Bab 3 Ajakan pernikahan

112 12 1
                                    

“Adisti!”

Suara Kartilan memanggil namanya. Untuk apa malam-malam begini kakeknya datang? Batin Adisti heran. Ia menatap Abimanyu, tetapi tidak ada siapa pun di sana.

Hilang!

Abimanyu hilang!

Laki-laki bertubuh tegap nan menawan itu hilang! Adisti menutup mulutnya dengan kedua tangan, ia terkejut setengah mati. Wanita itu memindai sekitar, tidak ada tanda-tanda ke mana perginya Abimanyu.

“Kok bisa hilang?” gumam Adisti lirih.

Jika Abimanyu manusia, tidak mungkin bisa menghilang dalam sekejap mata. Adisti yakin, Abimanyu bukanlah manusia.

“Adisti!” suara Kartilan kembali terdengar.
Gegas Adisti beranjak lalu membuka pintu. Detak jantungnya masih belum sepenuhnya normal. Kembali ia menatap kursi bekas Abimanyu duduk sebelum membuka pintu. Masih rapi seperti sebelumnya.

Adisti menggeleng, mencoba menghilangkan bayang Abimanyu, kemudian barulah ia membuka pintu.

“Ada apa, Mbah?” tanya Adisti heran saat Kartilan yang menatapnya tajam.

“Siapa yang baru saja ke rumahmu?” tanya Kartilan to the point. Kepala laki-laki tua itu melongok ke dalam, mencari sosok yang ia cari.

“Nyari apa, Mbah?” tanya Adisti lirih.

“Aku mencium bau harum sekali dari rumahmu, Adisti. Siapa yang datang?”

“Bau harum?” tanya Adisti tidak mengerti.

“Iya, bau harus seperti bunga melati atau bunga yang biasanya di kuburan.” Kartilan mengernyit saat bau itu tiba-tiba menghilang.

“Ah, tidak ada yang seperti itu, Mbah,” jawab Adisti mantap.

“Benarkah? Kamu tidak mencium bau itu?” tanya Kartilan sangsi.

Adisti menggeleng cepat.

Melihat tanggapan Adisti, Kartilan yakin memang tidak ada sesuatu di sana. Lagi pula ia yakin, cucunya itu tidak lagi bisa melihat makhluk tak kasatmata, jadi tidak mungkin ada ‘mereka’ di rumah Adisti.

Kartilan mengangguk-angguk, lalu berbalik badan dan berpamitan pulang.

Setelah menutup pintu lalu menguncinya, Adisti mengembuskan napas lega. Setidaknya kakeknya saat ini tidak curiga dengan kedatangan Abimanyu.

“Untung saja segera pulang,” gumam Adisti.

---
Esoknya Adisti kembali melakukan aktivitas seperti biasa. Ia harus tetap bekerja untuk mencukupi kebutuhannya setiap hari.

Pagi itu Adisti sudah siap dengan baju dinasnya, yaitu baju kerja khusus admin di pabrik plastik. Beruntung di umur 20 tahun ia bisa mendapatkan pekerjaan dengan gaji tetap walaupun hanya lulusan SMA.

Adisti segera berangkat dengan motor matic-nya, sengaja ia berangkat lebih pagi untuk membeli sarapan di warteg. Wanita berambut lurus itu sedang malas memasak, sejak mati suri ia merasa tubuhnya sedikit berbeda yang tidak bisa diungkapkan.

Tepat pukul 7 pagi, Adisti sampai di pabrik tempatnya bekerja. Tiba-tiba Adisti merasakan sesuatu sedang mengawasinya saat ia sudah duduk di meja kerjanya.

Adisti mengusap tengkuknya yang terasa dingin, lalu menatap sekeliling. Tidak ada siapa pun yang mengawasinya. Teman-temannya sedang sibuk mempersiapkan diri untuk bekerja, ada yang sedang sarapan, baru datang, bahkan ada yang sudah menyalakan komputer dan memulai pekerjaan. Semua sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Namun, masih saja Adisti merasa ada yang mengawasinya.

PERNIKAHAN DUA ALAMWhere stories live. Discover now