Dunia yang Seperti Ini

140 27 17
                                    

"Mereka itu korban kekerasan dari orangtua mereka sendiri,"ucap Profesor Sahrom sambil menunjuk ke beberapa anak kecil yang sedang asyik bermain lingkaran kecil dan besar di halaman.

Adit, Fariz dan Praja hanya bisa terdiam memandangi anak-anak kecil itu dengan tatapan iba.

"Kenapa mereka bisa sampai mendapatkan perlakuan kasar seperti itu?" tanya Fariz sembari menoleh ke arah Profesor Sahrom.

Profesor Sahrom menyilangkan kedua lengannya di depan dada, "kebanyakan dari mereka adalah korban dari situasi sosial, kemiskinan. Karena tekanan ekonomi, ada beberapa orangtua yang melampiaskan kemarahan dan stress nya pada anak-anak mereka. Dan, ya, setelah melalui beberapa wawancara ternyata anak-anak yang mengalami kekerasan itu, orangtua mereka juga dulunya adalah korban kekerasan."

"Itu seperti lingkaran setan. Orang-orang yang pernah mengalami kekerasan biasanya berakhir dengan menjadi korban atau tersangka. Entah itu kekerasan fisik, psikis, maupun seksual. Dan karena hal inilah kenapa ilmu psikologi lahir. Untuk memutus lingkaran setan itu," ujar Adit membuat Praja sedikit merasa terkejut. Ternyata tak mudah, ya, keluar dari lingkungan yang di dalamnya banyak kekerasan, batin Praja ngeri.

"Jusnya diminum dulu, ayo!" tiba-tiba Bu Fatimah muncul dari belakang sambil menaruh satu-persatu gelas jus mangga di atas meja kayu.

Profesor Sahrom pun berjalan menghampiri istrinya, lalu duduk di salah satu kursi kayu dan mulai meminum jus mangga miliknya. Adit, Fariz, dan Praja ikut duduk di kursi kayu sembari mengambil segelas jus mangga milik mereka, lalu meminumnya secara perlahan.

"Terima kasih, Bu," ucap Praja sambil menundukkan kepalanya sopan. Bu Fatimah membalas ucapan terima kasih itu dengan senyum lebar. Setelah itu ia berlalu masuk ke dalam rumah.

"Oiya, bagaimana soal jurnal penelitian kemarin itu? Apakah kamu sudah serahkan ke dokter Hendrik, dit?" Profesor Sahrom bertanya pada Adit yang terlihat sedang menaruh gelas jusnya di atas meja.

"Saya belum serahkan ke dokter Hendrik, Pak. Mungkin besok hari minggu, saya akan berkunjung ke tempatnya. Maaf jika terkesan lambat. Karena ada beberapa hal yang perlu direvisi kemarin," jawab Adit menjelaskan.

Fariz dan Praja berjalan menuju halaman depan dan terlihat bergabung bermain dengan para anak-anak juga beberapa relawan. Mereka sedang bermain kejar-kejaran, Praja berlari-larian berusaha menangkap beberapa anak sambil menakut-nakuti mereka. Sedangkan Fariz sibuk melindungi anak-anak di balik tubuh tingginya. Mereka semua terlihat bergembira dan begitu menikmati, sampai-sampai membuat Adit tiba-tiba tersenyum simpul melihatnya.

Adit selalu merasakan rasa sakit di dada begitu melihat anak-anak korban kekerasan. Entah mengapa, ia merasa terkoneksi dengan penderitaan yang mereka alami. Anak-anak itu begitu polos dan lemah. Mungkin karena itu mereka menjadi sasaran empuk tindak kekerasan. Setiap melihat berita tentang kekerasan pada anak di televisi atau internet, rasanya Adit ingin memukul habis-habisan orang yang beraninya menyerang anak kecil yang lemah dan tak berdaya.

Ketika seorang anak menjadi korban kekerasan, anak itu pasti akan melewati masa-masa yang berat. Seperti terganggunya tumbuh kembang psikis mereka, rusaknya beberapa bagian otak dan bahkan luka bekas yang tertinggal, jika mereka mendapatkan kekerasan fisik maupun seksual.

Anak-anak itu akan terganggu mentalnya. Bahkan, pada beberapa kasus yang berat, anak-anak yang menjadi korban kekerasan akan mengalami trauma. Entah itu ringan atau berat. Anak-anak yang masa kecilnya dipenuhi dengan kekerasan, pengabaian, dan terlantar biasanya mengalami gangguan post traumatic disorder. Dan tidak sedikit di antara mereka yang akan menderita gangguan mental seperti depresi, bipolar, bahkan schizophrenia.

Memiliki gangguan mental itu bukanlah hal yang mudah. Banyak masyarakat Indonesia yang belum terjamah dengan kesehatan mental maupun dokter kejiwaan serta ahli profesional dan praktisi kesehatan mental. Tenaga kesehatan yang fokus di bidang kejiwaan di Indonesia ini belum banyak. Bisa terbilang malah kurang.

PSIKE | TELAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang