Menuju Akhir

2.6K 309 28
                                    

Tangan seorang Kakak mengusap rambut halus milik adiknya, tidak ada reaksi apapun dari adiknya tersebut.

Luka yang disebabkan kejadian heboh di sekolahnya beberapa hari yang lalu membuat Gempa, sang adik tidak sadarkan diri.

Bersama Blaze, luka bakar miliknya terlalu parah.

'Biasanya Blaze tahan panas.' Batin sang Kakak.

Sang Kakak berdiri dari tempat duduk pengunjung pasien, ia berbalik lalu membuka jendela untuk menyegarkan suasana kamar rawat tersebut.

Mataharinya cukup cerah daripada hari-hari sebelumnya, manik biru tua itu semakin cerah ketika ia menatap sang matahari.

Tak lama setelahnya, ia menurunkan pandangannya ke pijakan tanah dimana semua orang sibuk berjalan-jalan di atasnya.

"Mungkin besok saja, aku berkunjung lagi." Gumamnya.

"Pagi menuju siang, Kak."

Cukup mengejutkan, Gempa terbangun dan duduk bersandar pada kasurnya.

Halilintar, sang Kakak bagi semua adik tercintanya itu sedikit terharu, matanya berkaca-kaca membuat sang adik merasa bersalah.

"E-eh?! Kak Hali?! Ini Kak Hali 'kan? Bukannya Kak Taufan? Kak--"

Pelukan hangat itu datang secara mendadak, Gempa tersenyum manis walau Halilintar tidak melihatnya sebab sang Kakak sedang sibuk menahan tangisnya.

"Ku kira kamu akan menghilang, dasar bodoh! Khawatirkan dirimu!" Seru Halilintar.

Tangan Gempa menepuk-nepuk punggung Kakaknya, ia tahu beban pikirannya Halilintar jika seorang adiknya mengalami luka-luka dan tidak sadarkan diri, ia tahu semua itu.

"Eukkhh... S-sakitt..." Rintih Blaze, ia akhirnya sadarkan diri dalam waktu tidurnya yang begitu lama.

Gempa tersentak, secepatnya ia mendorong Halilintar menjauh darinya lalu mendekati Blaze yang merintih kesakitan.

"Maaf Kak Hali, tolong panggilkan dokter." Ucap Gempa.

Mengusap air matanya dengan kasar, Halilintar bergegas pergi keluar kamar rawat dan segera memberitahukan perihal ini kepada dokter.

-gg-

"Blaze, ada kata-kata terakhir?"

Blaze menutup mulutnya rapat.

Halilintar sedang terlihat sangat marah di wujud Taufan saat ini.

Sebelumnya, Blaze merintih kesakitan ketika ia kembali sadar namun memandang Halilintar yang sedang menangis-nangis di pelukan Gempa menjadikan pemuda itu ingin menjahili Kakaknya setelah sadar.

Ia akan berpura-pura kesakitan begitu parah hingga Halilintar menampilkan wajah tangisnya.

Sewaktu dokter memeriksa keadaan Blaze, dokter itu mengatakan sesuai rencananya bahwa kondisi Blaze terlihat parah akan tetapi muka Halilintar dalam wujud Taufan yang mempunyai label 'seribu wajah' itu, terasa sangat menyebalkan.

Dengan uneg-unegnya, Blaze mengatakan di depan Halilintar dan dokter yang sesudah memeriksanya.

"Muka Kakak ketika menangis sangat..., Me.nye.bal.kan. Yap, menyebalkan dan juga jelek."

Begitulah kira-kira ceritanya, bagaimana Blaze bisa mendapatkan hari akhirnya di dunia.

"Sudah-sudah, muka semua orang nangis memang jelek kok." Ucap Taufan, iming-iming untuk melerai pertikaian mereka.

Halilintar tersenyum dan mengerutkan dahinya menahan segala rasa amarah, "Kalau jelek berarti wajahmu inilah yang jelek."

Taufan mengindahkan hal tersebut.

Shuffle Siblings [Discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang