Bonus Chapter (5) ; Asal-Usul Nighty Night

31 2 0
                                    

Bonus part from chapter 12!

Seakan memasuki peradaban baru, kedua lelaki berseragam lengkap dengan logo Platina Raya celingak-celinguk penuh takjub. Pemandangan yang berbeda dari sekolahnya membuat keduanya jengkel dengan keirian hati. "Wah anjing sih, Den. Gila betul nih sekolah! Emang beruntung parah ntu anak berdua," celetuk salah seorang dari mereka.

Deni sebagai pendengar hanya bisa terdiam bisu sebab masih terkesima. Itu sampai ekor matanya menangkap seorang siswi sini yang menyendiri di sore sepi ini. "Kak, kak!" panggil Deni sambil melambaikan tangan untuk menarik perhatian. Karena jarak yang lumayan jauh, akhirnya ia mengeraskan suaranya. "Oi, lo yang di situ!" sambungnya seraya berlari kecil ke arah perempuan itu dengan diikuti temannya yang masih sibuk memaki fasilitas sekolah ini.

"Tau Night dimana, nggak?" tanya Deni begitu berhadapan dengan sang siswi.

Kedua alis rapi perempuan itu hampir bertautan akibat hadirnya dua lelaki yang tampak asing, "Hah?" gumamnya. Kedua matanya menelisik tamu baru ini dengan saksama hingga fokusnya terjatuh pada logo sekolah di seragam mereka. Seakan teka-teki baru saja terjawab, perempuan itu langsung menjentikkan jarinya. "Oooh ... Night ini maksud lo Malam, kan?" tanyanya memastikan.

Deni langsung mengangguk seraya terkekeh canggung, "Eh iya, lupa. Maap, maksudnya Malam ... Gue dari Platina Raya, temen ntu bocah."

Tanpa memperpanjang cerita, siswi itu pun menuntun kedua siswa tadi menuju pada seseorang yang dicarinya. Tidak susah untuk ditemukan, karena sekolah sudah kehilangan penghuninya hingga keberadaan Malam seakan menjadi panggung utama suatu acara. Dimana ramai penonton, di situlah Malam berada.

••••👩🏻‍💻⚜️👨🏻‍💻••••

Sekolah memang sudah seperti rumah kedua. Setidaknya begitulah yang dirasakan oleh seluruh anak OSIS. Untuk hari yang kesekian, mereka kembali jadi penghuni terakhir tempat ini. Bedanya saat ini Aurora tidak sendirian, kala matahari berpamitan dengannya. Semua berkat seribu akal Malam yang membuat lelaki itu berhasil menyelinap keluar dari ruangan rapat.

Namun, suasana tentu berubah berkat sejuta keluhan Malam. Awalnya tak apa, tapi lama-kelamaan Aurora merasa terusik sebab keheningan yang biasa menyelimutinya telah lenyap. Tanpa henti Malam mengutaran unek-uneknya. "Apaan banget dah tiap hari rapat begitu? Nggak penting banget anjir ngabisin waktu doang," gerundel Malam membahas topik yang sama untuk hampir setengah jam.

Awalnya Aurora memaklumi tanpa banyak respons, berharap Malam akan lega dan diam sendiri. Namun, Malam tak kenal henti. Hingga terpaksa si Ketos Varsha mengalihkan pembicaraan satu arah itu. "Kemaren gue dapet info baru," lontarnya berharap siswa yang mengomel tadi penasaran.

Dan benar saja, umpan yang dilepas langsung disambar secepat kilat. "Apaan?" tanya Malam yang menerjapkan matanya.

"Kalau lo dipanggil Night."

"Yaaah, itu mah bukan info baru," keluh Malam begitu mendengar panggilan yang tidak asing itu.

"Ya kan, gue-nya baru tau," timpal Aurora.

Untuk kesekian kalinya, Malam belum puas mengutarakan keluhannya tentang rapat tadi dan berniatan melanjutkan ocehannya. Cepat-cepat, Aurora kembali mengubah haluan percakapan mereka. "Nighty night sama aja kayak good night, kalau bahasa Indonesia-nya selamat malam," celetuk Ketos itu dengan wajah polos hingga Malam terbingung.

"Lalu?" tanya si Mantan Ketos dengan sedikit tawa yang ditahan. "Random banget bahas begituan?"

"Nih, ya dengerin hasil lamunan gua," ujar Aurora penuh ria seakan menemukan teori baru. "Kalau night di sini dianggap jadi nama lo, artinya bakalan berubah jadi 'Malam yang baik', nggak sih?" jelasnya dengan sedikit ragu hingga terdengar seperti pertanyaan, "Atau gue yang salah?"

Tidak memiliki pengertian yang sama, Malam tenggelam dalam kebingungan hingga hanya bisa menggelengkan kepala. "Nggak tau juga, gue jadi rada bingung."

Aurora mengelus dadanya penuh drama sembari menghela napas panjang. "Gini deh, kalau good boy itu 'anak laki-laki yang baik'. Berarti berlaku juga buat good Night, kan? Yang maksud gue itu, jadi kayak good Malam, nama lo di-translate-in," jelasnya sangat pelan seakan mengajar anak kecil membaca.

Hampir semenit berlalu untuk Malam melamunkan penjelasan Ketos itu. Syukurlah tidak dibutuhkan waktu yang lebih, "Oh, paham. Gue paham," lontar Malam hingga mengagetkan lawan bicaranya. "Maksud lo, gini kan. Misalnya, good Aurora or bad Aurora!" ulangnya penuh antusias dengan memperagakan ibu jari yang mengacuh ke atas dan bawah.

Aurora seketika mengikuti suasana hati Malam yang riang. "Nah, iya gitu!" katanya dengan spontan menangkap gemas kedua tangan lelaki itu. Untuk beberapa detik mereka tampak biasa, seperti candaan belaka hingga seketika kesadaran menerpa dan menyadarkan kedua insan tersebut. Seraya tertawa kikuk, Aurora melepaskan genggamannya. "Jadi, good night buat lo bisa dua makna sih, ya," urainya seraya kembali berduduk manis.

Kali ini, Malam mengangguk setuju karena pengertian mereka telah sama. "Bener juga, ya. Gue nggak pernah mikir sampe ke situ."

Ragu-ragu, Aurora meminta, "Gue mau manggil lo Nighty Night, boleh nggak?"

Dengan senyuman yang terkulum, Malam justru kembali bertanya. "Bisa dipertimbangkan. Alasannya kenapa?"

"Ya nggak pa-pa, lucu aja gitu," jelas Aurora tekekeh. "Gue nggak pernah punya teman yang namanya unik begini ... Teruuus, biar sekalian doain Malam jadi anak yang baik, selalu!" ledeknya.

Gelak tawa pun tertular ke siswa tampan itu hingga mutiara putihnya terpampang jelas. "Selama ini selalu good Malam, kan? Nggak pernah bad Malam?" candanya pada Ketos yang dipikirnya begitu menggemaskan.

Sejenak Aurora berlaga memikirkan jawabannya. Kemudian, satu ibu jari diacuhkan ke atas hingga Malam sedikit berbangga diri. Tak lama, Aurora kembali mengacuhkan ibu jari satunya ke arah bawah. "Pernah bad Malam," ledeknya seraya menjulurkan lidah. "Makanya mesti gue doain, biar selalu jadi good Night!"

Dan, begitulah kisah kecil yang hanya dimengerti oleh mereka.

Selamat MalamWhere stories live. Discover now