Please, don't be a silent reader.
Happy reading ....
Semesta, tolong jangan buat dia menghilang.
— NOT YOU // BROTHERSHIP —
.
.
.
.
Kedua kelopak mata itu perlahan terbuka, rasa pusing luar biasa yang pertama menyambutnya. Mata sayunya berkedip lemah menatap presisi seseorang yang kini tengah tertidur bertumpu pada lengannya.
Tanpa melihat wajahnya pun Skala sudah tahu bahwa ini adalah Angkasa. Tangan kanannya bergerak menyentuh surai hitam Angkasa. Skala sangat berterima kasih pada Tuhan karena telah membiarkannya kembali membuka mata.
Itu artinya, ia masih bisa melihat wajah orang-orang yang ia sayangi lagi. Kepala Angkasa tiba-tiba bergerak, ia kemudian mengangkat wajahnya hingga kedua pasang netra itu bertemu.
“Lo udah bangun? Ada yang sakit nggak? Mau gue panggilin dokter?” tanya Angkasa bertubi-tubi. Mata bulatnya menatap khawatir pada Skala.
“Nggak usah, Sa. Gue nggak papa,” ucap Skala dengan pelan.
“Nggak papa gimana? Orang lo tadi pingsan lama banget nggak bangun-bangun.”
Skala tertawa kecil, ia merasa senang sekaligus gemas melihat ekspresi khawatir yang terpancar di wajah adiknya.
“Ngantuk, Sa?”
“Lo ngantuk? Yaudah tidur lagi tapi besok harus bangun lagi,” kata Angkasa. Sampai saat ini ia masih merasa takut jika Skala tak membuka matanya kembali. Meskipun kenyataannya, itu tidak terjadi.
Menggeleng pelan, Skala kemudian berkata, “Bukan gue, tapi lo. Ini udah larut malam lo pasti ngantuk ‘kan jangain gue di sini?”
Senyum tipis di wajah Angkasa terukir. “Enggak, tadi tuh gara-gara nungguin lo nggak bangun-bangun gue jadi ketiduran.”
Tidak sepenuhnya berbohong, memang tadi Angkasa sampai ketiduran ketika menunggu Skala bangun dari pingsannya. Tapi memang, sekarang ia sangat mengantuk. Jam sudah menunjukkan pukul dua malam, itu artinya harusnya Angkasa masih asik berada di alam mimpi.
“Yaudah tidur lagi sekarang,” balas Skala.
“Nggak, lo aja yang duluan tidur,” ucap Angkasa yang seperti tidak mau dibantah.
Skala menghela napas, kemudian ia menggeser tubuhnya ke samping kiri menciptakan ruang kosong pada sebelah kanan ranjang yang ia tempati.
“Sini, lo tidur di sebelah gue.” Tangan kanan Skala yang terbebas dari infus menepuk-nepuk ranjang sebelahnya.
“Lo gila? Kalau gue tidur di situ yang ada nanti lo kenapa-napa gimana?”
Angkasa meringis pelan, hidung Skala saja masih dihiasi nasal kanul, belum lagi ada infus, juga kabel-kabel yang entah apa namanya juga masih terpasang di dada Skala. Lalu, bagaimana bisa ia tertidur di sebelah Skala?
“Nggak bakal, Sa. Gue udah nggak papa. Lagian, nanti badan sama leher lo bakal sakit kalau tidur sambil duduk kaya tadi.”
“Nggak, Skala! Gue nggak percaya sama kata ‘nggak papa’ yang keluar dari mulut lo.”
KAMU SEDANG MEMBACA
NOT YOU || BROTHERSHIP
FanfictionSebelum tetes air hujan sempurna jatuh membasahi bumi, Angkasa pernah mendengar kalimat. "Hidup itu hanya soal menerima. Tak ubahnya seperti nadi yang masih ada, maka selama itu juga kita akan selalu bersama. Kecuali, Tuhan yang meminta." Pertemuan...