Epilog

1.3K 141 26
                                    

Dinginnya suhu udara di luar, serta segelintir salju kecil mulai bertebaran di jalanan. Aku menutup tirai kamarku, dan segera menuju dapur dengan tujuan membuat coklat panas.

Tidak ingin membuang waktu, aku segera menuju ruang tamu untuk menyalakan pemantik api untuk membakar kayu yang ada di depanku. Aku ingin membuat api yang hangat ditungku perapian.

Lembutnya tekstur karpet yang kupijaki, membuatku ingin tertidur sejenak di depan tungku perapian. Rasa hangat kian menjalar ke permukaan kulitku. Mungkin suhu di luar semakin dingin, sehingga aku merasa lebih nyaman berada di dalam apartement ku sendiri.

Dan aku benci momen saat ini.
Berdiam diri, dan tidak melakukan hal apapun. Aku hanya tidak ingin mengingatnya.

Merasa semakin hangat karena api tungku, aku memberanikan diriku untuk beristirahat sejenak dikarpet lembut ini.
**

"Percayalah padaku, Leana."

Perempuan bernama Leana tersebut mulai memikirkan hal yang diucapkan.

"Tidak. Aku bukanlah adik tirimu. Ibumu tidak pernah menikah dengan Ayahku!"

Lelaki tersebut terlihat mendecak kesal dan kemudian menarik napas perlahan. "Tentu kau ingat bahwa Ibuku hanya tinggal bersama kakakku, 'kan? Dan aku berada jauh darinya karena kuliah sialan ini."

Perempuan tersebut mengangguk.

"Dan --Ayahmu, hidup seorang diri dirumahnya. Kau berada jauh darinya. Aku ingat saat kau bercerita bahwa Ayahmu menikah dengan perempuan lain. Dan kau tidak peduli. Begitu juga denganku. Ibuku menikah dengan pria lain, dan aku tidak peduli."

Perempuan tersebut semakin terdiam. Isak tangis dalam diam tertahan di bibirnya.

"Dan jika kau adalah kakak tiriku, maka kau harus sanggup memenuhi keinginan adik tirimu."

Lelaki tersebut menganggukkan kepalanya.
"Baiklah, aku siap."

"Aku ingin kau melupakan perasaanmu terhadapku. Berjanjilah. Dan jika itu berhasil, maka akan terasa lebih mudah untukku, dan untukmu."

Lelaki tersebut terdiam. Ia tidak tahu harus menjawab dengan bagaimana.

"Baiklah. Dan kau harus berjanji padaku. Aku ingin, kau tidak berpura-pura. Karena aku ingin kau tidak merasakan hal yang sama denganku. Tidak mempunyai perasaan yang sama terhadapku, itulah yang ku inginkan."
**

Aroma hangus seperti terbakar sangat tercium di hidungku. Dan aku terlonjak beberapa saat setelah menyadari aroma hangus tersebut berada dari dapurku.

Aku segera berlari, hingga lututku terasa lemas.

Panci yang berisi air panas yang berada di kompor terbakar, dan mulai mengarah ke sekitar. Dan dengan cepat, kobaran api mulai terlihat menyambar.

Aku berjalan cepat menuju toilet, dan segera membuka keran air yang disambungkan dengan selang panjang. Tangan kiriku sibuk merogoh ponsel untuk menelepon emergency call. Dan tangan kananku, sibuk mengarahkan selang air ke arah kobaran api.

Sial.

Panggilan telepon untuk emergency call sibuk. Berkali-kali aku mencoba, tidak bisa. Entah apa yang terjadi sehingga sambungan telepon tidak tersambung.

Lambat namun pasti, kobaran api semakin membesar. Dan kini, mulai menjalar ke arah dinding. Keringat kembali bercucuran di dahiku.

Bau khas terbakar semakin tercium. Napasku semakin sulit untuk meraih oksigen. Kobaran api semakin membesar, dan asap berwarna abu-abu pekat terlihat jelas di mataku.

SadnessHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin