Happy reading ....
Tak apa sekarang kamu mungkin masih
belum bisa menerimaku, tapi hari
berikutnya, akan ku pastikan
aku menjadi kakakmu.— Skala Bratadikara Prananta —
.
.
.
.
Sudah satu minggu berlalu, dan kini Angkasa sudah berada di rumah. Lebih tepatnya rumah ayahnya Skala. Kata mamanya juga, ia boleh menginap di rumah Bram—papanya, saat weekend.
Sebenarnya Angkasa sudah tak memperdulikan itu semua lagi. Baginya, saat ini yang terpenting hanyalah, mencari Benua. Ya, hanya itu.
Di sisi lain, sejujurnya ia juga belum bisa menerima ini semua dan tinggal di sini. Walau Diki—suami mamanya sekarang terlihat sangat menerima kehadirannya. Begitu pun dengan Skala, kakak tirinya.
Angkasa memandang pantulan dirinya di cermin, walau wajahnya masih terlihat pucat, namun dengan hoodie berwarna putih yang membalut tubuhnya, celana jeans dan sneakers berwarna senada, membuat penampilan Angkasa pagi ini terlihat fresh.
Tok tok tok!
“Sa, lo udah bangun, ‘kan? Sarapan dulu yuk. Udah ditunggu Mama sama Papa di bawah.”
Teriakan menggema dari Skala seketika mampu membuyarkan lamunan Angkasa. Ia menatap sinis pada pintu yang masih tertutup itu beserta gedoran dari Skala yang belum berhenti.
“Angkasa!” panggilnya lagi.
Dengan perasaan kesal setengah mati, Angkasa membuka pintu itu dengan kasar, sambil menatap tajam pada Skala yang justru sedang menampilkan senyum bodohnya.
“Brisik!”
“Sorry, gue kira lo belum bangun. Makanya gue panggil lo tadi dengan kekuatan penuh.” Skala menggaruk tengkuknya yang tak gatal sambil menyengir lebar.
“Yaudah yuk ke ke bawah,” ucap Skala dengan merangkul Angkasa yang langsung ditepis begitu saja oleh cowok itu.
“Jangan pegang-pegang!”
“Kenapa sih, Sa? Lo kaya anti banget sama gue. Kan kita sekarang udah jadi saudara.”
“Gue nggak suka disentuh sama orang asing!” balas Angkasa dengan ketus.
Skala menghela napas. Tersenyum kemudian pada Angkasa. Meskipun cowok itu masih terus menatapnya tak suka.
“Kan tadi udah gue jelasin, Sa. Lo itu sekarang adik gue. Kita saudara, jadi gue bukan orang asing lagi dong di mata lo.”
Masih dengan tatapan tajamnya, Angkasa terkekeh. “Itu pendapat lo! Tapi bagi gue, sampai kapan pun lo itu bukan saudara gue. Lo itu hanya sebatas orang asing yang tiba-tiba masuk ke kehidupan gue. Dan, sampai dunia ini berhenti berputar pun, gue nggak akan pernah sudi anggap lo sebagai saudara gue!”
Setelah mengatakan hal itu, Angkasa berlalu begitu saja. Meninggalkan Skala yang masih mematung di tempat.
Cowok itu meraba dadanya sendiri. Ada denyut menyakitkan di sana. Ucapan terakhir Angkasa memberikan retak yang panjang di hatinya.
Meskipun hatinya terasa sakit, tapi Skala tidak akan menyerah begitu saja. Mungkin, Angkasa hanya membutuhkan waktu untuk menerimanya, dan Skala yakin, seiring berjalannya waktu, Angkasa pasti mau menerima ia sebagai kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOT YOU || BROTHERSHIP
FanfictionSebelum tetes air hujan sempurna jatuh membasahi bumi, Angkasa pernah mendengar kalimat. "Hidup itu hanya soal menerima. Tak ubahnya seperti nadi yang masih ada, maka selama itu juga kita akan selalu bersama. Kecuali, Tuhan yang meminta." Pertemuan...