perihal tokoh utama yang hidup di balik layar.

283 40 63
                                    

BABAK I

Najib, ialah awak berandal paling apik dan valid yang mungkin pernah bumi jumpa. Hidup memang bajingan, katanya, dirapal berulang-ulang sehingga menjadi goresan motivasi di permukaan kulit sawo matangnya.

Najib, sebatang kara, malang oh malang nasibnya. Setiap hari kocar-kacir mengejar setoran, terpanggang terik yang sialan, bergelayut di bus ugal-ugalan, atau menjadi antek-antek buronan. Siapa peduli bermalam di mana Ia nanti, pos jaga, bawah jembatan, tak masalah. Terpenting, perut tidak melilit keroncongan sebelum ayam fajar berkokok.

Najib, kekeuh bertahan, walau tanah yang dipijak berduri dan udara yang dihirup beracun, Ia masih lantang bernapas. Keras kepala sekali. Pencabut nyawa bahkan lelah memperingati, bahwa esok bisa saja jam pasirnya habis. Tidur beralas batu apakah lantas keras kepala?

Najib, pemuda yang tak semesta sayang, malang oh malang. Proletarian telah menjadi judul kelahirannya yang dari rahim entah siapa. Hitam adalah hitam, putih adalah putih. Realitas memilih kejam hanya kepada Ia, namun tiada yang perlu didakwa ke meja hijau.

Mungkin payung hanya diciptakan untuk kaum penakut hujan. Mungkin sekolah hanya diciptakan untuk kaum pemuja gelar. Mungkin sejahtera hanya diciptakan untuk kaum pecinta duniawi.

Mungkin, Najib tidak diciptakan untuk memiliki semua kemegahan tersebut.

Sampai suatu ketika, Nilambari hadir tanpa surat undangan ke markas berjalan Najib.

Nilambari, ialah perhiasan elok dunia. Disayang-sayang gadis ini oleh alam semesta. Rumput-rumput tumbuh menyambangi sepatu bersihnya, angin-angin buatan mesin menyejukkan peluhnya yang enggan menetes, karpet-karpet pencakar langit terbentang menyambut dedikasinya.

Nilambari, menjabat sebagai anak pejabat, mewah oh mewah. Hidupnya tak kenal kepayahan, serba lebih, tak perlu pilih-pilih. Perkara apa yang sulit dituntas bila bumi berada dalam genggam keluarganya? Nihil.

Nilambari, hanya suka menari dan menyendiri, tumbuh dewasanya terlalu diikuti puja-puji basa-basi. Kandelar raksasa rumah sekian hektarnya tak cukup terang bagi Ia menari, tak cukup tajam untuk menangkap warna sejati dasi-dasi para tamu mereka.

Apakah benar dunia sebaik ini? Terus menerus digaung tanya itu pada setiap dansa menjelang dini hari. Sepi oh sepi. Menari di panggung sandiwara seorang diri sangatlah mencekik mati.

Nilambari, selalu tersesat, ingin apa Ia, ingin bagaimana Ia, ingin siapa Ia. Pernak-pernik busana dan rona pipi tebalnya hanya beban saat hendak menari. Tidak pernah bebas, selayak boneka kayu yang dikendali benang-benang ganas.

Nilambari, larilah oh larilah, ke suatu sudut antah berantah. Memulai kembali dari titik menyerah. Lupakan tarian kemarin, lakukan yang baru tanpa alas kaki.

Mungkin, Nilambari harus memutus pertalian darah demi menjadi diri sendiri.

Dituntun gerimis petang, Nilambari yang butuh teduh seadanya kemudian menemukan 'rumah' Najib. Berawal dari sana, keduanya telah terlahir kembali.

BABAK II

Najib menjadi pemuda berbaik hati yang sukarela memberi seorang gadis tempat tinggal dan mencukupi kebutuhannya, terlepas dari Ia sendiri yang melarat mampus.

Nilambari menjadi gadis biasa yang tak pandang bulu keadaan, tak protes tidur tanpa alas bulu angsa, diterpa aroma selokan, tembakau, dan knalpot angkutan umum tanpa henti, juga menyantap hidangan yang sama dari pagi sampai keesokan paginya.

Paramour Parade [TXT Soobin]Where stories live. Discover now