Bab [39] End of Coma

2.2K 136 5
                                    

“Bukankah ini aneh?”

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Bukankah ini aneh?”

Tap!

Ajun bergabung dengan teman-temannya. Dia duduk di samping Tito dan tepat di depan Rizvan.

Rizvan menatap Ajun dengan sorot penuh tanya. Dia sampai tidak jadi memasukkan pangsit ke dalam mulutnya. “Aneh kenapa, Bang?” tanya Rizvan.

Tak!

Ajun, Rizvan, Rivan dan Rio dengan kompak menatap Tito. Pemuda pemilik lesung pipi itu baru saja mematahkan sumpit di tangannya. Memang, tenaga seorang Tito itu tidak main-main. Dia terlalu semangat mengaduk mi gacoan yang dia pesan pada Ibu kantin.

“Bang, itu sumpit ketiga yang Abang patahin minggu ini,” kata Rio yang sudah tidak habis pikir dengan kakak tercintanya ini.

Hayulu, Abang nyuci piring lagi,” kata Rivan. Meski satu kelas, Tito tetap lebih tua empat bulan darinya.

Tito hanya bisa cengengesan sembari diam-diam membuang sumpit yang patah ke tempat sampah di sampingnya. Jangan sampai Bu Ratmi—ibu kantin—tahu kalau aset jualannya dihancurkan olehnya lagi. Bu Ratmi tidak marah, paling Tito disuruh cuci piring.

“Aneh kenapa, Bang?” tanya Rizvan yang masih kepo dengan maksud ucapan Ajun. Dia sudah bodo amat dengan kelakuan Tito, karena terlampau biasa melihat kejadian serupa.

“Kak Ayu tidak terlihat sejak dua minggu lalu. Kalau minggu pertama, it’s okay. Karena kata Bang Deva, Kak Ayu liburan sama Bang Adit.”

“Kenapa Abang kayak gak suka gitu pas nyebut Bang Adit?” goda Rivan yang sedang berusaha menyuapi adiknya tersayang. Siapakah dia? Tentu saja Rizvan. Adiknya itu terlalu berlagak cuek. Padahal, mah, saat sakit merengeknya macam anak kecil minta permen.

“Ogah! Bekas jigong lu,” tolak Rizvan membuat kakaknya berdecak kesal.

“Eh! Kurang ajar, ya, Lo sama Abang!” ketus Rivan. “Abang aduin ke Mami nih!”

“Dih!” Dengan sangat amat terpaksa, Rizvan menerima suapan Rivan. “Kang ngadu!”

“Biarin! Wlee!”

“Ini kembar beda tahun bener-bener.” Tito gemas dengan dua bersaudara yang selalu saja meributkan hal sepele. Sok idih, padahal dia kalau dengan Rio pun begitu. No gelut no life, katanya.

“Gak ada alasan khusus sih. Gue masih agak kesel aja, ternyata Kak Ayu udah nikah,” kata Ajun sembari mencebikkan bibirnya.

“Ya udah sih, udah tiga tahun juga. Masih aja kesel. Gagal move on, dih!” ejek Rio yang kadang punya mulut julid-nya nauzubillah.

“Eh, tetapi ... yang dibilang Bang Ajun ada benarnya juga,” celetuk Rivan yang sudah selesai gelut dengan sang adik. “Kak Ayu pernah bilang kalau jatah cutinya udah abis buat jaga Bang Juan waktu itu, ‘kan?”

END || Reckless [18+]Where stories live. Discover now