Chapter 2

1.5K 229 60
                                    

"Leana! Kemarilah, Nak! Ayo temani Ayah bermain pasir di sini!" Ucap seseorang dengan nada yang sangat khas terdengar dikedua telingaku.

Aku pun segera berlari dengan tertatih-tatih. Ku hampiri Ayahku dan mulai mengambil pasir yang kini berada di genggaman tanganku. Jari-jari mungilku mulai merangkai sebuah istana pasir. Walaupun tidak sebagus yang ku inginkan, aku cukup merasa senang atas hasilnya.

Dari kejauhan, aku bisa melihat bahwa Ibuku mulai sibuk dengan kameranya dan mulai memotretku bersama Ayahku.

"Leana! Dalam hitungan ketiga, ucapkan 'Cheese' oke?"

Aku mengangguk dan mulai menuruti perintahnya.

A--

BRAKK

Lamunanku tentang masa kecilku pun hilang secara tiba-tiba. Dan aku merasakan buku-buku yang berada di genggamanku seketika tidak ada. Buku-buku serta novelku berserakan di lantai yang berwarna putih ini. Serta wajahku yang menabrak sekitaran pundak seseorang.

Aku segera mengambilnya dengan perlahan. Namun, sebuah genggaman tangan yang terasa hangat menyentuh kulit tanganku dibagian atas. "M-maafkan aku. Aku sungguh tidak sengaja menabrakmu," ucap seseorang yang sampai saat ini aku belum melihat wajahnya.

Rambut ikal berwarna hitam terlihat jelas didepanku dengan sebuah kaus yang dipadukan dengan kemeja serta celana jeans berwarna hitam. "Itu bukan sepenuhnya salahmu. Aku tidak melamun dan tidak melihat ke jalan." Ucapku yang kemudian menarik buku serta novelku untuk ku genggam kembali.

Wajah lelaki tersebut pun terlihat. Sejujurnya, aku terpana pada kedua bola matanya yang berwarna hijau. Sungguh sangat indah bila mata ini memandangnya. Siapapun yang melihatnya, ku yakin akan betah untuk memandanginya.

"Apa kau baik-baik saja?"

Lamunanku tentang mata hijaunya yang indah pun hilang karena lelaki berambut ikal tersebut menanyakan keadaanku. "Ah, ya. Aku baik-baik saja. Dan--terima kasih atas bantuannya." Balasku yang kemudian dilanjutkan dengan melangkahkan kedua kakiku secepat kilat untuk menghindarinya.

Aku melihat ke arah belakang dengan perlahan, dan lelaki berambut ikal tersebut masih memandangiku selama beberapa detik. Serta sudut bibirnya yang terangkat sedikit.

Tidak ingin berlama-lama, maka aku segera berbalik ke arah depan dan terus berjalan tanpa arah di lorong kampus ini.

Sejujurnya, aku merasa sangat canggung saat menatapnya.

Tekstur kulit tangannya yang halus serta hangat masih sangat terasa di tanganku.

Nafasku selama beberapa detik terasa sedikit lebih sulit untuk mengambil oksigen, serta detakan jantungku yang memompa sedikit lebih cepat.

Dan secara tidak sadar, kedua sudut bibirku terangkat ke atas.
**

rambut iting jangan geer dulu. siapa tau itu gue..
lhaa(?)
vomments?thank u:)x
p.s: fetus lily collins on mulmed

SadnessWhere stories live. Discover now