Es krim dan Gelato

233 56 463
                                    

"Aku sama Mama itu kaya es krim dan gelato, kaya sama tapi beda. Kalian tau apa bedanya?
-Aurelia-

*****

"Ngapain kamu beli kertas binder sama pulpen warna-warni, Sep?" tanya Iel, ketika berpapasan di jalan dengan Septi.

Siang itu, Iel yang baru pulang dari warung Bi Inah untuk ketiga kalinya tak sengaja bertemu dengan Septi. Septi baru saja kembali dari toko alat tulis dan membawa dua pack kertas binder serta beberapa pulpen warna-warni.

"Kaya anak kecil aja deh," lanjutnya, sambil menatap Septi remeh.

Septi tersenyum rendah hati sambil sedikit mengangkat kantung belanjaannya. "Oh, buat ini nyatet Iel. Kan bagus aja gitu kalo catatannya warna-warni."

"Kenapa nggak di buku tulis biasa aja?" tanya Iel lagi berusaha memancing emosi Septi. Entah apa tujuannya.

"Ya biar gak bercampur aja gitu sama tugas dan kalo di binder kan ada kertas pembatasnya, jadi nanti aku gampang nyari catatannya, " jelas Septi.

"Belagu kamu, Sep," ucap Iel, dengan tetap menatap remeh.

Spontan, Septi sedikit memiringkan kepalanya, menatap Iel tak percaya. "Maksudnya?"

"Iya, belagu. Orang tua lagi susah, malah mau gaya-gayaan bikin catatan warna-warni."

Septi menari napas panjang. "Kan aku belajar juga biar bisa angkat derajat mereka Iel."

Iel terkekeh mendengarnya. "Angkat derajat? Sekedar ngebanggain pake ranking aja kamu gak mampu."

Septi diam tak merespons. Ia adalah tipe orang yang tak suka berdebat, terlebih mereka sedang di depan umum sekarang.

"Lagian apa sih yang bikin kamu ambis belajar?" tanya Iel lagi.

"Ya ... apalagi, selain buat jadi pinter?"

"Tapi kamu kok tetep bego ya, Sep?"

"Maksudnya?" Untuk kedua kalinya kata itu keluar dari mulut Septi.

"Kamu yang belajar tapi Elza yang dapet ranking, kamu yang begadang tapi Elza yang terpandang." Iel menatap Septi tajam.

"Aku kasian sama adek kamu sih. Dia nahan diri buat gak jajan es krim sedangkan Kakaknya sibuk ambis yang gak pernah membuahkan hasil."

"Tega kamu, Sep. Tapi bersyukurlah kamu punya temen kaya aku, tadi aku membelikannya es krim. Mirisnya lagi matanya sangat berbinar, padahal aku hanya membelikannya es krim," cerocos Iel.

Septi menghentikan langkahnya. Perkataan Iel benar, selama ini ia hanya mementingkan egonya sendiri.

"Mmm ... Iel, tadi es krimnya berapaan? Biar aku ga--"

"MAMAA MAU KE MANA?" Belum sempat Septi menyelesaikan perkataannya, Iel berteriak ketika melihat mobil Winter berlalu di hadapan mereka.

"BELANJA BULANAN," sahut Winter sambil sedikit berteriak, karena memang jarak mereka agak sedikit jauh.

"IIHH DEDEK MAU IKUT!" Iel berlari menuju mobil Winter dan meninggalkan Septi begitu saja.

*****

Siang ini langit sangat cerah. Warnanya biru tanpa dihiasi awan. Sama seperti langit siang ini, perasaan Izam 'pun sedang cerah-cerahnya.

Untuk kedua kalinya Bunda Pluto memintanya untuk mengantar paket bersama Fany. Saking senangnya, Izam rela jika bayarannya kali ini sepenuhnya milik Fany.

Tak apa, ia pulang tak membawa uang. Yang penting hari ini ia sudah berboncengan dengan Fany berkeliling kota sambil mengantar beberapa paket.

"Jadi selama sembilan tahun, kerja lo kaya gini?" tanya Izam, sambil melihat wajah cantik Fany dari kaca spion.

Genius | Misteri ✔Where stories live. Discover now