Enam

300 50 1
                                    

Minuman soda di tangannya tinggal separuh, Fajri bersandar di rak makanan seraya memantau Fiki yang berbelanja.

Fiki, laki-laki itu sekarang tengah memasukkan beberapa makanan instan ke dalam ke ranjangnya, tak lama ia menghampiri Fajri.

"Bang, gue beli chiki, ya?"

Dengan tatapan tajam khasnya, Fajri melirik Fiki, ia menggeleng tegas sebagai larangan yang mutlak.

Fiki mendengus kesal, beginilah jadinya jika belanja bulanan di temani Fajri. Lain lagi jika bersama Zweitson, kakaknya yang satu itu akan bersikap bodo amat jika ia membeli apapun, syaratnya jangan sampai membuat beban saat perjalanan pulang.

"Ngak asik lo! Lo minum minuman soda, masa gue mau beli chiki malah dilarang?"

"Ngak baik buat kesehatan."

"Emang soda apa bedanya?"

"Gue yang minum." Fajri bergerak menuju tempat sampah membuang kaleng kosong minumannya, dan kembali kepada Fiki.

"Ngak jelas lo!"

Fajri menatap Fiki, masih dengan larangannya yang membuat Fiki sekarang menahan kesal.

"Nurut sama gue." Ia merebut keranjang itu, lalu berjalan menuju tempat sayur-sayuran.

"Dih, emang lo siapa?"

Fajri melirik Fiki sebentar, ia tak membalas ucapan Fiki, memilih memasukkan beberapa sayuran. Membiarkan Fiki yang sekarang berdiri dengan wajah cemberut.

"Udah tua, masih manyun kayak gitu lagi?" ledek Fajri kepada Fiki, lalu berjalan menuju kasir, sebab ia rasa telah membeli semua kebutuhan.

"Lo juga udah tua, masih aja galak kayak gitu lagi? Darah tinggi tau rasa," balas Fiki, ia mengikuti langkah Fajri dengan lesuh, hari ini ia pulang dengan tangan hampa.

Fajri tak membalas, ia berdiri di antrean. Untungnya tidak terlalu panjang, hanya ada tiga orang di depannya.

Fiki berdiri di belakang Fajri seperti anak ayam yang mengikuti induknya. Beberapa orang yang berbelanja memperhatikan mereka, selain melirik lucu melihat Fiki yang sekarang memainkan kupluk jaket Fajri, visual mereka tentu membuat siapa saja pangling.

"Fik, lo mau pulang jalan kaki?"

Pertanyaan Fajri yang mengandung ancaman, membuat Fiki memanyunkan bibirnya, setelah tidak di izinkan membeli Chiki, sekarang malah diancam pulang jalan kaki.

"Wah, ada kakak?"

Fiki menoleh ke belakang, begitupun Fajri yang langsung menyerengit kala seorang gadis berdiri lugu di belakang mereka.

"Loh, elo yang beli Red Velvet kemarin, ya?" tebak Fiki, ia tentu ingat gadis itu. Gadis yang ia perkirakan seumuran dengannya namun bersikap layaknya anak 8 tahun.

Gadis lucu itu mengangguk, "Kakak___"

"Aish, jangan panggil gue kakak, kayaknya kita seumuran." Fiki mengulas senyum, gadis itu mengangguk lalu menjulurkan tangannya.

"Aku Gravity, umur aku 16 tahun, kamu?"

Fiki menerima uluran itu, ia sekarang tahu jika gadis itu satu tahun di bawahnya.

"Fiki, umur gue 17 tahun." Fiki terkekeh geli saat ia malah mengikuti gaya bicara Gravity.

Gravity melirik Fajri yang menatap datar interaksi mereka, Fiki ikut melirik kakaknya itu. Ia menggelengkan kepala atas ketidakpekaan Fajri, ia menyenggol tangan laki-laki itu.

"Apa?" Fajri berdecak.

"Dia mau ngajak lo kenalan."

Gravity mengulas senyum, "Ngapapa Fiki, kakaknya mungkin lagi badmood. Kak Fenly biasanya kalau lagi badmood juga gitu. Lagian aku juga pernah ketemu dia waktu pertama kali ke toko."

FATUM || ENDWhere stories live. Discover now