| 39 | PERASAAN

44 5 2
                                    

[ A R A N D R A ]

"Perasaan cinta itu seperti tanaman. Kalau tidak disiram dan dirawat, ya ... akan layu dan mati." —Arana

39. PERASAAN

Dua minggu berlalu. Arana sudah melewati ujian kenaikan kelas dengan semampunya dan sudah mendapatkan raport dengan nilai pas-pasan. Tapi masih cukup bagus karena ia masuk ranking 15 besar dari 40 siswa di kelasnya. Papanya sendiri yang mengambil raportnya dua hari yang lalu.

Sementara itu, Arjun juga sudah melewati masa sulitnya. Papinya sudah diberitahu dan sekarang sudah bisa menerima. Walaupun awalnya beliau marah besar sampai menonjok Arjun berkali-kali dengan tangannya sendiri. Feron—kakak Fancy juga sudah memaafkan karena Arjun mengajaknya bicara baik-baik.  Mama Fancy juga sudah menerima, hanya tinggal meluluhkan hati sang Papa.

Tapi, rasanya kurang tepat kalau dibilang Arjun sudah melewati masa sulit. Karena sebenarnya ini hanya permulaan. Baru awal. Arjun harus tetap memikirkan bagaimana ke depannya. Memikirkan cara menafkahi Fancy, memikirkan kuliah, apalagi ia harus segera menikahi wanita itu serta memikirkan biaya persalinan juga.

Penyesalannya semakin besar. Ia benar-benar belum siap dan keteteran. Tapi, yaa mau bagaimana lagi?

"Gue dicariin apartemen sama bokap gue. Nggak enak numpang di rumah Arjun terus," ujar Arana kepada Fancy.

Karena sudah masuk liburan akhir tahun ajaran, ia jadi punya banyak waktu untuk mengakrabkan diri dengan calon sepupu iparnya itu. Sekarang, mereka berdua sedang membeli rujak yang dijual oleh pedagang kaki lima dekat SMA Gerhana.

Santai saja, pentolannya SMA Gerhana sudah lulus semua. Beberapa ada yang kenal Arana dan memberikan lirikan tajam, Arana juga tidak asing dengan beberapa wajah yang lewat. Wajah-wajah yang pernah ikut menyekapnya dulu.

Tapi, Arana tidak ambil pusing. Ia hanya beli rujak karena Fancy nyidam. Tidak mau cari ribut.

"Raaaa! Kok lo pindah sih? Jangan dong. Ntar gue ngobrolnya sama siapa?" ujar Fancy tak terima dengan nada merengek.

"Lah kan lo sama si ayang," balas Arana santai. "Tante Lana juga baik kan ke lo?"

"Iya sih, Mami Lana baik banget. Tapi, kan ... tetep aja gue masih agak canggung sama beliau," balas Fancy.

"Lama-lama juga bakal akrab kayak orang tua sendiri," ucap Arana. "Tapi lo tenang aja, gue pindahnya kalo lo sama Arjun udah sah. Mantau kalian biar nggak macem-macem lagi," lanjutnya dengan memberikan lirikan tajam.

Fancy tertawa kecil. "Ihh, apaan sih. Tenang aja kali. Yang di perut aja belum keluar masa mau berbuat dosa lagi."

Arana ikut tertawa juga.

Selang beberapa detik, rujak pesanan mereka sudah jadi. Mika transparan berisi buah-buahan segar itu sudah masuk dalam kantong kresek. Ada sambal kacang juga dalam wadah terpisah.

Setelah membayar, Arana dan Fancy meninggalkan lokasi dan menuju ke sebuah cafe dekat sana. Mereka akan makan siang terlebih dahulu sebelum pulang, sekalian nongkrong.

"Cappucino dingin 1, lemon tea dingin 1, spicy chicken ektra pedas + nasi 1, chicken katsu + nasi 1, crondog moza 3, burger patty original 1, kebab jumbo (esktra sayur) 1, red velvet cake 1, avocado pudding 1," waiters itu menyebut ulang menu pilihan Arana dan Fancy. "Ada tambahan lagi, Kak?"

𝐀𝐑𝐀𝐍𝐃𝐑𝐀 (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang