Please, don't be a silent reader.
Happy reading ....
Tak perlu menunjukkannya, karena aku sudah merasakannya.
— NOT YOU // BROTHERSHIP —
.
.
.
.
“Lo tuh ya, anjing banget tahu nggak. Bisa-bisanya lo bohongin gue.”
Masih dengan baju yang basah kuyup Angkasa tak berhenti-hentinya mengumpat pada Skala karena telah membohonginya.
Sedangkan Skala, ia justru hanya tersenyum lebar saat mendapatkan umpatan bertubi-tubi dari adiknya. Ia senang karena dengan berpura-pura tenggelam, Angkasa jadi memaafkannya.
Tahu begini, Skala akan melakukannya dari kemarin-kemarin. Huh, tak sia-sia malam ini ia merasa kedinginan.
“Kalau nggak kaya gini, lo nggak akan maafin gue, Sa.”
“Sialan, lo tahu nggak? Gue panik banget saat tahu lo tenggelam dan nggak bangun-bangun. Gue takut lo nggak bakal buka mata lo lagi Skala!” teriak Angkasa dengan napas yang memburu. Ia menatap marah pada Skala.
Namun, cowok itu justru tersenyum lebar saat mendengar penuturan Angkasa. “Sa, lo khawatirin gue?”
Sekakmat! Angkasa bungkam. Sungguh, ia tak sadar mengatakan demikian. Ia terlalu emosi dengan bercandaan yang Skala berikan. Tapi tak bisa dipungkiri, ia memang merasa khawatir tadi.
Tapi di sisi lain, ia seperti tak sudi mengatakan demikian. Angkasa hanya, terlalu gengsi untuk mengatakan demikian. Terlepas, ia memang masih menaruh kesal pada sosok itu.
“Nggak siapa juga yang khawatirin lo,” balas Angkasa dengan angkuh. Ia memalingkan wajahnya ke samping.
“Nggak usah malu-malu, Sa. Gue tahu kok mata lo itu nggak bisa bohong.” Skala tersenyum kecil.
“Nggak usah keGRan. Nggak ada gunanya juga gue khawatirin lo!”
“Terus tadi apa? Katanya tadi lo takut gue kenapa-napa.”
Sialan, Skala terus memojokkannya bersamaan dengan wajah menjengkelkan yang cowok itu tampilkan. Angkasa sungguh tak menyukai itu.
“Tadi itu hanya rasa simpati gue sebagai sesama manusia. Nggak lebih, lo harus ingat itu!”
Sedikit kecewa, namun tak apa Skala sangat yakin jika Angkasa hanya gengsi untuk mengatakannya. Setidaknya, untuk sekarang Skala jadi tahu jika Angkasa peduli dengannya. Walau hal itu tak terucap langsung dari mulut adiknya.
“Apa gue perlu pingsan dulu ya, Sa. Supaya lo bisa nunjukkin rasa peduli lo sama gue.”
Angkasa menggeram kesal, ingin rasanya ia menonjok muka Skala.
“Sialan, mau lo apa sih?!”
Skala menggeleng, menatap lekat adiknya sambil tersenyum. “Lihat lo peduli sama gue aja itu udah cukup, Sa. Makasih ya, Sa. Berkat perlakuan lo hari ini, gue jadi sadar kalau di dunia ini masih ada orang yang sayang sama gue.”
Sinting! Agaknya hanya kata itu yang cocok Angkasa sematkan untuk Skala. Ia tak menaruh peduli sama sekali dengan sosok itu. Justru, Angkasa ingin terus mengumpatinya. Namun, mengapa Skala justru merasa kalau dirinya sangat-sangat peduli dengannya?
YOU ARE READING
NOT YOU || BROTHERSHIP
FanfictionSebelum tetes air hujan sempurna jatuh membasahi bumi, Angkasa pernah mendengar kalimat. "Hidup itu hanya soal menerima. Tak ubahnya seperti nadi yang masih ada, maka selama itu juga kita akan selalu bersama. Kecuali, Tuhan yang meminta." Pertemuan...