Sisi Lainnya

99 21 10
                                    

Rangga terdiam sambil terus memutar rekaman video dari CCTV di sekitar lorong kamar salah seorang narapidana yang baru saja meninggal tiga hari yang lalu. Berharap ia bisa menemukan petunjuk di sana, sudah empat kalinya Rangga ulang-ulang memutar rekaman video ini tapi ia belum juga menemukan suatu petunjuk.

Ia akhirnya bangun dari duduknya, lalu meregangkan kedua lengan ke atas, memutar kepala ke arah kanan dan kiri, ke atas lalu ke bawah.

"Gue bilang juga apa, lu gak akan nemu petunjuk. Karena memang gak ada hal yang aneh."

Brian tiba-tiba sudah berdiri di samping Rangga dengan tangan yang memegang segelas kopi hangat.

Rangga yang mendengar perkataan Brian hanya menoleh sinis sambil membuang napas kasar. Ia lalu memilih untuk kembali duduk di kursi meja kerjanya dan kembali memutar rekaman video.

"Amit-amit gue punya teman yang keras kepalanya kayak batu."

"Mending lu diem kalau gak bisa bantu," ceplos Rangga lalu mengambil buku catatan hitamnya dan menulis sesuatu.

Brian hanya mendengus kesal dengan sebelah tangan yang ingin memukul kepala Rangga. Bukannya pergi setelah mendapat perkataan tajam seperti itu, Brian malah menarik kursi kerja miliknya dan duduk tepat di sebelah Rangga.

Brian lalu melihat rekaman video itu dengan seksama, "lu berharap dapat informasi apa dari rekaman video ini?"

"Apapun, yang membantu untuk penyelidikan. Seperti misalnya fakta yang tersembunyi atau tak terlihat. Sherlock Holmes pernah bilang, setiap fakta memiliki petunjuk. Bersama-sama fakta itulah, kekuatan yang sangat besar berada di dalamnya."

Brian menepuk pundak Rangga cukup keras, "lu udah keracunan Sherlock Holmes. Ini penyelidikan di dunia nyata, bukan fiksi. Jangan terbawa imajinasi lu yang liar itu, Rangga."

"Gak, kok. Kalau emang ada prinsip yang bisa digunakan di kehidupan nyata kenapa enggak? Lu pikir fakta bisa ditemukan hanya lewat pemikiran logis aja? Kadang imajinasi dan intuisi itu membantu. Lu, kan, detektif. Pasti paham itu," jelas Rangga sambil terus sibuk mencatat di buku catatan hitam miliknya.

"Okay, whatever. Lu masih percaya kalau kasus ini bukan kasus pembunuhan biasa? Lu juga pasti tahu motif umum pembunuhan biasanya karena uang, nafsu, kebencian dan balas dendam. Dalam laporan terakhir kemarin, kasus ini memiliki motif agresi sesama tahanan dan balas dendam karena adanya kebencian. Menurut lu di bagian mananya yang aneh?"

Rangga menghentikan kegiatan menulis, ia memutar kursi dan menatap langsung wajah temannya yang paling cerewet dan sok tahu itu.

"Agresi terjadi karena ada permasalahan psikologis. Dan permasalahan psikologis ini perlu diurai. Gak semudah itu, Brian. Lu pikir manusia itu benda? Setiap manusia memiliki keunikannya masing-masing, karakter dan kepribadian yang berbeda, secara gak langsung menjadi salah satu faktor dalam menciptakan motif. Seperti beberapa kasus yang udah gue selesaikan, banyak diantaranya karena adanya trauma masa lalu. Trauma dari masa lalu biasanya melawan setiap kali ingin dilenyapkan dan hanya bisa lenyap sementara sebelum nanti muncul dalam bentuk yang berbeda. Dan agresi itu salah satunya bisa terjadi karena adanya trauma yang belum teratasi," Rangga mengambil segelas jus tomat miliknya lalu meminumnya perlahan.

Ia lalu meletakkan gelas jus itu di atas meja dan kembali menatap lawan bicaranya, "soal kebencian, itu bisa menjadi dendam yang membara jika terus diprovokasi. Dan kalau lu lihat secara seksama. Orang yang pandai melakukan provokasi ini adalah orang yang manipulatif. Orang yang manipulatif bukanlah orang yang sembarangan, mereka cerdas. Gue yakin, amarah, kebencian, semuanya memanas karena ada pihak yang memprovokasi."

Brian terdiam sejenak, kemudian bersungut, "okay, jadi maksud lu. Ada seseorang yang menjadi dalang dari kasus ini. Pihak yang memprovokasi orang lain, mempermainkan pikiran dan perasaan beberapa narapidana hingga mereka melakukan perbuatan itu?"

PSIKE | TELAH TERBITKde žijí příběhy. Začni objevovat