35. Tentang Semesta Yang Gemar Bercanda

3.1K 361 34
                                    


Please, don't be a silent reader.

Happy reading ....

Sepahit apa pun sebuah kehidupan, yang harus kita ingat adalah, bahwa takdir takkan pernah salah. Takdir selalu tahu di mana kita
berpijak dengan semestinya.

— NOT YOU // BROTHERSHIP —

.

.

.

.

“Ini, titipan dari Benua yang kemarin gue bilang.”

Bara, menyodorkan sebuah paper bag pada Angkasa. Barang yang Benua titipkan padanya waktu itu dan baru sekarang ia berikan pada Angkasa. Sebenarnya, waktu itu Bara ingin memberikan ini pada Angkasa, namun ia urungkan karena cowok itu mengalami koma.

Maka, setelah hari itu Bara memutuskan untuk kembali lagi ke London. Karena ia tak mungkin memberikan ini saat Angkasa masih dalam keadaan koma.

“Waktu itu gue mau kasih ini pas di rooftop sekolah, tapi lo keburu pingsan, mana hujan lagi,” ucapnya kemudian.

“Jadi yang waktu itu, lo.” Angkasa jadi mengerti sekarang, benar firasatnya jika orang yang berada di rooftop waktu itu bukan Alvin tapi orang lain dan itu ternyata, Bara.

Menganggukkan kepalanya pelan, Bara kemudian berkata, “Iya, tapi waktu itu gue ketemu sama Alvin, katanya dia saudara tiri lo, dan mau bawa lo pulang.”

“Sebelumnya lo udah kenal sama Alvin?” tanya Angkasa yang entah mengapa malah menanyakan perihal Bara yang sudah mengenal Alvin.

“Sebelum gue kenal sama lo.”

“Terus, Alvin ancam lo gitu supaya lo nggak kasih tahu gue kalau Benua udah nggak ada?”

Sejenak, Bara menegang dengan kalimat yang Angkasa lontarkan. Namun itu tak berlangsung lama. Karena setelahnya, Bara menyadari satu hal jika—

“Lo udah tahu kalau Benua udah meninggal?” tanya Bara balik dengan suara yang mengecil di akhir kalimat.

Angkasa mengalihkan pandangannya ke samping, memandang jendela besar kafe yang sibuk memperlihatkan kendaraan yang berlalu lalang. “Awalnya gue nggak percaya, tapi akhirnya nggak ada pilihan lain, selain percaya kalau Kakak gue udah nggak ada.”

Dalam sekejap, Bara bisa merasakan kesedihan yang Angkasa perlihatkan. Walau tidak ada air mata dan wajah itu justru terkesan terlihat dingin, namun Bara paham kalau jauh di dalam hatinya, Angkasa menyimpan begitu banyak kesedihan yang dia pendam seorang diri.

Sejenak, hening mengambil alih. Angkasa sibuk dengan jalanan yang ia lihat, sedang Bara sibuk dengan isi pikirannya sendiri. Sebelum akhirnya Bara kembali membuka suaranya.

“Waktu itu, sebenarnya gue ada di tempat kejadian. Gue berkendara di belakang mobil yang Benua kendarai.”

*Flashback

Bara melangkahkan kakinya ke luar rumah dengan tangannya yang sibuk dengan ponsel yang berada di dalam genggamnya. Lalu tiga detik setelahnya, ia menempelkan ponselnya di telinga.

“Gimana? Jadi nggak hari ini?” ucap Bara ketika sambungan telfon itu tersambung.

“Jadilah, tapi gue jemput adik gue dulu. Terus gimana, sama titipan gue?”

NOT YOU || BROTHERSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang