapi keliatannya lo baik-baik aja ... Soalnya kalau di sini lo lihat sendiri, kan? Bukan tipikal organisasi yang lo tau, Ma," papar Aurora.

Malam justru menghela napas ketika mendengar tuduhan itu. "Nggak kok, gue malah seneng pas lengser ... Lo kuat banget ya ngadepin Yaniel. Gue, dari hari pertama ketemu ntu anak, udah kepengin meledak."

"Masalahnya bukan di Yaniel, Ma," lirih Aurora.

Mendengar itu, spontan saja Malam meletakan satu tangannya di bahu Aurora. "Tapi, masalahnya juga bukan di lo ... Mungkin lo nggak bakalan percaya, kalau gue bilang OSIS di sekolah gue nggak jauh beda. Ya untungnya, Neoma masih punya nurani, nggak kayak wakil lo," tutur Malam.

Keberadaan Malam yang terlalu dekat dengannya membuat Aurora sedikit melamun. Dan, belum sempat Aurora membalas perkataan si mantan Ketos itu, tiba-tiba saja pintu studio terbuka lebar oleh Neoma yang terperangah dengan mulut sedikit menganga. "Lo pada ngapain?" decak Neoma.

Kaget mendengar pertanyaan itu, Aurora langsung mendorong Malam agar menjauhinya. Setelah sempat kehilangan keseimbangannya, Malam akhirnya berdalih. "Nungguin lo?" ujar Malam yang lebih terdengar seperti pertanyaan.

Neoma semakin curiga melihat gelagat kedua temannya itu. Seingatnya mereka tidak begitu dekat untuk berbicara hingga seintens tadi. "Apa gue ganggu sesuatu?" tanya Neoma memastikan bersamaan dengan arah mata yang tidak henti-henti melirik antara kedua orang yang ada di depannya sana.

Aurora yang sudah seperti tomat, akhirnya berdeham dan berlari kecil untuk mengambil botol minumnya yang telah kosong. "Gue mau refill air bentar," pamitnya ketika melewati Neoma secepat angin.

Dengan adegan kaburnya Aurora, Neoma langsung menyengir tanpa dosa. "Lo apain ntu anak?" tanyanya pada si mantan Ketos.

"Jelek banget pikiran lo. Nggak ada gue apa-apain, ya!" timpal Malam membela dirinya.

"Terus, kenapa sampe sedekat itu?"

"Ngobrol doang kali, Ma."

Lantas perempuan itu langsung menghentakan kakinya penuh kesal. "Neo! Dah berapa kali gue bilang panggil gue neo!" serunya.

Gantian, kali ini Malam yang menyengir. "Iye, maap. Udah kebiasaan, susah hilang," kilahnya.

"Eh, tapi serius deh, Ma. Ada apaan lo berdua?"

Malam langsung mengusap wajahnya mengharapkan ketabahan. Ia sempat lupa yang menjadi lawannya saat ini adalah Neoma yang terkenal pantang menyerah sebelum mendapatkan jawaban. "Demi Tuhan, nggak ada apa-apa," sumpah Malam seraya mengangkat satu tangannya.

Neoma kembali menyelidiki tampang Malam dari atas sampai bawah, karena masih enggan mempercayai. "Atau jangan-jangan ... Lo suka, ya?" tanyanya menerka-nerka.

Menerima pertanyaan itu, Malam langsung tertegun. Apakah benar dia memendam rasa? Sepertinya tidak, tapi bisa saja iya. Alih-alih menjawab, Malam malah melamun memikirkan perasaannya sendiri. Itu sampai Neoma menjentikkan jarinya tepat di depan wajah si mantan Ketos.

"Hello??? Earth to Malam! Kenapa jadi melamun gitu? Beneran suka, ya?" ledek Neoma sekali lagi untuk menggoda si teman.

"Nggak ada yang bilang iya," potong Malam cepat-cepat.

Neoma yang masih tersenyum riang hanya mengangkat kedua bahunya, "Ya, udah kalau gitu. Ntar lo bilang aja kalau udah beneran suka. Biar gue bantu jadiin," pesannya.

Seperti Malam pada umumnya, ia kembali mengambek. "Lo pulang sendiri, ya! Males gue ngeliat muka lu," rajuknya seraya mengeluari studio tersebut. Langkahnya bergerak begitu cepat hingga tanpa sadar ia telah berada di parkiran. Untuk sejenak dia duduk di motornya sambil menimbang-nimbang pilihannya. Tinggalin atau tungguin? Pikirnya berkali-kali. Namun, hasil yang ditemukan selalu sama seperti biasanya. Malam selalu enggan pergi begitu saja, walau sudah mengancam pulang duluan. Sesungguhnya ini sudah seperti kebiasaan antara dia dan Neoma. Bahkan alasannya saja selalu sama. Ia selalu tidak tega untuk meninggalkan Neoma begitu saja....

Selamat MalamWhere stories live. Discover now