Empat puluh delapan

167 37 2
                                    

Ponsel nya terasa bergetar, Zweitson merogoh sakunya. Ternyata Tante Ziva lah yang menelepon. Menoleh pada Zemira, ia berkata untuk ke tempat yang sedikit jauh dari kebisingan untuk menjawab panggilan telepon.

"Hallo, Tan, ada apa?"

"Soni, acara kalian masih lama?"

"Mungkin selesainya jam sepuluh."

"Kak Fira daritadi ngak berhenti cemas, selalu nanya kalian udah pulang atau belum, dia juga bilang kalau perasaan nya ngak enak, Tante udah berusaha tenangin, dan Tante pikir itu karena Kak Fira lagi ngak sehat aja, tapi kayaknya itu naluri seorang ibu, kalian pulang secepatnya, ya? Tante juga jadi cemas."

"Oke, Tante. Fiki sebentar lagi perform terakhir, biar Soni cari Aji dulu."

"Iya, kalian selalu hati-hati."

Zweitson mengangguk dengan mengucapkan 'iya'. Setelah menutup telepon, ia kembali menghampiri Zemira.

"Siapa yang nelpon, Zweit?"

"Tante gue, oh iya, gue mau nyari Aji, lo mau di sini atau__"

"Gue ikut, ya kali gue di sini sendiri kayak anak ilang, si Anggi ngak ada keliatan batang hidungnya."

Zweitson mengangguk, sebelum itu ia mencoba menelepon ke ponsel Fajri, mencari satu orang diantara kerumunan ini tidak akan mudah.

"Hallo, Ji."

"Hallo, Bang Zweitson, ini Chelsea."

Meski sedikit terganggu oleh suara musik, tapi Zweitson masih bisa mendengar jika itu suara perempuan yang menyebutkan namanya Chelsea.

"Kenapa hp Aji ada sama lo?"

"Tadi Bang Aji sama kita, sama Gravity juga, terus katanya mau ke toilet, eh hp nya malah ketinggalan."

Zweitson menoleh sebentar pada Zemira yang menunggunya, "yaudah, kalau gitu, hp nya lo simpan dulu, gue mau cari Aji."

"Oke, Bang maniezz."

Zweitson menggelengkan kepalanya, setelah itu menutup panggilan itu, "Aji di toilet, gue susul dia ke sana."

"Yaudah, kita cari sama-sama, eh btw  kenapa tiba-tiba lo mau nyari Aji?"

"Mamah gue minta untuk pulang cepat."

Zemira mengangguk paham. Mereka pun mulai menyeret langkah menuju toilet sekolah. Sesekali melihat-lihat sekitarnya, bisa saja Fajri sudah kembali dari toilet.

"Zweit, akhir-akhir ini ada yang ngeganggu lo, ngak?"tanya Zemira tiba-tiba.

Seraya berjalan, Zweitson menggelengkan kepala, ia merasa aman-aman saja. "Ngak ada, emang kenapa?"

Zemira menipiskan bibirnya, lalu menggeleng,"enggak ada, cuma nanya aja. Siapa tau lo malah ngerasa keganggu sama gue,"ucapnya lalu menyengir.

"Ngak ada, lo kenapa malah ngomong gitu?"

"Ya enggak, tapi kalau boleh jujur gue ngerasa lebih nyaman temenan gini. Lo jadi ngak risih gue ikutin, dan gue juga ngak keliatan murahan ngejar-ngejar lo."

"Gue ngak mandang lo gitu, Zem. Jatuh cinta itu kan emang hak semua orang, tapi tentu aja tentu dalam konteks yang wajar."

"Jadi selama ini gue ngak wajar?"

Zweitson mendengus, "udah, jangan nanya lagi."

Zemira menekuk bibirnya, padahal ia hanya ingin tahu bagaimana ia di mata Zweitson sekarang.

FATUM || ENDWhere stories live. Discover now