| 34 | BALAS DENDAM?

47 2 0
                                    

[ A R A N D R A ]

"Biarkan anjing menggonggong. Jadilah singa yang diam saja, dan tiba-tiba menerkam." -Arana

34. BALAS DENDAM?

Arana meluruskan kedua kakinya yang terasa kaku. Badannya terlentang di atas sofa empuk itu dan matanya terpejam rapat. Tubuhnya sangat lelah. Remuk. Dan ia juga sangat mengantuk saat ini.

Bisa dibilang, situasi Arana sudah aman sentosa. Ia berada di apartemen Grevan dengan sang pemilik apartemen sedang memasak makanan untuk Arana, di dapurnya sendiri. Bukan mentang-mentang Grevan sudah jomblo, terus Arana jadi suka nemplok-nemplok. Bukan yaa.

Arana hanya tidak punya pilihan lain. Kalau pulang ke rumah, ia tak yakin bisa istirahat dengan tenang. Kalau ke rumah Arjun, pasti Tante Lana akan banyak tanya. Dan biasanya pilihan terakhir jatuh ke apartemen Candra. Tapi tidak mungkin kan? Sama saja menjatuhkan diri ke lubang yang sama.

"Hmm ... enak banget, Ra, wanginya," ujar Grevan seraya meletakkan panci ukuran sedang di atas meja ruang tamu.

Arana mengubah posisinya menjadi duduk. "Harusnya lo nggak usah repot-repot."

"Lo kayak sama siapa aja. Nggak repot lah orang cuma gini doang," balas Grevan santai. "Bentar, gue ambil piring-piring."

Setelah Grevan menghilang di balik dinding, Arana menguap lebar sambil mengucek matanya. Ia tidak ingin tidur lagi. Karena sebentar lagi teman-temannya akan datang. Semuanya panik ketika mendapat kabar dari Arana pertama kali, dan mereka semua langsung bergegas ke menghampirinya.

Dan benar kata Grevan, wangi masakannya enak sekali. Ada sepanci penuh topokki dengan kuah merah menggoda. Asapnya masih mengepul di sekitar panci.

"Gue marah banget. Mereka bener-bener kelewatan kali ini," ujar Grevan. Ia meletakkan beberapa piring dan sendok di atas meja. "Sorry ya, gue sama yang lain nggak dateng waktu lo disekap. Sumpah, kalo gue tau, udah gue habisin mereka dengan tangan gue sendiri."

"Nggak papa lah, kalian nggak salah. Gue juga nggak bisa ngabarin kan ...," balas Arana. "Toh udah lewat juga. Yang penting gue masih hidup, luka gue juga udah lumayan kering berkat getah tanaman yang dikasih kakek-nenek yang gue ceritain itu. Bentar lagi juga sembuh."

Ting tong.

Baru saja Grevan hendak membalas ucapan Arana, bel apartemennya berbunyi. Ia pun berdiri dan membukakan pintu.

Hal pertama yang ia lakukan adalah berdehem. Karena di hadapannya sekarang ada Thalia juga. Cewek itu datang dengan Regan selaku pacarnya saat ini. Ada Jonathan dan Renata, ada juga Arjun yang betah menjomblo dari dulu.

"Ayo masuk aja," ujar Grevan.

Arjun lah yang pertama kali merangsek masuk apartemen Grevan. Ia langsung menghampiri Arana dan mengecek keadaannya. Wajahnya panik bercampur marah dan kesal. Ia paling tidak suka ada yang menyakiti sepupunya itu. Pasalnya, ia sendiri tahu Arana tidak bahagia di lingkungan keluarga.

"Anjing! Bangsat! Goblok mereka!" umpat Arjun dengan kesal. Kemudian, ia menangkup kedua telinga Arana-karena kalau nangkup pipi pasti sakit. "Kenapa bisa gini sih, Ra? Sakit nggak? Udah diobati?"

Arana menyingkirkan tangan Arjun dengan pelan. "Nggak papa, Jun. Nggak sakit kok, udah diobatin juga."

"Nggak papa apanya! Itu dalem banget loh, Ra," balas Renata heboh. "Gue obatin ya?"

𝐀𝐑𝐀𝐍𝐃𝐑𝐀 (End)Where stories live. Discover now