Pesan Whatsapp

315 79 410
                                    






"Pake nasi biar kenyang."

Tunggu sebentar, ini masih tanggal muda 'kan?

Bukankah agenda makan mie instan pakai nasi hanya berlaku saat tanggal tua saja di rumah ini?

Kedua remaja yang baru saja keluar dari kamarnya melongo mendengar perintah sang ibu. Ini memang bukan pertama kalinya Winter memerintahkan anak-anaknya untuk menjadikan mie instant sebagai lauk. Tetapi bukankah ini terlalu cepat? Ini masih awal bulan, hey!

"Oh iya Kak, tolong potongin ini jadi empat ya," pinta Winter sambil menyodorkan sebutir telur rebus yang sudah dikupas.

"I-iya Mam," sahut Ina, lalu dengan cepat menatap Izam seolah bertanya : Mama kenapa?

"Mama kan sekarang pengangguran," jawab Izam sambil berbisik.

Ina hanya mengangguk sambil memotong sebutir telur itu menjadi empat bagian sama rata.

"Cepetan dong kamu tuh!" omel Winter ketika Iel baru saja keluar dari kamar mandi.

"Sabar dong orang baru jam enam lewat dua puluh lima menit." Iel memanyunkan bibirnya, tak terima diomeli Winter.

"Kamu masuk jam tujuh, Dek," sahut Winter sambil membuka handuk yang membalut tubuh Iel.

"Mama aku cuma pake kancut loh ini. Malu ada Mas Izam." Iel mencoba menutupi tubuhnya dengan kedua lengannya.

Winter tak membalas ocehan Iel, ia hanya fokus memakaikan seragam bocah itu.

"Dih-dih, lagian Mas juga tertarik buat liat, Dek," ucap Izam.

"Ya tetep aja malu, aku kan udah remaja, Mas."

"Masa udah remaja masih ngompol sih, Dek," ledek Ina.

"Itu kan gak sengaja, Dedek kira beneran udah di kamar mandi ternyata itu cuma mimpi." Iel membela diri.

"Halah, alesan!" Ina memeletkan lidahnya, semakin menyulut emosi Iel.

"Udah-udah, jangan berantem."

"Oh iya Dek, abis ulangan kamu pindah sekolah ya, ke sekolah negeri. Kakak juga SMA-nya di negeri aja, terus kamu Mas, coba ikutan tes beasiswa siapa tau dapet," cerocos Winter, secara tak langsung ia menjelaskan kondisi ekonominya kepada tiga anaknya.

"Iya."

"Wokeh!"

"Otey Mama cantik."

*****

"Akhir-akhir ini aku gak bisa fokus belajar," keluh Septi kepada teman-temannya.

"Mungkin karena kamu terlalu mikirin tentang rumah kamu yang kebakaran itu," sahut Ninda sambil mengusap punggung Septi sekilas, berusaha memenangkannya.

"Aku penasaran deh, siapa yang tega bakar rumah kamu, Septi. Kamu punya musuh?" sela Iel, memanipulasi.

Septi menggelengkan kepalanya cepat. "Nggak deh perasaan."

"Emmh ... gitu. Kalo kamu Ninda kenapa murung kaya gitu?" tanya Iel.

"Aku khawatir nilaiku akan jelek, karena katanya PAS kali ini akan menggunakan sistem tes lisan." Ninda membuang napasnya kasar.

"Kamu mah suka panik duluan sih, coba kamu tenang, pasti bisa kok." Septi menyemangati.

"Bagus! Kalo kalian kaya gini nilai Elza pasti jelek," batin Iel.

*****

Hari ini genap empat hari sudah Ayu tidak bersekolah. Ia mengeluh sakit ulu hati dan sering mimisan kepada orang tuanya. Selain itu, Ayu juga mengeluhkan perubahan suana hati yang drastis.

Tetapi kata dokter ia baik-baik saja, tentu hal ini memicu kemarahan kedua orang tuanya. Mereka beranggapan bahwa Ayu hanya mencari perhatian dan alasan untuk bolos sekolah saja.

"Kenapa gak ada yang percaya sama aku?"

"Bapak sama ibu cuma peduli dengan karirnya mereka, kapan mereka peduli sama aku?"

Ayu mengacak rambutnya kasar, ia sudah muak dengan keadaan yang seperti ini.

Jika sudah seperti ini, biasanya ia akan meminum obat pemberian Iel. Obat itu sangat membantunya. Ya walaupun memiliki efek samping demam dan terkadang muntah darah. Tetapi obat itu menenangkan dan bahkan jika diminum dua tablet sekaligus ia akan tertidur selama dua hari dua malam.

*****

Hari ini Iel pulang sekolah dijemput oleh Winter. Kalau dipikir-pikir ada untungnya juga Winter menganggur, karena ketiga anaknya mendapatkan perhatian penuh darinya.

"Mama, kalo Mama meninggal dan Dedek masih di sini, gimana?" tanya Iel kepada Winter.

"Kok tiba-tiba nanya gitu sayang?" Winter balik bertanya.

"Semua yang bernyawa akan meninggal dan Mama bernyawa."

"Mungkin Dedek akan jadi perempuan yang dewasa dan mandiri."

"Tapi Dedek masih suka manja."

"Semuanya akan berubah jadi Ibu yang pergi."

Iel mengangguk paham. "Tapi kalo Dedek yang pergi dan Mama masih di sini gimana?"

....

*****

Terbaring di atas kasur sambil menatap kosong ke arah langit-langit kamar itulah yang sedang dilakukan Izam. Mungkin sekilas bocah ini sedang bermalas-malasan, tetapi sebenarnya ia sedang bepikir keras. Sangat keras.

Sebagai anak laki-laki satu-satunya sekaligus anak pertama, tentu Izam merasa punya tanggung jawab yang besar terhadap keluarganya. Terlebih lagi di saat sulit seperti ini.

Tetapi bagaimana caranya?

Izam hanyalah anak tujuh belas tahun yang tak punya pengalaman bekerja. Sedangkan lowongan kerja zaman sekarang kebanyakan  mengutamakan pengalaman kerja.

Ting!

Satu pesan dari satu chat.

+62 - xxx - xxxx - xxxx :

Halo kak! Kami dari perusahaan x ingin menawarkan pekerjaan part time.

Membaca itu Izam langsung terbangun dan segera membalas pesan tersebut.

Berbeda dengan kakaknya yang mendapatkan pesan singkat dari seseorang. Iel justru mengirimkan pesan singkat kepada beberapa orang menggunakan nomor palsu.

Anda sedang frustrasi? Gagal meraih sesuatu? Dan Anda berencana bunuh diri? Bergabunglah dengan kami! Anda akan punya pengalaman bunuh diri yang paling mengesankan.

Join: https://xxx.xxx

*****

Q : Thor kenapa sih kemarin pakai lagu Isyana padahal cast-nya aespa?

A : Yakali aku nyeritain orang mau cerai pakai lagu Next Level 😭

Genius | Misteri ✔Where stories live. Discover now