Empat puluh tujuh

171 39 3
                                    

Akhirnya malam perayaan ulang tahun sekolah tiba, setelah beberapa hari mengikuti serangkaian perlombaan dengan antusiasme yang cukup tinggi. Acaranya tak hanya dihadiri siswa intern saja, beberapa dari luar sekolah juga diperbolehkan masuk dengan ketentuan dan syarat yang harus dilakukan.

Fiki menghela napas setelah penampilannya bersama band sekolah selesai, mereka cukup menarik perhatian malam ini, tapi suasana hati nya sedari tadi memburuk sebab ketidakhadiran sang ibu di sini.

Tadi sore, Mamahnya pulang terlambat dari toko kue, karena mungkin kelelahan tiba-tiba saja Mamah Fira pingsan dengan suhu badan panas. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh doker, benar saja, kelelahan lah yang menjadi penyebabnya. Hampir saja Fiki tidak jadi datang, tapi atas paksaan sang ibu dan mengatakan ia baik-baik saja, apalagi ada Tante Ziva di sana, jadi ia dan kedua kakaknya mengikuti acara ini.

"Senyum seorang bintang itu bikin orang ikut bahagia loh, Fik. Masa lo tampil dengan wajah lesuh gitu?"

Seorang gadis dengan gaun berwarna navy sederhana berdiri di depannya. Gadis itu tersenyum ringan padanya.

"Ze?"

"Lo kenapa?"tanya Ze.

Fiki mengerutkan dahi, lalu menggeleng." Fine, tadi cuma sedikit cemas aja, takut ngak bisa menampilkan yang terbaik."

"Tapi tadi penampilan lo sama band sekolah menarik perhatian penonton banget."

Fiki tersenyum, ia mengusap tengkuknya, melirik lagi Ze yang berdiri di depannya. Satu kata, 'cantik'. Fiki tidak bisa berbohong jika Ze begitu elegan dengan gaun berwarna navy itu, lewat cahaya temaram di sana ia cukup melihat jelas polesan make up tipis yang menghiasi  wajah gadis itu dan tanpa mereka sadari pakaian mereka tampak begitu serasi malam ini.

"Ze, lo____cantik."

Ze tampak sedikit tersentak, namun disusul dengan senyum tipisnya. "M_makasih."

Fiki terdiam sejenak, menciptakan rasa canggung di antara keduanya. Lalu untuk mencairkan suasana, Fiki kembali bersuara,"makasih doang?"

"Apalagi?"

Fiki berdecak, "biasanya ada ungkapan balasan tuh."

Kekehan geli meluncur dari Ze, "jadi lo muji gue karena ingin dipuji balik?"

Fiki menggeleng cepat." Lo cantik beneran,"sanggah Fiki, ia berkata jujur dan tulus soal itu.

Fiki di mata Ze terlihat lucu. Salah tingkahnya, sanggahannya, lelaki itu berekspresi apa adanya."Lo keren,"ungkap Ze kemudian.

Fiki tersenyum lebar mendengar itu. Perasaan senang menggelitiki nya, ungkapan sederhana dari Ze, mampu membuat mood nya naik.

"Heh, malah gelap-gelapan lagi lo berdua!"

Mereka sama-sama tersentak kaget, kemudian berdecak mengetahui siapa pelaku di balik seruan tadi.

"Bang Shan ngapain ke sini?"tanya Ze. Ya, itu Shandy, tapi seingat Ze tadi Shandy pamit pergi menghampiri teman-temannya.

"Gue nyariin lo, Mamah tadi yang nyuruh," lalu Shandy melirik ke arah Fiki." Malah berduaan sama nih Bocil."

"Bocil gini tapi gue lebih tinggi dari lo," ejek Fiki balik, sudah hal biasa ia menghadapi tingkah julit Shandy.

Shandy mendelik,"ngak gue restuin mampus,"bisik Shandy membuat Fiki spontan melebarkan mata.

"Ya, jangan gitu lah, Bang. Ngak asik lo."

"Emang, lo aja yang sok asik."

"Bang, udah ah. Sekarang Mamah di mana?"sela Ze menengahi perdebatan tak penting kedua orang itu.

FATUM || ENDWhere stories live. Discover now