TWENTY-SEVEN

51 4 0
                                    

________________________________________________________________________________
Jesslyn

"Apa yang sedang terjadi?" Aku bergumam, berpegangan pada Liam. Aku benar-benar minum jauh melampaui batas ku. Ruangan berputar dan pandanganku kabur tidak seperti yang lain.  "Mau kemana Matheo? Kemana dia? Matheo, aku mau Matheo.."

"Wah Jesslyn." Liam menangkapku saat aku tersandung, hampir jatuh di wajahku.

Di mana Matheo? Aku mencoba berjalan ke depan tetapi kedua kakiku sendiri tersandung tanah datar, dan Liam menangkapku sekali lagi.

"Berhenti. Kau mabuk, Matheo ada di luar berbicara dengan Damien, membereskan beberapa hal, dia akan kembali ke dalam dalam beberapa menit."

Bahkan aku yang mabuk pun bisa mendengar ketakutan dan kekhawatiran dalam suara Liam. Dia berusaha untuk tetap kuat. Mencoba menutupi ketakutannya... Ketakutanku... Semua orang takut akan nyawa dan keselamatan Matheo.  "Aku ingin pergi menemuinya." Aku bergumam, entah bagaimana berhasil keluar dari cengkeraman Liam, aku tidak benar-benar tahu di mana aku berjalan tapi aku tahu aku sedang berjalan menuju pintu keluar. Aku harus benar-benar fokus agar tidak jatuh tertelungkup dan pingsan. Rasanya seperti menghabiskan seluruh kekuatanku hanya untuk menerobos kerumunan orang. "Apakah kau melihat Matheo" Aku kadang-kadang akan mengatakan dengan keras, tetapi tidak ada yang menjawab ku.

Setelah sekitar 15 menit berenang melalui lautan manusia yang luas, aku berakhir di dapur di mana sisa makanan dan minuman berada.  Mau tak mau aku menatap makanannya... Enak sekali... Mungkin sebaiknya aku istirahat sejenak dari mencari Matheo? Ya. Kedengaranya seperti sebuah rencana.

Aku tersenyum pada diriku sendiri dan mengambil sepiring makanan, dan segelas anggur lagi. Aku berjalan ke bar dan duduk, memakan buahku dulu, lalu meneguk anggurku. Ketika aku kembali untuk segelas anggur kedua, gelas itu tiba-tiba direnggut dari tangan ku.

"Apakah kau belum cukup minum... Jesslyn..?"  Suara beraksen yang familier berkata dengan nada tegas.

"Hah?" Dengan ekspresi bingung di wajah ku, aku menatap orang yang telah mengambil anggur ku, dan aku hampir mengalami serangan jantung.

"Papa!" Aku berteriak.

___________________________________________________________________________________-

Matheo


"Kau tidak tahu apa yang kau lakukan, kau perlu memikirkan ini, berhenti dan pikirkan!" Damien berteriak padaku, tangannya gemetar saat dia mengangkatnya, dia menyerah...Aku bisa melihat dengan jelas dia menyerah jadi kenapa aku tidak bisa menjatuhkan senjataku? Seolah-olah aku membeku di tempat ini, dengan jariku di pelatuk, keselamatan dimatikan ... aku siap untuk menembak.

"Kau menembakku... Mengkhianatiku... Darahmu sendiri..." desisku dengan gigi terkatup.

Damien menggelengkan kepalanya, "Ok ya! Aku memang mengkhianatimu! Tapi baru sekarang aku sadar aku tidak benar-benar ingin membunuh kakak laki-lakiku! Aku tidak bisa menangani semua tanggung jawab ini. Aku lebih suka jadi tangan kananmu-"

"Ha."  Aku mendengus, memotongnya, "Kau tidak akan pernah menjadi tangan kananku setelah apa yang telah kau lakukan, Luca adalah orang itu. Dia, kau dan aku sama-sama tahu dia akan menembakkan peluru ke tengkorakmu jika aku memerintahkannya juga. Hanya dengan  menggulung lidahku sendiri... aku bisa membunuhmu..."

Dia mengambil langkah gemetar ke arahku, dan aku mengambil dua langkah ke arahnya, memberi rasa takut yang jelas terlihat di matanya.  Dia adalah seorang pengecut.

"Matheo.... maaf... aku tidak tahu apa yang kupikirkan.... Kau tahu aku punya fase-fase ini..." Dia menggelengkan kepalanya.

"Ya, tapi kau tidak pernah mengalami fase-fase ini dan kemudian melampiaskan amarahmu dan kilas balik traumatismu padaku. Kau pergi berperang bahkan sebelum Vincente mengizinkanmu melakukannya. Itu masalahmu.." Aku mengangkat bahu.

SR. RAEKENWhere stories live. Discover now