Dua

414 52 0
                                    


Fajri melempar tasnya ke sofa. Ruangan yang hening membuatnya tenang. Tempat yang ia sukai setelah kamarnya. Mendudukkan diri di sofa, ia menyorot foto yang terbingkai apik di dinding. Foto yang menjadi pelepas lelahnya.

"Mah, Aji takut ngak bisa jagain adik-adik. Aji takut ngak bisa kuat kayak yang mamah pinta. Sulit mah, hidup tanpa ada mamah yang bimbing, kita masih labil dan dikuasai emosi. Soni benar, Aji ngak dewasa. Kalau gini terus, gimana Aji mau jaga mereka? Justru Soni yang sering nyelesain masalah Aji, Fiki yang selalu hibur Aji kalau Aji terpuruk."

Hanya bisik angin yang terdengar dan mendengarkan semua monolognya, ia merindukan keluarga nya. Keluarga harmonis yang direnggut paksa oleh orang lain dan takdir.

"Ji," Seseorang masuk, menyembulkan kepala di balik pintu, "Gue izin pulang dulu, mau jemput adek gue. Entar jam 4 gue balik lagi."

Aji mengangguk, "Yaudah."

Setelah kepergian Ricky, Fajri melebarkan langkah ke luar ruangan. Menuju dapur sebuah toko yang aktivitas nya cukup sibuk.

"Kak Tias, pesanan Bu Ika udah selesaikan?"

"Belum, Ji. Ini tinggal di hias. Entar Rio yang bakalan anter."

"Ngak, hari ini biar gue yang nganter."

Tias sedikit ragu meski ini sudah berulang kali terjadi, "Lo yakin?"

"Lo ngak yakin sama gue?"

Tias meneguk ludahnya, wajahnya pias jika harus dihadapkan dengan Fajri mode galak. "E_enggak gitu, maksud gue itu, masa iya anak pemilik toko malah nganter pesanan?"

"Emang kenapa? Kalau bukan itu gue juga pengangguran di sini."

Fajri berjalan menuju meja kasir, membuka laci untuk melihat catatan belanja bulan ini. Menjalankan bisnis toko kue sang mamah bukan keahlian Fajri, jika bukan karena bantuan karyawan di sini, mungkin toko ini sudah lama gulung tikar. Ia berusaha untuk bisa menghandle semuanya, secara bertahap ia belajar.

"Halo kakak, aku mau beli kue red Velvet."

Fajri memberi lirikan tajam ah memang seperti itu tatapannya, tapi gadis di depannya tampak menciut, ia mundur satu langkah.

"Ji, lo jangan segitu juga natapnya, liat noh, adeknya jadi takut gitu," tegur Risa, perempuan 25 tahun itu menggelengkan kepala, ia beralih pada gadis tadi, "Red Velvet ya, dek? Masih ada kok, kakak bungkus dulu ya. Kalau takut sama dia, ngak usah dilirik, dia emang gitu orangnya."

Gadis itu tersenyum lalu mengangguk, ia kembali melirik Fajri yang sekarang memainkan ponselnya. Tatapan lugunya sama sekali tak Fajri pedulikan.

"Kakak ganteng, tapi galak,"gumamnya pelan.

"Lo ngomong apa?"

Gadis itu terbelalak, nyalinya kembali ciut setelah Fajri menatapnya penuh intimidasi.

Risa kembali dengan membawa sekotak kue, ia meletakkannya di atas meja kaca.

"Kak, boleh tulis di situ ngak?"

"Mau di tulis apa?" Tanya Risa, merasa gemas dengan gadis itu, ia perkirakan usianya hampir sama dengan Fiki, tapi tingkahnya seperti anak-anak.

"Happy birthday Daleon."

"Wah, pacar kamu ya?" Gurau Risa, ia mengambil krim untuk memberi tulisan di atas kue tersebut.

Gadis itu menggeleng kuat," Itu bunglon aku, kak. Hari ini umurnya satu tahun."

Risa mengerjap, lalu terkekeh. Bisa-bisanya gadis ini merayakan ulang tahun bunglon.

Beberapa menit, Risa selesai memberi tulisan di kue itu.

FATUM || ENDWhere stories live. Discover now