EIGHT

139 6 0
                                    

Jesslyn

"Ohuhhh." Aku mengerang. Ya Tuhan, kepalaku pusing dan terasa seperti membunuhku. Aku bangun dan aku merasa seperti setelah meminum minum-minum yang berat semalam. Aku mencoba duduk perlahan tetapi saat aku duduk, kepalaku semakin sakit. Aku melihat ke langit-langit sudah hitam, dengan lampu kecil kecil yang dimatikan dan ventilasi udara mengeluarkan udara panas.

"Apakah kamu tidur dengan nyenyak?" Aku menoleh ke arah suara dan melihat itu adalah Matheo. Dia tersenyum kecil di wajahnya.

"Jam berapa sekarang?" aku bertanya dan mengabaikan pertanyaannya.

"Lewat pukul 5.00 sore, Babygirl. Kita akan makan malam, lalu kita nanti bisa membeli barang barang keperluanmu. "Dia berbicara dengan lembut.

Mataku melebar karena kaget. "Sudah lewat makan siang, tapi aku ... aku ... Apakah kita masih di New York ?! "

Dia menggelengkan kepalanya, dam matanya menari dengan geli. "Tidak."

Aku duduk dengan sepenuhnya sekarang, tidak peduli jika kepalaku berdegup kencang, aku melihat ke arah Matheo, dia masih menatapku. Dia mengenakan sarung tangan hitam dan coat hitamnya. Dia tampak hangat, dan aku tampak seperti membutuhkan 20 mantel lagi untuk membuatku tetap hangat.

Aku perhatikan, aku tidak bisa melihat siapa yang mengemudikan mobil, ada jendela di belakang sandaran kepala dari dua kursi depan, dan itu menghalangi pandanganku. Aku juga melihat jendela kursi belakang.

"Kemana kita akan pergi?" aku bertanya padanya, dia sibuk dengan ponselnya dengan membaca semacam pesan panjang.

"Dinner. Aku sudah memberitahumu itu tadi." Dia berkata dengan sederhana.

"Yeah, tapi kalau kita tidak di New York, lalu kita di mana? Jersey?" Aku merapikan rambutku dan menatanya munggunakan jari-jariku, aku mencoba membuat diriku agar tetap terlihat  rapi.

"Tidak." Dia mengerutkan bibirnya dan melihat ke luar jendela sejenak. Kemudian dia kembali menghadap ke depan.

Ada jeda lama sebelum aku mencoba membuka mulutku untuk berbicara tetapi tiba-tiba aku merasa mobilnya tersentak dan berhenti. "Kami ada di sini Mr. Raeken." Terdengar suara laki-laki dengan aksen bahasa Inggris.

"Terima kasih, William." Matheo berkata. Dia dengan cepat membuka pintunya dan aku berusaha melihat keluar untuk mencoba mencari tahu di mana kami berada tetapi di luar terlalu gelap. Aku menghela nafas dan pergi membuka pintuku tapi Matheo membukakan pintu untuk ku dan dia berdiri di depanku. Yang bisa aku lihat hanyalah tubuhnya, dari lutut hingga lehernya. Dan selangkangannya berada tepat di depan wajahku, dengan pistol besarnya.

"Um .." aku bergumam. Serius ini terasa aneh... Bendanya praktis di depan wajahku.

Dia menarikku keluar dari mobil dan mendorongku ke dadanya menutupi wajahku. Aku mendengar sebuah payung terbuka dan aku tahu Matheo sedang memegangnya. Aku bahkan tidak menyadari hujan turun, sampai aku mendengar tetesan hujan jatuh ke payung.

Wajahku masih terkubur di dadanya saat dia mulai berjalan. Aku memastikan untuk berhati-hati berjalan bersamanya, tangannya masih memegangi kepalaku ke sisi dadanya.

Ketika aku berdiri secara normal, kepalaku hampir tidak sampai ke dadanya. Aku terlalu pendek. Aku tahu kami sudah masuk, ke dalam, aku mendengar musik dan orang-orang berbicara dengan tenang. Aku merasa tangannya terlepas dari kepalaku dan aku menganggapnya sebagai izin untuk melihat-lihat. Ada banyak orang di restoran ini dan itu sangat mewah.

Aku melihat ke arah pelayan restoran yang mengenakan pakaian hitam dan celana panjang hitam.

Aku langsung merasa salah memakai pakaian.

SR. RAEKENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang