Sekolah 1

9K 939 134
                                    

Perjalanan sekolah harus diawali dengan bernyanyi. Salah satu contohnya adalah ketiga pembuat onar ini.

Walau kini di tubuh yang berbeda tetapi sifat mereka tidak berubah. Dimulai dari Taufan, Blaze dan selalu diikuti oleh Thorn.

"Aku ingin begini"

"Aku ingin begitu"

"Ingin ini, ingin itu banyak sekali"

"Semua, semua, semua dapat dikabulkan"

"Dapat dikabulkan dengan kantong ajaib"

"Aku ingin terbang bebas di angkasaaa"

"Oi! Berisik! Bisa diem enggak?" Halilintar sepertinya tidak mau mendengar keributan yang disebabkan ketiga bocah sengklek itu.

"Enggak!" Namun mereka bertiga tetap susah untuk menuruti perintah Kakak tertua yang ganas itu.

"Oh, iya, Gem, perlukah kita berakting?" Tanya Solar. Gempa mengangguk.

"Berarti Kak Hali harus tersenyum dong?" Blaze dengan seenak dengkulnya berkata seperti itu.

Ia tidak pernah tahu, jika muka Halilintar sudah sangat kusut hari ini.

"Lalu Thorn bagaimana? Thorn harus marah - marah dan judes kayak Kak Hali?"

Oke, satu masalah besar muncul. Keenam saudara kembar itu tahu bahwa Thorn sangat tidak pandai berakting.

"Gem, memangnya kamu pernah melihat Thorn marah?" Taufan berbisik ke arah Gempa.

"Entahlah. Ketika tanamannya rusak saat Blaze menginjaknya, ia hanya menangis. Aku tidak pernah melihatnya marah". Ujar Gempa pelan.

"Kalian jangan diam aja. Bantuin Thorn, dong".

Bukannya membantu Taufan, Gempa, Blaze, Ice dan Solar malah luluh melihat keimutan Thorn. Terlalu imut jika ia sambil mengembungkan pipinya.

Sang pemilik tubuh hanya bisa mengumpat wajahnya yang sudah merah padam.

•• •• •• •• ••

Lima belas menit berlalu, ketujuh saudara kembar sudah sampai di sekolah.

Koridor sekolah masih sepi masih aman untuk dilewati.

"Ingat, jangan lupa untuk berakting sesuai tubuh yang kalian tempati". Ucap Gempa mengingatkan agar saudaranya yang lain tidak lupa.

"Ini semua hanya untuk sementara". Tambah Gempa. Yang lain hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Kak Hali dengerin tuh. Hanya untuk sementara". Taufan pun mencoba untuk mengingatkan Halilintar.

Ingat Halilintar berada di tubuh Taufan. Yang artinya, ia harus tersenyum.

Bukankah tersenyum itu menyusahkan bagi Halilintar?

"Aku 'kan selalu tersenyum. Makanya senyum, dong. Jangan cemberut mulu". Bujuk Taufan. Namun Halilintar tetap tidak tersenyum.

"Itu bisa nanti". Jawab Halilintar.

"Nantinya kapan? Ini udah di sekolah". Taufan mulai kesal. Akan ada banyak kecurigaan jika ia cemberut setiap hari.

"Aku akan tersenyum saat aku memasuki kelas". Ujar Halilintar lalu berjalan menuju kelas Taufan yaitu kelas 2-B.

"Curang".

Shuffle Siblings [Discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang