08. Naksir

41 27 76
                                    

"Gue yakin banget kalau Bang Theo itu beneran suka sama lo, Na." Andre berucap antusias dari seberang telepon. Membuat Anna seketika mendelik menatap layar ponsel yang tersandar di barisan rak kecil tempat tersusunnya segala peralatan make up. Menampilkan wajah Andre yang kini sedang menggaruk-garuk hidung bagian dalamnya alias mengupil.

"Nggak usah ngaco lo," bantah Anna cepat. "Lagian lo dapet kesimpulan dari mana kalau dia suka sama gue?"

"Lo nggak lihat apa? Muka Bang Theo tadi beneran salting, Na. Terus dari gerak-gerik dia juga udah nunjukin kalau dia tertarik sama lo."

"Sok tahu," cibir Anna masih.

"Gue bukan sok tahu. Berhubung gue cowok jadi gue ngerti yang mana beneran salting sama enggak."

Setelah menuntaskan tepukan serta pijatan lembut di permukaan kulitnya selepas skincare-an, kini Anna menatap wajah Andre sepenuhnya di layar ponsel. Mengembuskan napas sebentar sebelum lanjut menyuarakan isi kepalanya.

"Dengerin gue ya, Rey. Biar lo bilang seribu kali pun gue masih tetap enggak mau percaya sama omongan lo. Udah cukupin deh asumsi enggak berdasar lo itu."

"Kenapa lo denial terus sih, Na? Lo enggak suka kalau Kak Theo beneran naksir lo?"

"Yaaahhh ... enggak juga gitu."

"Atau jangan-jangan lo lagi naksir sama orang ya?"

Anna secara spontan saja menaikkan kedua alisnya. Sial, dugaan Andre kali ini tepat sasaran.

Anna berdeham keras. Berusaha menghindar dari tatapan penuh selidik Andre, namun tidak berhasil sebab Anna yang sama sekali tidak memiliki bakat di dunia acting itu gagal menyembunyikan salah tingkahnya.

"Siapa, Na? Gitu banget lo enggak cerita lagi sama gue," rajuk Andre.

"Apa, Rey?! Di sini suara lo putus-putus. Kayaknya gue matiin dulu deh. Bye!"

Anna mengakhiri sepihak sambungan telepon tersebut. Berganti dengan dirinya yang langsung menjatuhkan punggung di atas kasur sambil menatap langit-langit kamar.

Arkhan, lagi-lagi cowok itu memenuhi isi pikirannya.

Kalau ditanya tentang perasaan Anna terhadap Arkhan bermula dari mana, tentu saja jawaban Anna tidak tahu. Ia tidak ingat pasti sejak kapan perasaan ini bertumbuh dan alasan kuat apa pula untuknya menyukai seorang Arkhan. Apa karena senyuman manis yang lelaki itu berikan di pertemuan pertama mereka? Ataukah sikap lembut dan perhatiannya selama ini yang membuat Anna semakin tergila-gila? Bisa jadi itu semua adalah penyebabnya. Meskipun kata orang cinta datang tanpa perlu alasan, itu tidak bisa dibenarkan sepenuhnya. Karena Anna saja menyukai Arkhan jelas karena cowok itu memiliki paras tampan.

"Lagian kalau gue emang beneran suka sama Kak Arkhan, emang cowok kayak dia mau sama gue?" gumam Anna seraya tangannya sibuk memilin ujung kain sarung gulingnya. Memupuskan secara mandiri segala khayal yang telah ia bangun sedemikian rupa.

"Ah, ngapain sih kerjaan lo mikirin cowok mulu, Na. Tugas lo masih banyak tuh, kerjain!"

Anna pun bangkit dari posisi berbaringnya lantas mengambil bolpoin dari dalam cangkir kecil di sisi kanan mejanya. Mulai meraih kertas dan membuka buku perkuliahannya, dilanjutkan dengan menulis sesuatu di sana. Hingga satu setengah jam berlalu ia bergelut pada aktivitas tersebut, Anna kemudian meletakkan kembali bolpoinnya. Mengangkat tangan tinggi-tinggi untuk meregangkan otot lengan dan pinggang yang terasa pegal.

MY ANSWER IS YOUWhere stories live. Discover now