13.🦋

10.5K 950 37
                                    

"Sial, sial, sial! Aku hampir saja menabraknya, dan semuanya berakhir sia-sia! Aku tidak terima ini!" geramnya sembari memukul-mukul stir mobilnya dengan brutal.

Keadaannya tidak karuan. Rambut acak-acakan, wajah yang begitu pucat, dan juga pakaiannya yang begitu lusuh. Ia sudah seperti seseorang yang tidak pernah terurus. "Aku ingin membunuhnya," isak tangis kini keluar dari bibirnya.

"Aku benar-benar ingin membunuhnya," ia menangis dengan membenturkan kepalanya ke stir mobil. Ia sengaja menghentikan mobilnya dipinggir jalan yang sepi.

"Tunggu aku, aku akan membunuhmu dan juga anak sialan mu itu," ujarnya dan sedetik kemudian tertawa terbahak-bahak dengan air mata yang meluruh membasahi pipi tirusnya. Mata dengan lingkaran hitamnya itu memancarkan kebencian yang begitu sangat kentara sekali.

"Tunggu saja, aku ingin membalas semuanya," gumamnya dengan sesekali tertawa dan menangis.

🦋🦋🦋🦋

Berjalan menuju rumahnya, Prince mengedarkan pandangannya ke segala arah. Jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah dua malam. Ia baru saja selesai rapat. Membereskan masalah yang ditimbulkan oleh si penghianat itu. Nyatanya semua itu tidak dapat dirinya bereskan dengan cepat. Butuh waktu lagi untuk membereskan kekacauan itu.

Dengan langkah gontai Prince berjalan menuju kamar Lucas terlebih dahulu, ia membuka pintu kamar Lucas dengan perlahan takut menimbulkan suara yang nantinya akan membuat Lucas terganggu dalam tidurnya.

Prince dapat melihat tubuh kecil Lucas yang terbaring di kasur dengan selimut yang menyelimutinya. Pria kecilnya itu tertidur dengan sangat nyenyak. Prince mengelus kepala Lucas dengan perlahan lalu mengecup keningnya.

"Ayah janji akan membuat dirimu bahagia. Membuat ibumu tetap bersama kita, dan mencegah dirimu mempunyai penyakit sialan itu, yang membuat dirimu kesulitan," bisik Prince ditelinga Lucas.

Setelah puas melihat pria kecilnya itu. Prince keluar dengan hati-hati, ia berjalan menuju kamarnya dan Deluna. Dapat dirinya lihat Deluna sudah tertidur dengan nyenyak. Menaruh tas kerjanya di tempatnya, Prince berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu.

Selesai dengan membersihkan diri, Prince berjalan ke arah tempat tidur. Ia memeluk Deluna dengan erat. Mengecup keningnya beberapa kali sampai membuat tidur Deluna terusik, perlahan Deluna membuka matanya dan yang pertama kali dirinya lihat adalah wajah tampan milik Prince. Tersenyum lebar melihat sang suami yang sudah pulang, Deluna langsung memeluk leher Prince dengan sedikit erat.

"Aku rindu sekali," gumam Deluna dengan mengeratkan pelukannya.

Prince mengelus kepala Deluna, "maaf. Kau tahu aku tengah sibuk mengerus perusahaan ku agar kembali stabil," ujar Prince.

"Aku tahu." Deluna melepaskan pelukannya di leher Prince.

"Ada masalah?" tanya Prince ketika melihat raut wajah Deluna yang terlihat sedikit ketakutan.

Deluna buru-buru menoleh, "a-aku takut," jawab Deluna dengan gemetar.

"Ada apa? Apa yang membuatmu takut?"

"Tadi saat aku dalam perjalanan pulang setelah berbelanja, tiba-tiba saja ada mobil yang ingin menabrak dari arah depan," ucap Deluna. Tak dapat dipungkiri jika dirinya sedikit takut dengan kejadian tadi.

Kening Prince mengerut samar, "apa yang? Kau baik-baik saja bukan?" Prince bangkit dari tidurnya dan membawa tubuh Deluna agar menghadap dirinya. Dengan teliti Prince memeriksa seluruh tubuh Deluna memastikan apakah ada luka atau tidak.

"Aku tidak apa-apa, tidak terluka sama sekali. Hanya saja aku sedikit syok dan juga takut dengan kejadian tadi." Deluna memegang tangan Prince dengan lembut.

"Aku harus segera mencari tahu siapa pelakunya! Itu tidak bisa dibiarkan. Dia hampir saja membuatmu meregang nyawa," geram Prince sembari mengambil ponselnya yang ia taruh di meja samping tempat tidur.

Buru-buru Deluna menggeleng. "Tidak, tidak, tidak. Aku bisa menyelesaikannya sendiri, jangan ikut campur," ujarnya.

"Apa? Jangan ikut campur?" Prince mengangkat kedua alisnya sembari memandang Deluna dengan tatapan rumit.

"Iya, aku yakin aku bisa menangkap dia," balas Deluna.

"Deluna! Jangan egois! Kau tahu? Kau tidak sendiri sekarang! Ada aku, kau pikir aku ini tak berguna? Sekarang kau tidak sendiri, ada aku, suamimu," suara Prince naik satu oktaf. Prince merasa kecewa dengan pola pikir Deluna, apa selama ini dirinya tak berguna? Atau apakah mimpi buruk itu akan terulang kembali?

"Prince, aku mohon. Aku hanya ingin menyelesaikannya sendiri," mohon Deluna. Tanpa sadar juga dirinya memanggil suaminya itu dengan namanya saja tanpa embel-embel 'mas'.

"Aku ini suamimu, Deluna! Kau hanya perlu lapor padaku apa yang sudah terjadi kepadamu atau Lucas dan aku akan langsung mengurusnya. Jangan egois!"

Setelah mengatakan itu Prince pergi dari kamarnya dan pergi menuju kamar Lucas. Ia tak habis pikir dengan cara berpikiran Deluna, padahal Prince sudah berkata diawal jika Deluna harus selalu jujur padanya apapun keadaannya. Bukan seperti ini. Ingin menyelesaikan sendiri masalahnya? Apa Deluna benar-benar tidak menganggapnya.

Deluna termenung. Setelah kepergian Prince ia kembali mengulang kata-katanya tadi yang ia ucapkan kepada Prince di otaknya. Apa Deluna salah mengatakan hal itu? Deluna hanya ingin membuat Prince tidak memikirkan sesuatu, dan dirinya hanya ingin dirinya sendiri yang menyelesaikan semua masalahnya.

Dan juga, Deluna ingin melindungi Prince dari Agus tanpa memberitahu Prince tentang semuanya. Apa dirinya juga salah? Pikiran Deluna berkecamuk di dalam otaknya.

Deluna ingin melakukannya sendiri, melindungi suaminya, melindungi anaknya, dan mencari siapa yang ingin mencelakainya. Apa ia juga salah tentang itu? Dan lagi-lagi semua itu tidak dirinya diskusikan dengan Prince.

Lelah dengan pikirannya Deluna membaringkan tubuhnya kembali dan menutup matanya. Ia sungguh lelah dengan semua permasalahannya, permasalahan yang datang bertubi-tubi kepada dirinya.

🦋🦋🦋🦋

"Ibu, Ayah, kalian kenapa?" tanya Lucas merasa heran dengan keheningan yang kedua orang tuanya ciptakan. Tak seperti biasanya.

"Tidak apa-apa. Kau lanjutkan saja makannya," jawab Prince sembari mengelus kepala Lucas dengan sayang.

Kening Lucas mengerut samar. "Dan kenapa Ayah duduk di dekat Lucas? Tak seperti biasanya yang duduk di samping Ibu," ujar Lucas kembali melayangkan pertanyaan.

Prince tersenyum lembut, dengan sabar kembali menjawab pertanyaan dari anaknya, Lucas. "Ayah hanya ingin duduk di sini menemani Lucas."

"Tapi, Lucas merasa ane-"

"Sudah Lucas tidak apa-apa. Kembalilah makan," potong Deluna dengan senyuman lembutnya.

Akhirnya Lucas mengangguk lalu kembali memakan makanannya dengan pikiran berkecamuk. Ah, mungkin saja memang seperti apa yang dikatakan sang Ayah. Tapi, dirinya juga senang Ayahnya itu menemaninya di sisinya.

"Lucas, Ibu tidak bisa menemanimu ke sekolah sekarang, apa tidak apa-apa?" kata Deluna ketika dirinya dan keluarganya itu sudah selesai sarapan.

Bibir mungil Lucas melengkung ke bawah. "Kenapa?" tanya Lucas dengan sedih.

"Ibu hanya ingin beristirahat di rumah," jawab Deluna dengan mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan tinggi tubuh Lucas.

"Yasudah, tidak apa-apa," jawab Lucas dengan lesu.

"Maaf sayang, nanti pasti Ibu jemput ketika kau sudah pulang," ujar Deluna dengan menggesek-gesek hidungnya dengan hidung Lucas.

"Iya Ibu, aku pergi dulu." Lucas berlari ke luar dengan melambai tangannya ke arah Deluna.

"Iya hati-hati," teriak Deluna.

Prince juga menyusul Lucas yang sudah berjalan pergi menuju mobilnya. Dan dirinya juga tidak berpamitan pada Deluna, Prince hanya ingin membuat Deluna memikirkan kata-katanya tadi malam. Prince akan membiarkan Deluna introspeksi.

Melihat itu Deluna menghela napas lelah.

TBC

This Our Destiny (Repost)Where stories live. Discover now