119 | Menyambut si Bayi Gaza

83.9K 8.3K 532
                                    

Perawat yang bertugas segera mendatangi kamar Presidential Suite itu kala panggilan nurse call bell dari sana terdengar, pertanda pasien membutuhkan bantuannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Perawat yang bertugas segera mendatangi kamar Presidential Suite itu kala panggilan nurse call bell dari sana terdengar, pertanda pasien membutuhkan bantuannya. Di dalam ruangan, Bara dengan tangan menggenggap erat jemari kecil istrinya menanti kelopak indah itu terbuka perlahan.

"Permisi ya, Pak," Izin perawat tersebut kala mengecek kondisi Naqiya saat ini. "Biusnya sudah habis, Ibu Naqiya juga sudah mulai siuman."

Benar saja, kelopak yang sedari tadi berusaha terbuka itu kini sudah sepenuhnya terbuka, meskipun tidak selebar biasanya. Tatapan Naqiya tampak bingung, sebelum ia menoleh ke kanan dan kirinya.

"Bayi... aku?" Suara seraknya berhasil memecah keheningan di sana. Dengan sigap suaminya mengambilkan segelas air dan memberikannya pada Naqiya.

Setelah meminum air putih, tenggorokan keringnya segar kembali. "Bayi saya, Suster?" Air wajahnya tampak khawatir. Siapapun bisa melihat hal itu di sana.

"Bayi kita lahir selamat, Sayang," Suara berat Bara berhasil membuat Naqiya bisa bernapas lega.

Perawat di samping ranjangpun tersenyum dan mengangguk, "Iya, Bunda, selamat atas kelahiran putranya."

Senyuman bahagia tak luput dari wajah Naqiya. Hari ini, ia berhasil menjadi perempuan paling bahagia sedunia. Bagaimana tidak? Ia sudah berstatus sebagai ibu, yang di bawah telapak kakinya sudah ada ladang surga untuk anak-anaknya kelak.

"Aku mau gendong bayi kita, Mas," Ucap Naqiya pelan dengan tubuhnya yang masih belum leluasa untuk duduk.

Bara mengangguk dan berdiri menggendong bayi dengan bobot 3.85kg itu untuk diberikan kepada Naqiya. Perlahan ia memposisikan bayinya di atas tubuh Naqiya.

Bara baru saja ingin menaikkan posisi ranjang agar istrinya bisa dalam posisi duduk, tetapi Naqiya menghentikannya, "Nanti dulu, Mas, belum enak buat duduk," Ucap istrinya itu.

Umi Zainab yang menyaksikan itu membantu putri dan menantunya itu memposisikan Gaza. "Adek Gaza sama Umma ya, Nak. Ini Ummanya Gaza," Tutur Umi.

Menatap bersih wajah bayinya membuat haru biru timbul di benaknya. Kalau bukan karena mukjizat Allah, tak mungkin semua ini akan terjadi. Bayi dan ibunya selamat hingga detik ini.

Keharuan itu berhasil pula mengembalikan ingatannya di masa lalu. Bagaimana Naqiya pernah membenci dan hampir melenyapkan bayi yang ia gendong ini. Bayi yang bahkan tak bisa memilih harus di lahirkan dari rahim perempuan mana.

Dan, kini Gaza lahir dari rahimnya. Setelah semua yang ia alami, ia masih dipercaya Tuhan untuk menjaga dan mengasihi bayi itu.

"Maafin Mama..." Gumam Naqiya yang pandangannya buyar karena matanya sudah berkaca-kaca.

Hatinya memanas kala mengingat, bukan Fat dan Ali saja yang pernah membahayakan bayi tak berdosa itu, tapi dirinya sendiri pernah pula. Sekarang setelah kelahirannya, Naqiya berjanji, hidup dan matinya ia pertaruhkan untuk bayi menggemaskan ini.

Bayi DosenkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang