Part'61

1.1K 79 24
                                    

Graduation. Satu kata yang selalu dinanti-nanti oleh setiap siswa dimanapun mereka menempuh pendidikan. Akan banyak sekali jawaban jika ditanya diapa alasan mereka ingin cepat tamat. Lelah, tugas yang tiada habisnya, dan masih banyak lagi.

Namun sepertinya mereka bohong. Di sana, di luasnya lapangan yang telah dimodif sedemikan rupa, tak pernah absen raut wajah sedih tidak rela dari setiap pemiliknya. Mereka saling berpelukan penuh haru, seolah tidak ingin berpisah. Jubah wisuda yang menjadi ciri khas kelulusan, menambah kesan berbeda.

Sementara di sisi lain, ada juga beberapa siswa yang melempar toga setinggi mungkin, mereka berteriak lepas, seolah telah melepas beban yang begitu berat.

"Happy graduation!" seruan kompak berasal dari lima orang gadis yang baru saja datang membawa banyak sekali bunga.

Akira membagikan bunga tersebut rata kepada Arka, Revan, Arjuna, Vero, Akbar juga Aldi. Mereka semua terlihat tampan dengan pakaian resmi seperti itu.

"Waduh. Thanks banget loch." ucap Akbar membuat yang lain terkekeh mendengar logat bicaranya.

"Buat lo." Tasya memberikan sebuah buket besar berisi berbagai jenis coklat yang jika dilihat dari bungkusnya memiliki aura mahal.

Vero tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya, pria bule itu menerima diiiringi senyuman manis yang membuat matanya persis bulan sabit. Tasya tak bisa berkata-kata, untuk pertama kalinya ia terpesona oleh lelaki sengak itu.

"Gak usah senyum-senyum. Gigi Lo kuning." Baru saja dibawa terbang mengelilingi galaksi, kini Vero dibanting hingga ke kerak bumi.

"Tasya, Tasya, kenapa si jutek banget. Jadi makin sayang tau gak?" gemas Vero yang tak mempedulikan tatapan jijik dari teman-temannya.

"Buat gue gak ada, Tas?" Aldi meminta dengan wajah melas.

"Itu aja, bareng-bareng." balas Tasya.

"Dih apaan. Gak. Enak aja." Vero memeluk buket itu kuat-kuat. Tak mau berbagi kepada siapapun.

"Dasar medit sia!" hardik Aldi namun tak didengar sama sekali.

"Happy graduation, Arka." Alika tidak memberi buket atau sejenisnya. Ia hanya menjabat tangan Arka, tangan yang pernah menjadi genggaman ternyamannya.

"Thanks." Laki-laki itu tersenyum tipis.

Tidak selesai begitu saja. Gadis itu menarik Arka sedikit lebih jauh dari teman-temannya. Arka yang paham, lantas mengikuti Alika. Keduanya diam, Arka menatap Alika, sementara gadis itu menatap ujung sepatu miliknya.

"Besok aku terbang ke Lyon."

Laki-laki itu sedikit kaget mendengar penuturan Alika. Arka pikir tidak akan secepat itu. "Langsung?" tanyanya.

"Langsung."

"Gue harus gimana?"

"Aku gak minta apa-apa. Kamu cukup jaga diri disini. Jangan pernah tawuran lagi, jangan kebanyakan main-main. Kalau kamu kuliah, yang rajin kuliahnya, kalau kamu kerja, semangat." Alika berkata lugas layaknya seorang ibu yang menasehati anaknya. Tanpa sadar tangannya menghentak-hentak jari Arka.

Arka tertawa kecil. "Dulu Lo gak sebawel ini."

"Iya, dulu aku takut sama kamu. Pacaran aja terpaksa."

"Tapi gagal move on?" ledek Arka. Sukses membuat Alika kesal.

Arka tertawa. Lantas matanya mengikuti kemana Alika membawa lengannya. Gadis itu memasang sebuah gelang dengan tali berwarna hitam. "Kenang-kenangan." Gadis itu terkekeh pelan. Arka tidak protes laki-laki itu malah menatap Alika lekat. "Lo juga, sehat-sehat disana, jangan lupa makan."

RAFFA's: Destiny Of R And AWhere stories live. Discover now