NINE

164 8 4
                                    

Matheo

"Apakah kau akan menemui Josie?" Ayahku bertanya ketika aku berjalan cepat menyusuri lorong ke kamar Josie. Para dokter telah memberitahunya untuk tetap beristirahat di tempat tidur selama beberapa bulan, yang berarti kami membutuhkan pembantu baru. Itu bukan masalah, Jesslyn tinggal di mansion ini tidak melakukan apa-apa sepanjang waktu. Dia akan mengambil tempat Josie sampai dia bisa bangkit lagi.

"Tidak, papa." Aku berkata hampir terdengar tanpa emosi, "Dia masih tertidur. Aku akan menyuruh Liliana untuk membawakannya bunga."

Ayahku tidak menjawab. Dia hanya berjalan melewati ku dengan tenang dan dia sudah menghilang di lorong.

Aku tidak bisa melihat Josie sekarang. Aku ingin melihatnya ketika dia bangun dan tersenyum. Saat dia tidur tubuhnya tampak seperti mayat, dan itu mengingatkan ku pada ibu ku. Aku tidak ingin amarah-amarah itu dibangunkan. Aku tidak bisa lagi emosi ku terbangun, Terutama karena, aku tidak pantas untuk merasakan. Aku tidak tahu perasaan saat itu. Aku tidak tahu bagaimana rasanya jatuh cinta, aku tidak tahu bagaimana rasanya dipatahkan oleh seorang wanita. Aku tidak tahu semua itu. Aku hanya tahu cinta ibuku untuk ku. Cintanya tak bersyarat. Aku tidak pernah berpikir aku akan menjadi orang yang melakukannya. Aku tidak pernah berpikir aku akan menjadi orang yang membunuhnya. Aku bisa saja membunuh semua saudaraku dan ayahku dan melupakan penyesalanku saat itu ... Tapi mama ku? Tidak. Dua belas tahun kemudian aku masih diam-diam tidak bisa melupakan tentang hal itu, emosi ku tidak stabil, pikiranku kacau. Aku tidak akan membiarkan anak buah ku melihatnya. Terutama kepada para pembunuh bayaran. Bagi mereka perasaan tidak masuk akal Itu hanya akan membuatmu mendapat masalah, dan jika kau membawa keluarga ke dalamnya ... Anggap saja itu tidak akan ada akhir yang bahagia.

Aku merasakan ada yang menepuk pundakku dan menghancurkan pikiranku, aku berbalik dan berhadapan dengan Maggie. Matanya penuh rasa sakit, sakit hati, sedih, pengkhianatan. Dia membenciku, sejujurnya aku tidak peduli sedikit pun. Maggie bukan siapa-siapa bagiku, selain dia bisa bercinta dengan secara layak. Dia ada di sana ketika aku membutuhkan pelampiasan dan dia tidak pernah menolak dan Itu kesalahannya. Iritasi menyapu tubuhku setiap kali aku melakukan kontak mata dengannya, dia selalu terlihat sangat menyedihkan saat di sekitar ku. "Pertemuan diadakan di ruang kerja ayah anda, sir." Dia berkata dengan tenang, bermain dengan rambut ikalnya.

Aku menganggukkan kepalaku dan melambaikan tangan padanya saat aku berjalan ke ruang kerja ayahku. Ini lebih baik dan jauh lebih penting.

*******

Ayahku sedang duduk di kursi kebesarannya dengan mengisap cerutu dengan tenang. Semua orang berada di sini, Damien, Luca, Juan, Liam , Pedro, Rick, dan beberapa lainnya yang wajahnya tidak kukenali. Mereka paling suka keamanan semacam itu. Keamanan adalah satu hal yang terpenting bagi kami. Kebanyakan orang melakukannya karena sebenarnya itu hal yang paling mudah, jika aku tidak mengenali seseorang, aku miliki Liam untuk mencari identitas mereka melalui database untuk melihat siapa mereka. Lalu aku aku menyuruh Liam untuk mencari latar belakang mereka tanpa persetujuan mereka. Mencongkok ke dalam hidup mereka? Iya. Apakah aku pernah merasa buruk tentang hal itu? Tidak.

Aku duduk di sebelah Damien yang sedang merokok. Tepat ketika dia hendak menghisapnya, aku menyambarnya dari jari-jarinya dan membawanya ke bibirku, aku menghisap dan menahan asap selama beberapa detik, lalu aku meniupnya ke wajahnya Liam. Liam menatapku dengan tatapan tajam, aku mengangkat alis melihat reaksinya.

Aku bersandar di kursiku, menghisap kembali rokok ke bibirku. Aku menghirupnya secara pelan, mengambil sedikit asap sebelum mengambil tarikan panjang lagi. Setelah beberapa saat merokok dan minum, ayahku bangun dari kursinya, satu tangannya berada di dalam di sakunya dan yang lain memegang cerutunya. Ruangan ini sekarang penuh dengan asap.

SR. RAEKENWhere stories live. Discover now