8'4

2.3K 191 14
                                    

HAIII!!

SELAMAT PAGII!!

HAPPY READING YAA!!

᠃ ⚘᠂ ⚘ ˚ ⚘ ᠂ ⚘ ᠃

Gadis yang masih mengenakan seragam SMA itu membuka matanya perlahan. Sorotan cahaya lampu sedikit menyerang netra coklatnya.

"Apa ada yang sakit?" tanya sang dokter membuatnya menoleh.

Sasha menggeleng lemah dibalik alat bantu oksigen.

Hanya ada tatapan curiga serta prihatin terhadap pasiennya kali ini. "Apa ada yang ganggu pikiran kamu?" tanyanya.

"Tapi, gue lebih pilih Tasya daripada dia."

"Beda darimana? Sama - sama jantung. Dia aja yang lebay, cari simpatik."

"Emang bisanya nangis doang."

"Lebih baik dia nggak usah lahir, daripada jadi beban."

"Denger baik - baik. Gue, Gastranza Kelvin Mahesa mengganggap Gavesha Arshavina Shaenette mati."

"Gue pingin dia mati. Gue pingin dia ngerasain apa yang Tasya rasain."

Rekaman suara itu menghantui pikirannya. Tanpa sadar, satu buliran bening membasahi pipinya hingga menembus alat bantu oksigen yang terpasang.

Tes.

Dokter Tian terkejut. "Kenapa kamu nangis?"

Sasha tak menjawab, malah semakin meneteskan air matanya.

Entah mengapa, bola kristal di hatinya pecah begitu saja. Dengan cekatan, dirinya berjongkok di samping ranjang. "Hei? Kenapa nangis, hm?"

Mendengar ucapan lembut dari sang dokter, membuat Sasha semakin mengingat kekasihnya itu.

Sasha melirik ke samping. "Dok.. Apa saya masih bisa hidup?" pertanyaan ini mampu menyentak.

Bayangan hasil lab mulai memenuhi pikirannya. Rusaknya bilik jantung kanan akibat pemompaan darah yang tidak bisa ke paru - paru itu bisa dikatakan sudah mencapai stadium akhir.

"Dok.." tanya Sasha pelan.

Dokter Tian kembali menegakkan tubuh seraya menatap lekat netra hitam pasiennya itu. "Semua obat yang saya kasih masih ada?" tanyanya mengalihkan.

Sasha terdiam dan menggeleng. "Maaf, Dok.. Aku jarang minum." ungkapnya membuat sang dokter terkejut bukan main.

Matanya menyiratkan kekesalan sembari menghela napas panjang. Pantas saja kondisinya semakin buruk.

"Maaf, Dok..." lirih Sasha bersalah.

"Saya tidak bisa berkata apa - apa lagi sama kamu. Itu obat harus dikonsumsi rutin, bisa - bisanya kamu lalai. Terus saya harus berbuat apa kalau kamu sendiri bersikap egois seperti ini?"

Sasha mengalihkan pandangannya lurus ke arah selimut yang menyelimutinya. "Maaf, Dok.."

"Permintaan maaf kamu nggak bisa balikin jantung kamu normal lagi."

"Hasil lab-nya sudah keluar."

Sasha kembali mengangkat pandangannya dan memberanikan diri menatap dokter yang sudah sangat kecewa terhadapnya. "Hasilnya apa, Dok?"

Terdengar helaan napas panjang. "Jantung kamu sudah tidak bisa berfungsi normal."

Deg.

Sasha tersentak mendengar 1 kalimat yang mampu menusuk hatinya. "Dan kamu tidak bisa sembuh, kecuali ada pendonor jantung."

ARSHAVINA [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang