Bab 10 Pernikahan Dua Alam 2

114 11 10
                                    

Adisti dan Abimanyu duduk bersanding di atas panggung yang terbuat dari batu yang diukir. Proses pernikahan di dunia Abimanyu belum selesai. Sekarang mereka harus menjalani prosesi siraman yang akan dilakukan sesepuh di wilayah Abimanyu.

Adisti tidak berani mengangkat kepala, ia terus menunduk sambil menautkan jemarinya. Cemas. Itu yang dirasakannya saat ini. Walau bagaimanapun, ini kali pertama Adisti menjalani prosesi pernikahan, apalagi dengan Abimanyu yang berbeda alam.

Hati kecilnya yang paling dalam mengatakan untuk lari dari prosesi ini, tetapi tubuhnya tidak sinkron. Gadis itu tetap duduk dan mengikuti semua kegiatan dengan patuh. Ia lupa bahwa apa yang dilakukannya sekarang adalah sebuah kesalahan.

Mantra yang Abimanyu tujukan pada Adisti sangat kuat, sehingga gadis itu benar-benar lupa bahwa semuanya ini keliru.

Tak terasa waktu berlalu, prosesi pernikahan Abimanyu dan Adisti berjalan lancar. Kini tinggallah sesi ramah tamah. Hal pertama yang membuat Adisti terheran adalah mengapa tamu undangan berwajah pucat dan seperti kosong tidak bernyawa? Mungkinkah memang seperti itu aslinya makhluk tak kasatmata di dunianya?

“Makanlah!” Abimanyu menyodorkan sepiring nasi dan sepotong ayam goreng plus sambal terasi ke hadapan Adisti yang melamun menatap tamu undangan.

“Makan ini? Tapi aku belum lapar.” Benar yang dikatakan Adisti, entah mengapa perutnya terasa penuh sekarang.

“Yakin? Proses pernikahan kita sejak pagi dan sekarang sudah malam, seharusnya kamu lapar.”

Adisti menggeleng. “Jika boleh, aku ingin tidur.”

Abimanyu terdiam sejenak memikirkan sesuatu. “Baiklah. Ayo aku antarkan ke kamarku.”

Adisti mengangguk. Dalam pikirannya sekarang adalah tidur. Walaupun hanya duduk selama prosesi, nyatanya tubuh Adisti terasa lelah.

Beberapa pasang mata menatap kepergian mereka dengan pandangan entah.
Sesampainya di kamar, Abimanyu menyuruh Adisti agar segera mandi terlebih dahulu sebelum tidur. Gadis itu menyanggupinya karena badannya memang terasa lengket.

Setelah Adisti masuk ke kamar mandi, Abimanyu keluar kamar menemui Lastri lalu membisikkan sesuatu.

Lastri mengangguk lalu berjalan menuju dapur untuk membuatkan Adisti sesuatu.

“Jangan lupa, mantrai dia sebelum berhubungan agar tubuh gadis itu bisa kamu kuasai sepenuhnya.” Lastri mengambil gayung yang terbuat dari batok kelapa lalu menyiduk sesuatu di dalam gentong yang berukuran lumayan besar.

Cairan pekat berwarna merah itu meluncur masuk ke dalam gelas. Setelah terisi penuh, Lastri menghentikan aktivitasnya lalu menyerahkan pada Abimanyu.

“Aku mengerti. Jangan selalu mengingatkanku!” tegas Abimanyu sedikit kesal. Ia sudah mengingat semuanya, karena itulah menemui Lastri dan memintanya menyiapkan minuman itu untuk Adisti.

Abimanyu kembali ke kamar. Meninggalkan Lastri yang kesal di dapur.

Pandangan Abimanyu ternoda saat melihat Adisti hanya mengenakan jarik yang dililitkan di tubuhnya. Sehingga pundak dan kaki Adisti terekspos sempurna.

Laki-laki itu menelan ludah dengan susah payah. Ingin segera diterkamnya Adisti yang sekarang sah menjadi istrinya. Namun, otaknya menyuruh menahan diri. Ada ritual tertentu yang harus dilakukan sebelum berhubungan dengan Adisti.

“Maaf. Aku lupa membawa baju ke kamar mandi tadi. Apakah kamu juga menyiapkan baju untukku?” tanya Adisti.

Abimanyu tersentak, tersadar dari lamunannya. “Kamu bilang apa tadi, Sayang?” tanya Abimanyu gelagapan.

PERNIKAHAN DUA ALAMحيث تعيش القصص. اكتشف الآن