119 | Menyambut si Bayi Gaza (2)

78.6K 7.9K 436
                                    

Vote sebelum baca ya cinta🙏

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vote sebelum baca ya cinta🙏

___________

Playlist ~ Sisa Rasa (Mahalini)

Setel yak, wajib!

______________

*Le | Ndok = Panggilan untuk anak laki-laki di Jawa | Panggilan perempuan
Nggeh = Iya
Ndak | Mboten = Tidak

____________

"Bapak sehat?" Tanya Bara kala dirinya menjemput bapaknya di depan pintu masuk rumah sakit. Pasalnya Gatot tak ingin putranya itu datang menjemputnya, biarlah ia naik taksi sendiri hingga tiba di rumah sakit ini.

Pak Gatot mengangguk, "Iya, Le, Bapak sehat." Ucap pria tua itu. "Kamu keliatan capek itu."

Bara menggeleng, "Mboten kok, Pak."

"Nggak papa, wajar, bapak baru harus tahan banting. Apalagi anakmu masih bayi, butuh tenaga ekstra." Ucap Gatot sembari mereka berjalan ke arah elevator menuju kamar inap Naqiya.

Bara mengangguk dan tersenyum. "Nggeh, Pak. InshaAllah."

"Ini mediang Ibumu kalau nyaksikan pasti bahagia sekali," Ucap Gatot dengan tatapan lurus ke depan. Menatap pantulan dirinya di dinding elevator.

"Cucu pertamamu sudah lahir, Eyang putri Seruni." Gumamnya berandai-andai sang istri masih berada di sini.

Bara mengangguk kecil, hatinya juga tak kalah bahagia bila membayangkan ibu tercintanya itu hadir menyaksikan kelahiran cucunya bersama mereka.

"Ibumu itu pengen dipanggil Uti sama cucunya, biar nggak kepanjangan." Lagi, tutur Gatot sebelum ia menghela napas. "Ya bagaimana lagi takdir, belum sempat dipanggil Uti, sudah pergi duluan. Umur nggak ada yang tau, toh?"

Kesedihan itu kembali menyeruak ke dalam hati seorang Bara. Gatot benar, andai saja Seruni masih di sini, betapa bahagianya wanita itu menggendong Gaza yang menggemaskan.

"Maaf, Pak," Ucap Bara pelan. "Maaf Bara harus telat menikah. Telat kasih Ibu cucu."

"Wes udah ah, ngomong apa sih kita ini. Ibu di sana udah bahagia. Meski beda alam InshaAllah doa-doa anak cucunya bisa bantu Ibu nanti."

Mengingat ibunya yang telah tiada membuat mendung mengisi hati Bara lagi. Namun, momen kali ini belumlah tepat. Istrinya baru saja melahirkan, tak seyogyanya ia masih meratapi kepergian orang yang sudah tiada.

"Aamiin, Pak." Bebarengan dengan itu, bunyi pintu elevator terbuka terdengar. Bara dan Gatot berjalan beriringan menuju kamar Naqiya.

"Bapak pesen satu yo." Ucap Gatot. "Dijaga. Istrimu, anakmu, dijaga semua. Jangan kaya Bapak Ibu yang gagal jaga kamu dulu. Jangan sampai menyesal kalau kamu sudah kehilangan."

Bayi DosenkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang