Eleven

70 5 0
                                    

Jesslyn

___________The next morning____________

Sarapan dengan keadaan tenang.

Kamu hanya bisa mendengar suara sendok dan garbu perak di piring mewah saat para pria-pria makan. Kami para pelayan tidak meninggalkan dapur dan makan sendiri. Kami akan tinggal di sekitar meja dapur. Isak-isakan tangis akan terdengar di sana-sini. Aku tidak tahu apa yang telah terjadi sampai aku bangun pagi ini. Aku bangun jam 9:00 pagi, terlambat beberapa jam untuk shiftku. Aku berfikir pelayan lainnya dan Matheo akan marah padaku, jadi aku bergegas untuk bersiap-siap. Ketika aku berjalan ke dapur, aku hanya melihat Liliana dan Maggie. Mereka berdua menangis, Liliana menangis tak terkendali. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku tidak tahu apa yang terjadi sampai Maggie menyampaikan kabar itu padaku. Vincente Raeken telah tewas. Dia terbunuh tadi malam, tepatnya jam 8:00 malam. Aku kaget ketika mendengar kabar itu. Aku tidak tahu harus berfikir apa dan aku merasa sedikit tidak nyaman berada di dekat orang-orang yang merupakan keluarga baginya dan yang berduka atas kematiannya. Sepertinya aku juga harus menangis bersama Liliana dan Maggie. Itu tidak akan ... Aku muak dengan orang-orang yang sekarat .. Tapi kau tahu apa yang mereka katakan ... Kematian datang bertiga.

Dengan tangan terlipat rapi di atas celemekku, aku berdiri di belakang Matheo yang tidak berbicara sepatah katapun kepadaku sejak pagi tadi ... Dia bahkan tidak melihat ke arahku. Tadi malam aku merasa tidak enak telah memaki-makinya, aku berharap aku bisa mengambil kembali caraku untuk mengatasi situasi ini, akan tetapi aku tidak menyesal atas apa yang telah aku katakan. Membunuh seorang pria karena dia picik. Matheo sepertinya tidak mengerti itu ... Dia bahkan tidak peduli, seolah-olah nyawa manusia tidak ada artinya sama sekali baginya. Yah, kurasa itu sama sekali tidak berarti apa-apa baginya ... Ini sangat membingungkan! Bagaimanapun dia baru saja MEMBUNUH seseorang pria di depan wajahku, tidak merasa bersalah atau menyesal untuk itu dan kemudian dia memiliki keberanian untuk mengatakan bahwa dia tidak akan menyakitiku?! Aku benci dengan suaranya yang menenangkanku, aku benci cara dia memelukku dengan protektif seakan aku ini permata suci yang berharga. Aku benci caranya berbahasa italia dengan sensual ... Aku benci caranya membuatku merasa. Aku tidak ingin memiliki perasaan padanya. Aku tidak ingin memiliki perasaan untuk seorang monster. Aku tidak bisa memiliki perasaan untuknya ... Aku tidak mau ...

"Apa yang kau lakukan dengan Till?" Pedro berbicara pada Luca. Luca yang sedang makan dalam diam, sesekali memegang rosario yang di kalungkan di lehernya sepanjang waktu dan dia mengucapkan beberapa kata dengan mata tertutup. Kemudian dia akan kembali makan.

"Mayat." Matheo menyela sebelum Luca menjawab.

"Y-ya." Pedro terbatuk-batuk setelah meneguk air.

Matheo mengangkat bahu dan menggigit kentangnya,"Beri dia makan babi-babi."

Ugh. Tidak terhormat. Tidak ada rasa hormat atau kemanusian atau bahkan orang mati. Mengapa memberi makan tubuh babi? Aku tahu mereka makan segalanya tapi itu sakit! Jika aku mati, aku ingin di kremasi, aku tahu itu dengan pasti. Aku ingin keluargaku memiliki sebagian dari diriku ketika aku pergi.

Pedro menganggukkan kepalanya dan mengambil sepotong daging asap dan hendak memasukkannya ke dalam mulutnya, lalu dia menyadari apa itu dan dia meletakkannya. "Aku tidak lapar lagi."Dia berkata dengan cepat dan meninggalkan meja dengan tergesa-gesa.

Maggie meraih piringnya yang penuh dengan makanan dan membuangnya ke tempat sampah dan piringnya di hantamkannya ke wastafel besar dengan bunyi yang keras.

"Such a pussy..." Gunam Luca pelan.

Setelah sekitar sepuluh menit, semua orang selesai makan dan aku membersihkan dapur bersama Maggie. Dia tidak berbicara sepatah katapun padaku, matanya membengkak, kemungkinan besar karena dia menangis dan rambutnya sekarang juga berantakan. Liliana pun terlihat sama. Aku selesai meletakkan piring terakhirku di mesin pembersih piring sebelum beralih ke Maggie, "Apa ada lagi yang kau ingin aku lakukan?"

SR. RAEKENWhere stories live. Discover now