| 29 | PERTANDINGAN BASKET

39 2 0
                                    

[ A R A N D R A ]

"Sesuatu yang baik, seharusnya dibalas dengan yang baik pula." — Arana

29. PERTANDINGAN BASKET

Arana dan Jonathan masuk ke dalam kelas bernuansa biru itu. Di dalam kelas ramai dengan dekorasi-dekorasi manis yang tentunya dihias oleh para kaum hawa. Tadinya mau warna pink, tapi cowok-cowok pasti lah melayangkan protes.

Hari ini ada pertandingan basket antar sekolah se-antero Jakarta. SMA Berlian jadi tuan rumahnya. Maka, selain dipastikan bersih, sudut-sudut sekolah juga dihias seramai mungkin. Dengan balon-balon warna pastel, kertas hias, origami, sprinkell, dan lain-lainnya.

Gadis dengan rambut dikuncir kuda itu mendudukkan pantatnya ke atas meja, mejanya Candra. Ya, sekarang ia tengah mampir di kelas teman-temannya yang kelas dua belas.

"Heh! Yang sopan," tegur Candra dengan mata melotot. Tapi kemudian tertawa kecil.

Arana nyengir sekilas, kemudian pindah duduk di kursi kosong di samping Candra. Tatapannya beralih pada Arjun. "Pelakunya udah ketemu?"

Arjun menghela napas. "Orang-orang sekitar liat ada segerombolan anak SMA yang ngacak-acak rumah belajar. Mereka mau cegah tapi nggak berani. Walau pun katanya mereka semua pake jaket kulit, itu pasti SMA Gerhana."

"Yakin sekolah itu?" tanya Grevan. "Ntar nuduh lagi."

"Selain itu, sekolah mana lagi coba, Van? Pasti mereka lah," sahut Jonathan dengan raut kesal.

"Mending bales aja. Serang sekolah mereka. Acak-acak sampe hancur," saran Candra.

Arana menghadap ke arah Candra. "Males," sahutnya sambil memutar bola mata.

"Jujur gue capek berurusan sama SMA Gerhana. Nggak ada puas-puasnya mereka," ujar Arjun. "Maksudnya, kan kita nggak pernah ganggu mereka lagi. Malah dari dulu kita nggak pernah cari ribut."

"Dasarnya aja biang masalah," cibir Grevan.

"Tapi bener kata Candra, kita harus balas! Enak aja rumah belajar diacak-acak. Anjing banget! Emang mereka nggak kasian sama anak-anak yang tempat belajarnya mereka rusakin?!" seru Jonathan menggebu-gebu.

"Ah, udahlah! Biarin aja. Ntar kita bisa benerin lagi rumah belajar," ucap Arana.

"Gue lebih setuju sama Arana," sahut Arjun. "Kita mau bales kayak gimana pun, mereka bakalan nyerang terus. Nggak bakal berhenti."

"Bener!" ujar Grevan. "Mending simpen tenaga aja. Nggak perlu buang-buang waktu ngurusin mereka."

Kemudian, suasana hening sejenak. Semuanya sibuk melamun dan mencerna apa yang terjadi kemarin.

Jadi, ketika semuanya tengah mengunjungi rumah belajar untuk membagi-bagikan makanan, mereka mendapati tempat itu sudah hancur. Meja-meja remuk, papan tulis patah jadi dua, dan karpet-karpet penuh lumpur.

"Pindah tempat aja biar aman," saran Candra. "Gue punya gudang kosong di deket sana. Cuma sekitar 500 meter an lah. Udah nggak kepake tapi nggak terlalu luas juga, tapi yang pasti lokasinya tertutup."

"Beneran nggak dipake?" tanya Arana.

"Beneran," jawab Candra. "Tapi jarang banget kesentuh, pasti kotor banget."

𝐀𝐑𝐀𝐍𝐃𝐑𝐀 (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang