Pita Merah

263 61 367
                                    

Persetan dengan pertangkarannya dengan Winter tadi. Yang jelas, Izam sedang bahagia karena telah merasakan ciuman pertama yang ia definisikan rasanya itu seperti ngemut yupi bentuk lope.

Anak bujang itu terbaring di atas tempat tidurnya dengan senyum yang lebar. Menatap langit-langit kamarnya yang seolah-olah menampilkan wajah Fany.

Senyuman yang diberikan gadis itu sungguh membuat Izam terpesona. Sampai-sampai ia melupakan Sasya kekasihnya.

Nampaknya putra sulung Winter ini, mewarisi sifat playboy sang ayah. Karena ternyata Sasya bukanlah satu-satunya gadis yang dipanggil sayang oleh Izam.

Di ponsel Izam, terhitung ada lima gadis yang namanya diberi emoji love.

Namun di antara kelima gadis itu, hanya Fany yang berhasil mengambil first kiss-nya Izam. Gadis yang ia kenal hari ini karena pekerjaan aneh yang ia dapatkan.

"Beruntung banget gue hari ini. Duit dapet, cewek baru 'pun dapet. Emang rezeki anak soleh itu gak bisa diragukan."

*****

"Micin, terasi, kecap, micin, terasi, kecap, micin, terasi, kecap." Iel terus mengulang-ulang tiga bumbu dapur titipan Winter.

Sebenarnya Winter meminta tolong kepada Izam untuk membeli ketiga bumbu itu, namun Izam sedang berdebat panas dengan salah satu kekasihnya. Sedangkan Ina si anak tengah sedang galau karena salah satu karakter fiksi favoritnya mati dalam sebuah cerita novel. Jadi hanya Iel yang bisa diandalkan pagi ini.

"Micin, terasi, kecap, micin, terasi, ke--"

"Eh Nak Iel, tumben ke warung, biasanya Mas atau Kakaknya," ucap Bi Marni---pemilik warung.

Iel hanya tersenyum sebagai respons.

"Mau beli apa?"

"Kerupuk udang sebungkus."

Begitulah kira-kira resiko meminta tolong kepada anak kecil membeli sesuatu.

"Oh, bentar ya Bibi ambilin dulu."

Tak lama, Bi Marni kembali dengan sebungkus kerupuk udang. "Ini uangnya Bi," ucap Iel.

"Kembaliannya mau dijajanin nggak?"

"Mau, tapi aku maunya beli cilok."

Bi Marni mengangguk paham lalu memberikan uang kembaliannya.

Sesuai perkataannya tadi, Iel sekarang sedang berdiri menunggu pesanan cilok. Bagaikan peribahasa 'pucuk dicinta ulam pun tiba,' Iel bertemu dengan Ninda. Karena memang rencananya ia akan berkunjung ke rumah Ninda sesuai perintah Bunda Pluto.

"Huh ... bener juga sih kata kamu Iel." Ninda menghela napasnya panjang.

Entah apa yang dikatakan oleh anak bungsu Winter itu sehingga Ninda pulang dengan wajah yang murung.

"Tugasku hampir selesai Bunda," lirih Iel sambil tersenyum miring menatap punggung Ninda yamg semakin lama semakin menjauh.

*****

Salah satu sifat remaja adalah rasa penasaran. Tak jarang banyak remaja yang sukses karena rasa penasarannya. Namun, tak jarang juga banyak remaja yang jatuh ke lembah hitam karena rasa penasarannya.

Sore ini, Novan, Rizal dan Jhio sedang berkumpul di pos ronda komplek perumahan Jhio. Hanya ada mereka bertiga di sana. Jadi, mereka bebas untuk membahas apa saja.

Bahasan mereka sore ini adalah tentang link grup whatsapp yang mereka terima. Mereka heran karena mereka mendapatkan pesan yang sama dengan waktu yang sama juga--hanya berselisih satu menit.

Nomor yang mengirimnya pun sama, nomor itu memakai foto profil gambar pita merah.

"Ada ya orang yang lebih gabut daripada kita." Jhio tertawa renyah yang disahuti kekehan kecil oleh Rizal.

Sejauh ini, diantara mereka bertiga hanya Novan yang menanggapi pesan singkat itu dengan serius. Menurut Novan ini sangat janggal. Terlebih lagi ia jadi ingat kalau pita merah yang dijadikan foto profil nomor itu sangat mirip dengan pita yang sering digunakan Iel untuk mengikat benda-benda tajam yang ia miliki.

Namun Novan tak berani mengungkapkan rasa curiganya. Ia hanya bisa menyelidikinya sendiri. Diam-diam ia sudah bergabung ke dalam grup itu dengan menggunakan nomor yang lain.

"Eh, Yo. Tapi gue penasaran deh, gimana kalo kita join aja. Tapi pake nomor yang lain gitu," ucap Rizal kepada Jhio.

"Kuylah gue juga penasaran. Van lo mau gabung juga?" tanya Jhio kepada Novan yang sedari tadi hanya diam.

"Mau, tapi gue keknya harus cari nomor dulu deh," jawab Novan berbohong.

Akhirnya Jhio dan Rizal bergabung dengan nomor mereka yang lain, sama dengan Novan dan dua peserta lainnya yang sudah bergabung terlebih dahulu yaitu Ninda dan Ayu, hanya Septi yang bergabung menggunakan nomor aslinya.

*****

"Punya anak tiga gak ada yang bisa diandelin," gerutu Winter saat ia pulang dari warung.

"Disuruh beli ini malah beli itu," lanjutnya sambil membuka pintu pagar. Namun kegiatannya itu terhenti ketika melihat pita merah yang terikat di salah satu besi pagar.

Winter segera mengambil pita merah lalu melemparnya ke sembarang arah. Ia tahu betul apa arti pita merah itu. Winter masuk ke dalam rumah dengan jantung yang berdebar kencang.

"Aku harus pindah." Monolognya.

*****

"Saya telah menambahkan beberapa target tadi sore," ungkap Mami saat ia dan anak buahnya sedang rapat.

"Namun saya tidak akan mengatakan secara gamblang kepada kalian siapa mereka. Saya hanya akan memberitahu kalau rumah para target baru itu terpasang pita merah di pintu pagarnya."

Iel dan yang lain mengangguk paham, tanpa tahu bahwa target-target itu adalah keluarganya sendiri.

*****



Btw aku nitip Mami yaw

Btw aku nitip Mami yaw

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Genius | Misteri ✔Where stories live. Discover now