Bab [48] Crazy Youths

1.5K 93 4
                                    

Hehe, halo👋🏻

.
.
.
.
.
.
.

“Menurut Lo, kita harus gimana, Bi?”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Menurut Lo, kita harus gimana, Bi?”

Abi meneguk air mineralnya hingga tandas. Dia meremas botol mineralnya kemudian melempar benda tersebut ke tempat sampah.

“Balik lagi ke kalian berdua.” Abi menatap Radeva dan Nathan bergantian. “Mau atau enggak sama sekali.”

“Bukanya itu yang kalian tunggu sejak tahu masalah Kak Ayu sama Bang Adit?” imbuh Abi lalu memperhatikan gerakan tari Dyo dan Zayyan, kira-kira sudah sinkron atau belum.

Nathan dan Radeva kompak terdiam, bingung hendak merespons ucapan Abi seperti apa. Kalau mau, tentu mereka mau-mau saja memperjuangkan perasaan mereka kepada Masayu. Apalagi Radeva, dia memiliki privilage dalam mendekati Masayu. Sementara untuk Nathan, langkahnya cukup berat karena dia belum terlalu dekat dengan Masayu. Namun, bagaimana pun pilihan keduanya untuk maju atau tidak adalah hal yang sangat sulit, tidak bisa diputuskan berdasarkan perasaan atau apa pun itu. Merebut milik orang itu juga membutuhkan seni tersendiri.

“Masih belum bisa memutuskan?”

Dyo dan Zayyan datang kemudian bergabung dengan ketiga sahabat mereka yang sedang istirahat di salah satu sudut ruang tari. Hari ini selepas melakukan kewajiban sebagai mahasiswa PLP 2, para cogan PBSI kompak berlatih tari di ruang tari milik Ajun. Mereka menyewa, btw.

“Belum, nih. Goblok emang,” kata Abi yang sudah terlampau geram dengan diamnya dua kerucil di depannya ini.

“Kalau kalian gak mau, ya, gue pun mau-mau aja maju buat merebut Kak Ayu dari tangan Bang Adit,” celetuk Zayyan yang langsung mendapat tanda kasih sayang dari Dyo, sahabat tersayangnya.

“Goblok!” umpat Dyo. “Lo gak diajak. Lagian gue kasihan sama Kak Ayu kalau dapat pasangan modelan elu.”

“Emang gue kenapa?” sungut Zayyan. “Keturunan keluarga Al-Farabi itu pasti tampan dan setia.”

“Jadi, menurut Lo keluarga Pradipta enggak, gitu?” sahut Radeva kesal.

“Nyatanya, Abang Lo ngentiaw sama janda anak dua. Idih banget,” cibir Zayyan. “Emang, ya, janda itu punya pesona tersendiri.”

“Anjing, ngentiaw gak tuh,” gelak Dyo.

“Kalian berdua kalau gak kasih solusi mending diem deh,” ketus Abi, “bukannya bantu, malah nyerocos kek gak punya adab—tapi emang sih, janda tuh ada magnet tersendiri, Anying!”

“Bangsat!” umpat Dyo dan Zayyan sembari menendang bokong Abi, hingga pemuda tersebut terjerembap dengan tidak elitenya. Mereka berdua terlampau kesal dengan Abi, pasalnya satu hal yang paling mereka—bahkan Radeva, Nathan dan beberapa orang—takuti adalah melihat wajah serius dan wajah garang Abi.  Kalau Abi sudah dalam mode serius, tidak ada yang berani menyela ucapan atau kegiatan yang sedang dia lakukan.

“Jujur....”

Perdebatan tidak penting yang terjadi antara Abi, Dyo dan Zayyan langsung terhenti. Fokus mereka tertuju kepada Nathan, begitu pun Radeva. Sementara Nathan sendiri mendongakkan kepala, memerhatikan wajah teman-temannya.

“...gue mau-mau aja buat maju. Karena sebenarnya....” Nathan menelan ludah. “...gue beneran jatuh cinta sama Kak Ayu, sejak pandangan pertama. Maaf.”

Kepala Nathan tertunduk dalam. Entah kenapa dia merasa bersalah setelah mengungkapkan perasaannya tentang Masayu kepada teman-temannya. Apalagi dia tahu betul bagaimana Radeva selalu memuja Masayu dalam diam. Dia tahu betul kalau sejak dulu alasan Radeva tidak memiliki kekasih bukan karena trauma atau punya kelainan, tetapi karena si bodoh Radeva jatuh cinta pada istri kakaknya.

Konflik macam apa yang sedang terjadi di sini? Apa karena Masayu tokoh utama dalam cerita, dia menjadi incaran banyak lelaki termasuk Nathan dan Radeva. Bahkan Ajun, si pemuda yang masih ingusan itu terus mengoceh tentang bagaimana dia mencintai Masayu dengan gayanya sendiri.

Apa pun itu, menurut Nathan, Masayu pantas untuk diperebutkan. Perempuan berhati baja itu memiliki ketulusan serta kebaikan yang berbeda dengan lainnya. Nathan tahu di luar sana banyak wanita baik yang lebih segala-galanya dibandingkan dengan Masayu. Namun, ketika hati telah mencatat dan terus membisikkan satu nama yang sama secara terus-menerus, Nathan bisa apa?

“Kenapa Lo minta maaf, Than?” celetuk Radeva, “gue udah tahu kali! Gak usah sok sungkan begitu. Geli, Anjing!”

“Kalian ini,  astagfirullah.” Dyo memijat pangkal hidungnya. “Jarang publikasi perasaan. Sekalinya publikasi, eh, mencintai satu perempuan yang sama—”

“Mana perempuannya udah nikah!” sambar Zayyan. “Eh, tapi kalau merebutkan perempuan seperti Kak Ayu, gue mah mau-mau aja.”

“Persetan dengan gelar perebut istri orang yang bakal gue dapat nantinya. Ya ... setimpal-lah sama yang gue dapat,” imbuh Zayyan.

“Kok gue merasa dejavu, ya?” gumam Dyo.

“Apa pun keputusan kalian, gue bakal dukung.” Abi menepuk pundak Nathan dan Radeva, kemudian Dyo dan Zayyan. “Ayo latihan sekali lagi. Habis itu gue mau jenguk Kak Ayu.”

“Eh, iya. Kak Ayu hari ini udah dibawa pulang, ‘kan?” sahut Zayyan yang diangguki oleh Radeva.

“Gue ikut. Tadi Mami nitip sesuatu buat Kak Ayu,” ucap Dyo.

“Oke.”

.
.
.
.
.
.
.

“Semua orang berhak bahagia. Termasuk kalian.”

***

Bersambung....

END || Reckless [18+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang