24. Hope

3.1K 312 8
                                    

Please, don't be a silent reader.

Happy reading ....

Bolehkan aku berharap kalau hadirnya
memang nyata?



— NOT YOU // BROTHERSHIP —





.







.






.







.








Kalau ada hal yang membuat Vino kesal dan takut dalam waktu bersamaan adalah sudah pasti itu sang sahabat tercintanya, Skala. Vino kesal karena sahabatnya itu sering mengabaikan dirinya sendiri di saat kondisinya kurang baik.

Yang kedua, ia takut. Hanya mendengar Skala sakit saja bisa membuat ia uring-uringan memikirkan kondisi sahabatnya. Apalagi saat mendengar berita Skala sampai masuk rumah sakit. Itu benar-benar membuat Vino frustasi.

Memang sejak kecil, Vino tak hanya menganggap, Skala sebagai sahabatnya saja. Melainkan, sebagai saudara yang selayaknya ia jaga. Walaupun sering dibuat kesal dengan tingkah Skala, namun Vino sangat menyayanginya sungguh.

Selayaknya seorang saudara yang saling menjaga satu sama lain, dan Vino juga sudah menempatkan Skala selayaknya adik yang harus ia jaga. Meskipun hanya terpaut usia tiga bulan saja, namun Vino sungguh-sungguh memperlakukan Skala seperti adiknya sendiri.

Pagi ini, setelah mendapat kabar jika sahabatnya itu sudah sadar, ia segera datang ke rumah sakit tempat di mana sang sahabat dirawat.

Ceklek

Vino melihat ke seluruh ruangan dan tidak ada siapa pun di sini. Ia menatap Skala yang masih memejamkan matanya di atas ranjang. Barang kali sahabatnya itu masih belum bangun.

Ia menghela napas, kemudian melangkah pelan memasuki kamar rawat Skala. Vino mendudukkan dirinya di kursi kecil yang ada di samping ranjang yang Skala tempati.

“Katanya lo udah bangun, kok gue ke sini lo masih tetap tidur,” lirihnya.

“Gue udah bangun kali. Nggak kaya lo yang susah dibangunin kalau lagi tidur.”

Vino terlonjak kaget saat tiba-tiba ia mendengar suara Skala yang menjawab ucapannya. Bahkan kedua netra anak itu masih terlihat memejam.

“Sialan, lo buat gue kaget.”

Kedua netra itu terbuka, ia tertawa pelan melihat ekspresi Vino yang sungguh terlihat sangat lucu. “Salah sendiri, barusan gue udah mau tidur. Tapi keganggu sama suara lo yang sok sedih itu.”

Ingin sekali Vino menjitak kepala Skala. Namun, urung ketika ia masih ingat kalau sahabatnya itu  masih dalam kondisi sakit.

“Ya terus, apa gue harus ketawa waktu lihat sahabat gue sendiri lagi terbaring di rumah sakit,” kata Vino sinis.

Lagi, Skala tertawa. Pada dasarnya ia memang paling suka memancing keributan. Tak hanya pada Angkasa, tapi juga pada Vino dan Vino sendiri hanya bisa berdecak kesal melihat kelakuan sahabatnya itu.

“Tunggu.” Skala tiba-tiba berucap yang membuat Vino mengerutkan kening tak pertanda tak mengerti. Cowok itu kemudian menatap penuh pada jam yang terpajang di dinding, lalu mengalihkan pandangannya lagi pada Vino. “Jangan bilang lo bolos sekarang?”

“Emang.” Dengan tampang tanpa dosa ia berucap demikian.

“Otak lo ketinggalan di mana sih, Vin? Kenapa lo pakai bolos segala, sih. Udah gitu pakai ke sini lagi.”

NOT YOU || BROTHERSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang