Bab [54] A Father's Longing

975 82 3
                                    

Annyeong, Yeorobun
💜💜💜💜💜💜💜

.
.
.
.
.
.
.

Semoga kalian sehat selalu💜

.
.
.
.
.
.
.

“Apa maksudmu dengan ‘bermesraan’, Mas?”

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Apa maksudmu dengan ‘bermesraan’, Mas?”

Masayu melontarkan tatapan merendahkan, yang tentu saja dia tunjukkan kepada Aditya. Perkara Juan, Radeva atau yang lain melihatnya, itu urusan belakangan. Sekarang Masayu hanya ingin menenangkan gejolak emosi dalam dirinya.

“Aku tidak serendah itu untuk berselingkuh, atau bahkan bercinta dengan sahabatmu sendiri, Mas,” ujar Masayu lantas tersenyum miring.

Masayu melihat perubahan ekspresi Aditya. Wajah pria angkuh itu memucat. Sepertinya dia takut kalau Masayu mengendus kebusukannya. Padahal, tanpa diberitahu pun dia sudah tahu. Bahkan seperti yang kalian tahu, Masayu ada di tempat kejadian perkara. Dia mendengar semua desahan dari dua bajingan, yang sialnya sangat berarti dalam hidup seorang Masayu Asmaradanta Rahmani. Yang satu pria yang dia cintai, yang satu sahabat tersayang tempat dia mencurahkan seluruh unek-uneknya.

Sungguh tidak beruntung nasib Masayu karena mengenal dua manusia bernama Aditya dan Arini. Karena sudah terlanjur, mungkin ini bakal menjadi pembelajaran bagi Masayu ke depannya, agar berhati-hati dalam mempercayai seseorang. Karena pada dasarnya, jangan mempercayai siapa pun—bahkan bayangan kita sendiri.

Zaman sekarang, hanya dua yang boleh kita percaya, yaitu, Allah dan diri sendiri. Sisanya boleh-boleh saja menaruh kepercayaan, tetapi kudu siap dengan konsekuensi. Salah satu konsekuensi mempercayai manusia biasa adalah pengkhianatan. Jadikan Masayu sebagai contoh. Lihatlah bagaimana ketika kita terlalu menaruh harap kepada manusia. Memang tidak semua, tetapi yang begitu pasti manusia biasa.

“K—kau melantur, Ay?” Aditya gugup.

“Tidak tuh.”

Masayu berucap kemudian melenggang pergi mengembalikan kotak obat ke dalam rumah. Namun, sebelum benar-benar pergi, Masayu melirik Aditya sebentar.

“Kenapa kau gugup, Mas?” tanya Masayu dengan ekspresi yang sangat sinis. “Kau ... tidak sedang berselingkuh atau bercinta dengan sahabatku, ‘kan?”

Setelahnya Masayu benar-benar masuk ke dalam rumah, menunaikan niatnya mengembalikan kotak obat.

Arjuna yang sejak tadi diam, kini malah full senyum. Dia bangkit dan berdiri tepat di samping Aditya.

“Kau mendengarnya, Dit? Masayu tidak serendah itu untuk berselingkuh, atau bahkan bercinta dengan sahabat suaminya sendiri,” bisik Arjuna dengan nada yang begitu mengejek. “Kalau kataku, sih, bersiaplah.”

***

“Aku akan terus mencintaimu, Na. Dulu, sekarang dan selamanya.”

“Aku juga akan terus mencintaimu, Mas. Selalu akan mencintaimu.”

Buliran air mata menetes tanpa permisi. Adnan tidak tahu dia harus melakukan apa lagi untuk menemukan Masayu dan Juan. Bahkan meskipun ia telah menempuh jarak ratusan kilo meter, yang didapat hanya kehampaan. Relung hatinya begitu kosong, mendambakan kehadiran kedua anak dan mendiang istrinya. Keluarga kecil yang dulu disia-siakan, kini sangat ia rindukan. Kalian tahu apa yang lebih konyol? Sejak lima belas tahun lalu, dia tidak tahu di mana makam Azhari berada.

Haha, iya. Adnan memang sebodoh itu. Dia tidak tahu bahwa makam sang istri sudah dipindahkan. Karena seingatnya, dulu makam Azhari berada di area makam keluarga Rahmani di Yogyakarta. Ternyata, setelah Adnan minggat bersama selingkuhan sialannya, Sadewo memindahkan makam sang putri tanpa bicara apa pun dengan Adnan—sang menantu.

“Dosaku terlampau banyak, Na. Maafkan aku, Na, maafkan aku,” lirih Adnan sembari memandang foto usang dalam pigura, yang dia simpan dengan sangat baik. Dia memohon ampun atas kesalahannya di masa lalu.

Adnan merasa bahwa secara tidak langsung dia yang membunuh Azhari. Dia lupa bahwa istrinya itu memiliki kesehatan jantung yang cukup buruk. Ditambah lagi asma akut yang Azhari derita sejak kecil.

Saat mendapati istrinya terkena serangan jantung, dengan bodoh, Adnan malah mengabaikannya. Dia mengira bahwa Azhari hanya ingin menarik perhatian, dengan memanfaatkan fakta bahwa jantungnya agak bermasalah. Ketika Masayu dan Juan kecil datang lalu mengguncang tubuh Azhari, tetapi tidak ada respons apa pun, Adnan sadar bahwa sang istri tidak sedang berakting. Malang bagi Adnan. Dia terlambat membawa Azhari ke rumah sakit. Perempuan itu memilih untuk menyerah dengan tertidur selamanya.

Adnan tidak bisa menahan desakan tangis yang menyerangnya. Dia menangis tersedu-sedu sembari memeluk erat foto usangnya, bersama tiga orang yang menjadi sang belahan jiwa. Seorang lelaki menangis seperti anak kecil dengan penyesalan sedalam samudra. Walaupun bergelimang harta, Adnan merasa sangat kesepian. Gangguan tidur karena terus memikirkan dosa masa lalu, membuat Adnan harus mendatangi psikiater untuk menenangkan jiwanya.

Entah sampai kapan Adnan akan menghadapi penderitaan semacam ini. Tidak ada yang bisa dia salahkan di antara banyaknya manusia di dunia. Karena memang semua yang terjadi atas kesalahannya sendiri. Juga, mungkin ini semua adalah karma untuknya yang tidak bisa menjaga janji kepada mendiang istri, dan menjadi ayah yang buruk bagi kedua anaknya.

Setelah sekian lama meninggalkan Indonesia, baru hari ini dia kembali menginjakkan kaki di tanah kelahiran sang istri, yaitu, Surabaya. Kota di mana menjadi saksi bersatunya dua manusia yang saling mencintai. Juga kota di mana menjadi saksi di mana Azhari memilih melepas nama keluarga Aksara, demi bersama dengan seorang lelaki bernama Adnan Jauza Rahmani.

“Paman,” panggil Liam sembari mengusap pundak Adnan.

“Aku sangat berdosa, Liam. Dosaku terlalu besar, sampai membuat Allah menghukumku. Allah tidak mengizinkan aku untuk bertemu dengan Masayu dan Juan. Padahal aku sangat merindukan mereka, aku ingin mendapat pengampunan dari kedua anakku, Liam.”

Liam merengkuh pundak Adnan, memeluk pria paruh baya yang sudah seperti ayahnya sendiri. Selalu seperti ini di setiap malam yang Adnan jalani beberapa tahun ke belakang. Sembilan tahun dia mengenal Adnan, Liam tahu bahwa pria dalam pelukannya ini tengah meratapi penyesalan seumur hidup. Adnan akan mengerahkan seluruh tenaga dan harta untuk menemukan dua berlian hidupnya, Masayu dan Juan. Bahkan jika diperlukan, Adnan bersedia memberikan nyawanya sendiri demi bertemu dengan kedua buah hatinya.

“Aku gagal, Liam. Aku gagal sebagai suami dan sebagai ayah. Aku gagal. Aku yang seharusnya menjadi cinta pertama Masayu, malah menjadi orang yang paling menyakitinya. Aku yang harusnya menjadi figur pahlawan untuk Juan, malah menjadi bajingan sejati yang melukainya. Aku gagal, Liam, aku gagal,” oceh Adnan dengan kalimat-kalimat penyesalan yang selalu ia ucapkan setiap hari.

“Tidak, Paman. Kau tidak gagal. Tuhan masih memberi Paman kesempatan untuk bertemu dengan Nona dan Tuan muda,” ujar Liam.

Adnan menatap Liam. “Apa maksudmu?” tanya Adnan.

Liam melempar senyum bahagianya. “Aku berhasil menemukan Nona dan Tuan muda, Paman. Mereka ada di kota ini, di Surabaya.”

.
.
.
.
.
.
.

“Semua orang berhak bahagia. Termasuk kalian.”

***

Bersambung....

END || Reckless [18+]Where stories live. Discover now