03. Double date

2.6K 139 3
                                    

Ruangan yang di penuhi oleh guru itu sedang kedatangan sang Ketua OSIS kebanggaan mereka semua. Ya. Sadewa datang ke ruang guru untuk meminta izin kepada Bu Santi── Wali kelasnya. "Buk?"

Guru itu menoleh ke arah asal suara saat mendengar suara siswa yang selalu menjadi siswa teladan di sekolah ini, "Sadewa? Ada apa?" tanya Buk Santi.

"Saya mau minta izin pulang hari ini, boleh, Buk?" Sadewa sebenarnya tidak yakin akan diberikan izin untuk pelang, namun apa salahnya mencoba kan?

"Kamu ada urusan, ya?" tanya Buk Santi.

Sadewa tidak menjawab pertanyaan dari Buk Santi. Laki-laki itu hanyalah mengangguk sebagai jawaban.

"Yaudah boleh, hati-hati," Setelah mendapatkan izin dari Buk Santi, Sadewa bergegas pulang.

***

Tok tok tok!

Mendengar suara ketukan pintu itu membuat otak Namira langsung menangkap satu nama, "Pasti dia." Usai berbicara dengan dirinya sendiri, Namira berjalan keluar kamar menuju pintu utama untuk membukakan pintu orang yang baru saja mengetuk pintu rumahnya. Dengan hati-hati, Namira berjalan pelan karena tubuhnya benar-benar masih terasa amat sakit. Sial sekali para soang itu.

Ceklek!

Benar kan? Ternyata yang datang adalah Sadewa. Sudah Namira duga, setelah membuka grup chat angkatannya, Namira yakin, tidak lama lagi sang tersangka yang membuat satu sekolah heboh itu pasti akan datang menemuinya.

"Masuk," ucap Namira mempersilahkan Sadewa masuk.

Sadewa memang bukan meminta izin untuk pulang ke rumah, melainkan meminta izin untuk ke pulang ke rumah Namira. Jangan sampai ada kesalahpahaman yang terjadi karena hal ini.

Setelah dipersilahkan masuk oleh Namira, Sadewa berjalan menuju sofa di ruang tamu rumah Namira. Laki-laki itu mendudukkan dirinya di sofa yang berlawanan dengan sofa yang di duduki oleh Namira.

Tidak ingin berbasa-basi, Namira langsung mengeluarkan suara. "Jelasin sekarang."

Tanpa keraguan sedikitpun, Sadewa membuka suara untuk bercerita. "Itu gak bener,"

"Apanya yang gak bener?" tanya Namira memancing laki-laki di hadapannya itu.

Sadewa menatap lekat mata Namira yang tampak memendam perasaan marahnya. Sadewa tahu betul bahwa Namira pasti menahan diri agar tidak meledak-ledak di depan Sadewa.

"Pas itu gue sama Sarah emang lagi meriksa hasil laporan yang di kasih sama sekretaris gue, tapi setelah selesai meriksa itu, gue nyuruh Sarah buat print hasil laporan tadi, sambil nunggu dia selesai ngeprint, gue tidur bentar, mungkin selang sekitar 30 menit gue bangun, gue ngeliat Sarah lagi tidur di deket printer itu, sedangkan gue tidur di meja bundar tempat rapat anak OSIS. Soal foto itu, gue bener gak tau apa-apa." Mendengar penjelasan dari Sadewa, Namira sebenarnya tidak ingin percaya, bukti yang dia dapat bertolak belakang dari cerita yang Sadewa ceritakan. Namun semakin Namira menimbulkan kecurigaan, semakin tinggi pula kepercayaan yang dia peroleh. Mata Sadewa saat sedang bercerita tidak menunjukkan sebuah kebohongan sama sekali. Laki-laki itu juga tidak pernah berbohong untuk hal-hal serius seperti ini. Jadi, apakah Namira harus percaya? Oh entahlah! Itu membuat Namira hampir gila.

"Gue percaya," Dua kata dari Namira yang membuat Sadewa bisa bernafas lega. Inilah yang membuat Sadewa tidak akan pernah melepaskan Namira. Gadis seperti Namira sangat langka menurut nya. Gadis itu selalu menaruh kepercayaan penuh kepada sadewa.

BACKSTREET WITH KETOS GANTENGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang