Bab [46] Second Chance For Aditya

1.9K 124 20
                                    

Aloooooohaaaaaaa
💜💜💜💜💜💜💜

Gimana kabar? Kudu sehat dong, ya🥰

Btw, buat kalian yang penasaran sama alasan Tiana ke Indonesia, atau kalian yang gak paham siapa Tiana dan kenapa Tiana sampai memiliki impact yang besar buat cerita ini, bisa dicek di cerita gue yang judulnya Serendipity sama Serendipity : Our Universe

Di sana kalian bakal tau alasan kenapa Tiana muncul di cerita ini. Dan kalian bakal tau gimana bucinnya Min Yoongi sama bininya😭

Kan, malah promosi🤣

.
.
.
.
.
.
.

Selamat membaca
💜💜💜💜💜💜💜

.
.
.
.
.
.
.

“Sekali lagi saya tekankan pada Anda, saya tidak akan menceraikan Masayu, kecuali dia sendiri yang memintanya

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.

“Sekali lagi saya tekankan pada Anda, saya tidak akan menceraikan Masayu, kecuali dia sendiri yang memintanya.”

Andai Janu tidak menahannya, mungkin sekarang Aditya sedang menghabisi tua bangka yang tiba-tiba datang, kemudian memintanya untuk menceraikan Masayu. Jelas saja Aditya menolak mentah-mentah hal tersebut. Baru saja dia sadar dengan perasaannya, mana mungkin dia menceraikan wanita yang dia cintai.

Sadewo tersenyum miring. Dia telah menduga jawaban dari Aditya akan seperti ini. Jangan tanyakan lagi sejauh apa Sadewo mengetahui fakta tentang rumah tangga cucunya, Masayu dengan Aditya. Ibaratkan sebuah bangunan, rumah tangga cucunya ini hanya sebuah rumah dengan atap dan dinding tanpa adanya perabotan. ‘Rumah’ Masayu dan Aditya hanya terisi sebuah kehampaan yang semakin hari semakin mencekik penghuninya.

“Sepertinya kau sangat yakin kalau cucuku tidak akan menceraikanmu.” Sadewo menyesap lisongnya. “Apa kau yakin dengan itu, Anak muda?”

Aditya sontak terdiam. Dia sendiri tidak yakin dengan itu. Sejak pertengkarannya dengan Masayu tadi, dia jadi meragukan keyakinannya sendiri. Dia ragu kalau setelah ini Masayu tetap bertahan di sampingnya. Dia tahu kalau kesalahannya terlalu banyak dan sulit untuk dimaafkan.

Ribuan andai kembali menyerang benak Aditya. Satu andai yang paling keras seruannya, yaitu, andai dia bisa menerima Masayu dan pernikahan mereka, mungkin kini sudah ada duplikatnya dengan Masayu yang lucu-lucu. Mungkin yang terjadi kini tidak akan pernah terjadi. Aditya sungguh menyesali semuanya. Mau seribu kali, jutaan kali atau miliaran kali Aditya menyatakan penyesalannya, hal itu tidak akan mengubah apa pun karena semua telah terjadi.

“Kau diam berarti kau tidak yakin dengan ucapanmu sendiri.” Sadewo tersenyum mengejek. “Ternyata, ada yang lebih brengsek daripada Rahmani sialan itu.”

Atensi Sadewo tertuju kepada asisten pribadinya, Kanaya.

“Urus perceraian cucuku dengan bajingan ini dan pastikan mereka berpisah secepatnya,” titah Sadewo yang tidak ingin dibantah oleh siapa pun, kemudian bangkit dari duduknya. “Sepertinya aku sudah tidak ada keperluan lagi denganmu. Aku hanya ingin menyampaikan bahwa mulai sekarang, anggap bahwa kau dan cucuku tidak pernah memiliki hubungan apa pun.”

Sadewo melenggang pergi meninggalkan Aditya yang matanya telah memerah menahan tangis.

Bruk!

“Aku mohon ... jangan pisahkan aku dari Masayu.”

Tanpa disangka oleh siapa pun, Aditya menghalangi jalan Sadewo lalu berlutut di depannya dengan kepala tertunduk berlinang air mata.

“Aku mengakui segala dosaku kepada Masayu. Aku mengakui kebodohanku selama tiga tahun ini.” Aditya mendongak menatap wajah Sadewo. “Aku mengaku kalau aku terlalu mengedepankan ego, hingga membuat Masayu terluka sangat dalam.”

“Namun, sekarang aku sadar. Masayu adalah cintaku, dia adalah hidupku. Aku akan melakukan apa pun untuk mendapatkan maaf darinya,” sambung Aditya tanpa beringsut sedikit pun.

Kepala Aditya kembali tertunduk. Dia tidak bisa menahan tangis karena ketakutan yang luar biasa menyerang batinnya. Saat mendengar kata perceraian, Aditya sontak ketakutan setengah mati. Dia sangat takut kehilangan Masayu. Jika sampai hal itu terjadi, Aditya bingung hendak melakukan apa. Yang pasti, dia tidak akan bisa tenang seumur hidup.

Memang semua ini terjadi karena kebodohan Aditya sendiri. Dia terlalu takut memulai karena traumanya di masa lalu. Dia takut kalau Masayu seperti mantan kekasih sekaligus cinta pertamanya waktu SMA dulu.

Aditya dulu pernah terlalu mencintai seseorang, tetapi berujung dengan pengkhianatan. Dan kini dia takut kalau Masayu akan melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan mantan kekasihnya. Aditya tidak buta untuk menyadari bahwa banyak orang yang diam-diam mencintai Masayu—kecuali Ajun, karena pemuda sialan itu secara terang-terangan memperlihatkan cintanya kepada Masayu.

Janu lupa caranya berkedip. Dia tidak menyangka dengan apa yang sedang dilakukan oleh Aditya sekarang. Bisa-bisanya manusia dengan ego yang tingginya bersaing dengan Burj Khalifa di Dubai, duduk bersimpuh memohon untuk diberikan kesempatan kedua. Tindakan Aditya ini benar-benar membuat Janu yakin jika dia memang serius dengan ucapannya. Aditya serius dengan ucapannya tentang balik memperjuangkan Masayu.

Sadewo menatap datar Aditya. “Apa kau serius dengan ucapanmu itu, Anak muda?” tanya Sadewo dengan intonasi sedingin Kutub Utara.

Aditya langsung mendongak menatap Sadewo lagi. “Iya, aku benar-benar serius. Aku ingin memperjuangkan Masayu, seperti dia memperjuangkan cintanya selama ini,” kata Aditya dengan mantap.

Sadewo menatap Aditya cukup lama hingga akhirnya dia menghela napas panjang. Ia sendiri tidak paham, kenapa anak dan cucunya menjalani kisah cinta yang begitu rumit. Jika saja dia lebih awal menemukan Masayu dan Juan, mungkin tidak akan terjadi seperti ini. Atau yang lebih jauh lagi, jika saja dia berhasil menjauhkan Rahmani sialan itu dari anaknya, pasti semua penderitaan ini tidak akan terjadi.

Akan tetapi, kembali lagi kepada takdir. Semesta menginginkan Adnan dan Azhari bertemu lalu menikah, kemudian hadirlah Masayu dan Juan. Semesta pun menginginkan jika Masayu dan Aditya bertemu kemudian menjalani kisah cinta yang cukup rumit. Demi Allah, Sadewo tidak mengerti permainan takdir yang sebenarnya sangat sederhana. Namun, entah kenapa semua terasa rumit ketika dijalani.

Sadewo membantu Aditya untuk bangkit. Dia merapikan kemeja serta menepuk-nepuk pundak Aditya. Sorot mata tajamnya tertuju kepada cucu mantunya ini.

“Aku tidak suka melihat cucu mantuku ini memohon seperti barusan.”

Aditya membeku mendengar ucapan Sadewo.

“Apa? Bukankah itu yang kau mau? Mengizinkanmu memperjuangkan Masayu.”

Sorot mata Aditya berbinar-binar.

Sadewo tersenyum sembari menepuk pundak Aditya, tanda dia memberi semangat untuknya. “Aku memberikanmu satu kesempatan untuk memperbaiki rumah tanggamu dengan Masayu,” ujar Sadewo tanpa melunturkan senyumnya.

“Akan tetapi....” Raut wajah bersahabat Sadewo berubah menjadi menyeramkan. “...jika kau menyia-nyiakan kesempatan dariku ini, aku pastikan kau akan kehilangan Masayu untuk selamanya.”

“B—baik, Tuan.”

Sadewo tersenyum tipis kemudian melenggang pergi. Sebelum pergi, dia menepuk pundak Aditya lagi.

“Dan belajarlah memanggilku dengan sebutan ‘Kakek’. Itu berlaku untukmu juga, Manusia pucat!” kata Sadewo sembari menunjuk Janu yang sedang asyik melamun.

“Ha? Oh, baiklah, Tuan—maksudku, Kakek.” Janu gelagapan. Otaknya masih belum memroses secara penuh apa yang sedang terjadi. Dia terlalu asyik melamun sampai melewatkan drama barusan. Dan apa tadi? Manusia pucat? Oh, siapa pun tolong bisikkan kata sabar untuk si Kucing kutub. Takutnya dia khilaf mencakar wajah Sadewo.

“Bagus.”

Kali ini Sadewo benar-benar pergi meninggalkan ruangan Aditya disusul oleh Kanaya.

Sepeninggal Sadewo, Aditya meluruh ke lantai. Perasaannya langsung lega karena mendapatkan kesempatan dari kakek sang istri.

“Aku bangga padamu, Dit.”

.
.
.
.
.
.
.

“Semua orang berhak bahagia. Termasuk kalian.”

***

Bersambung....

END || Reckless [18+]Место, где живут истории. Откройте их для себя