Dewa Dimana?

71 17 7
                                    

Rangga dan Brian duduk tenang di hadapan seorang narapidana dengan tatapan mata yang sayu. Siang ini mereka berdua telah menjadwalkan pertemuan rahasia. Brian hanya mengatakan pada atasan dan rekan kerja lainnya bahwa ia dan Rangga sedang ingin mengumpulkan informasi tambahan di luar kasus ini sehingga mereka bisa mendapat izin.

Tim yang telah Pak Henry bentuk menjadi bagian dari pertemuan ini, mereka menyamar sebagai anggota polisi yang seolah-olah menjadi saksi dan nantinya akan merekayasa hasil percakapan dan laporan untuk hari ini. Bahkan kamera CCTV ruangan interogasi beserta perangkat lainnya telah disadap diam-diam terlebih dahulu agar percakapan mereka tak terdengar atau bocor keluar.

"Perkenalkan saya Brian, dan ini Rangga. Kami orang-orang yang sebelumnya telah Pak Henry jelaskan waktu itu. Tidak perlu takut, santai dan rileks saja. Karena kami berdua di sini hanya ingin menemukan beberapa informasi, bukan untuk menginterogasi," jelas Brian dengan senyum ramah.

Rangga yang melihat senyum itu sempat terdiam, Brian memang orang yang pintar melakukan percakapan maupun persuasi pada orang lain. Kemampuan berkomunikasinya bahkan lebih baik dari Rangga. Mudah akrab dengan siapapun, selalu tenang, dan pandai mengendalikan situasi lagi suasana. Berbeda dengan Rangga yang tidak terlalu banyak bicara, serius, juga kaku.

"Ah, iya. Terima kasih. Saya Deni, sudah tiga tahun saya di sini. Dua tahun lagi saya akan bebas insyaallah," jawab Deni sambil tersenyum ramah pada Brian dan Rangga.

Brian menganggukan kepalanya lalu tertawa renyah, ia menyodorkan segelas kopi hangat untuk Deni. Deni yang mendapatkan perlakuan ramah Brian menyambutnya dengan senyum lebar. Ia lalu mengambil segelas kopi itu dan menyeruputnya perlahan.

"Jadi, begini," Rangga membalikkan posisi laptopnya ke arah Deni dan memperlihatkan rekaman yang sudah diperbesar.

Deni kemudian meletakkan segelas kopi miliknya dan fokus melihat ke layar laptop.

"Apakah kamu tahu siapa lelaki yang menggunakan jam tangan kulit cokelat ini?" tanya Rangga.

Deni sedikit menarik laptop Rangga mendekat ke arahnya, "ah, ya. Saya melihatnya memang sering ke sini untuk berkunjung. Lelaki ini adalah seorang dokter."

Brian dan Rangga yang mendengar keterangan Deni saling melempar pandangan satu sama lain.

"Baik, lalu, siapa saja orang-orang di lapas yang pernah bertemu dengan dokter ini? Apakah para tersangka kasus kemarin pun bertemu dengannya?" tanya Brian dengan wajah yang serius.

"Iya, hampir semuanya. Bahkan, para korban pun bertemu dengan dokter ini. Saya pernah bertanya dengan salah satu korban, mendiang Agung. Dia bilang dia sudah melakukan sesi konseling. Tapi, setelah itu ada yang aneh," jawab Deni melipat kedua lengannya di depan dada.

Mendengar pengakuan Deni, Rangga langsung mengernyitkan sebelah alisnya kedalam, kemudian bertanya dengan tak sabar, "apa itu?" 

Deni terdiam sejenak, kedua matanya melihat ke atas langit-langit ruangan. Seolah ia sedang berusaha berpikir dan mengingat sesuatu. 

"Setiap kali mendiang Agung bertemu dengan dokter itu. Setelah sesi konseling ia terlihat seperti orang linglung. Ia juga jadi sering berjalan bulak-balik di dalam kamar. Gelisah, dan ketakutan? Entahlah, saya melihatnya, sih, seperti itu. Ia juga sering bulak-balik ke kamar mandi. Buang air kecil katanya, tapi saya pernah melihat Agung muntah-muntah di kamar mandi. Saya tidak mengerti kenapa dia selalu bereaksi aneh setiap kali bertemu dengan dokter itu," Deni menjelaskan panjang lebar.

Lagi-lagi Brian dan Rangga saling menatap satu sama lain, kali ini mereka mulai merasakan sesuatu yang janggal. Firasat mereka tak enak begitu mendengar penjelasan Deni barusan.

PSIKE | TELAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang