Chapter 01: The beginning of Us.

2.1K 200 9
                                    

   Ketika umur gue enam tahun, gue pikir punya saudara akan sangat menyenangkan. Gue suka main pedang-pedangan atau buat istana pasir sendiri di halaman belakang, tapi jika dimainkan dengan oranglain, sepertinya akan lebih seru; maka dari itu tidak ada hari tanpa harapan kalau suatu saat gue bakalan punya adik. Nantinya kalau adik gue perempuan, dia akan jadi princess di istana pasir yang gue buat; sementara gue akan jadi pengawal pribadinya yang setia. Gue nggak mau jadi pangeran, soalnya pangeran pasti nggak akan punya waktu untuk menjaga saudaranya.

kalau adik gue laki-laki, maka kami berdua akan sama-sama jadi raja; menjadi kuat dan menguasai seluruh wilayah sama-sama.

Namun seiring berjalannya waktu, gue udah jarang main istana pasir; gue mulai lupa sama keinginan terdalam yang selalu gue ucapkan ketika bangun tidur sampai gue tidur lagi. Gue nggak pernah lagi membawa keinginan itu di dalam doa. Bukan karena gue nggak menginginkan saudara lagi, tapi menurut pengamatan gue yang saat ini sudah delapan belas, ayah sama bunda sepertinya tidak berniat punya anak lagi dan gue juga udah terlalu tua untuk merengek.

Setidaknya itu yang gue pikir sampai berbulan-bulan berlalu sejak hari libur usai dan semester baru di tahun ke dua dimulai.

Gue ingat saat itu adalah hari minggu, ayah datang dengan seorang anak laki-laki sepantaran gue; aneh banget, katanya pergi perjalanan bisnis, kok balik malah bawa anak kecil? beneran kecil, pendek daripada gue, hidungnya tinggi mirip ayah, bibirnya tebal serta garis rahang yang tegas; terkesan mengintimidasi, tapi matanya kayak anak anjingnya Tito; tetangga gue.

"Apa liat-liat?"

Adalah pertanyaan sarkas yang keluar dari mulutnya, buset ini anak bintang satu banget; nggak ada ramah-ramahnya.

Alis gue mengkerut, lalu menoleh ke bunda yang duduk di hadapan ayah dan anak itu; gue bertanya-tanya dari goa mana anak ajaib ini berasal? kok tingkahnya kayak nggak pernah nongkrong sama orang-orang? alias nggak peace dan gaul.

"Duduk dulu Jay." Pinta ayah dengan intonasi yang biasanya dia gunakan untuk situasi serius atau ketika gue ketahuan ngerokok.

Tanpa banyak tanya, gue nurut; tidak lupa mendelik pada seseorang yang duduk di hadapan gue ini.

"Kenalan dulu, Jay. Ini Jake, saudara kamu."

Gue melongo; nggak mampu mencerna kira-kira ini lagi diprank atau nggak. Otak gue udah travelling sampe Yunani kayaknya.

"Saudara dari mana? Ayah selingkuh?" Tanya gue emosi, pantesan dari awal rasa-rasanya ni anak mirip ayah.

Tapi sepertinya tidak begitu, karena bunda langsung memukul mulutku dan ayah menghela napas sambil menggeleng-gelengkan kepala. Namanya juga nggak tau, sih! main geplak aja.

"Ada banyak yang seharusnya bunda ceritain Jay, tapi nggak sekarang." Ucap bunda pelan sarat dengan kesedihan, jadi gue juga nggak berani ngotot walau seharusnya gue begitu. Seharusnya gue tau semua hal di keluarga gue, gue seharusnya dilibatkan. 

"Yang penting sekarang ini Jake, saudara kamu; adik kembarmu. Selama ini dia tinggal sama Opa, Oma di Aussie tapi sekarang, Jake tinggal sama kita." Jelas bunda panjang lebar.

kalau begitu kenapa dia tidak pernah ikut Opa dan Oma ke sini, kenapa tidak satu orangpun yang mengungkit namanya? kenapa gue nggak pernah tau keberadaan kembaran gue sendiri?

"Bunda antar Jake ke kamar sekarang."

Gue menuntut penjelasan pada ayah, tidak peduli dengan Jake yang seolah-olah tidak dilibatkan dalam percakapan; sedari tadi dia hanya menunduk dan beranjak ketika bunda mengajaknya pergi menuju lantai atas.

Walau bingung dengan apa yang sedang terjadi, tapi gue tau ini bukan hal yang gampang untuk semua orang kecuali gue yang  nggak tau apa-apa.

Bunda menatap ayah dengan mata yang berkaca-kaca, sementara ayah mengangguk kecil seolah mengisyaratkan kalau semuanya akan berlalu dengan baik. Sedangkan Jake, dibalik ketidak-ramahannya dipertemuan pertama kami, gue tau kalau jari-jari dibalik lengan hoodie kepanjangannya itu bergetar hebat. Dia ... sedang ketakutan.

Jadi pelan-pelan kudengar penjelasan ayah; berusaha memahami setiap alasan dari semua keputusan mereka dari awal hingga hari ini. Membuat gue akhirnya paham kenapa selama ini selalu menginginkan seorang adik; seolah-olah gue kangen dan sadar kalau sebenarnya gue punya. Gue kangen sama sesuatu yang gue sebenarnya punya.

Akhirnya gue punya adik sekarang, adik kembar yang bahkan nggak pernah gue bayangkan. Akhirnya gue nggak tau mau memulai obrolan dari mana, walau adik gue itu tidur di kasur seberang karena kamarnya belum selesai diberesin; nggak mungkin juga gue ajak main pasir atau tiba-tiba gue ajak jadi raja.

Untung anaknya udah tidur, mungkin juga kelelahan karena perjalanan jauh. Bagus,  jadinya tidak terlalu canggun untuk kami. Mungkin besok gue bakal bangun pagi terus pergi duluan aja.

"just ... scared."

Gue terbangun mendengar suara pelan Jake, dia menerima telepon; miring ke tembok dan membelakangi gue.

"Jake bingung, apa udah benar kalau pergi ke sini atau enggak ... Mau balik, mau Oma." katanya lirih dijam tiga dinihari, sementara gue hanya menatap punggung kecilnya dalam diam; masih merasa asing dan menyesal sampai akhirnya gue tidur lagi dan malah bangun terlambat.

Gue bangun dan kasur di seberang gue udah rapi; selimutnya dilipat, bantal dan gulingnya tertata, serperti tidak ada orang yang tidur di sana semalam.

Gue pikir akan memulai hari ini seperti biasanya; mandi, siap-siap ke sekolah lalu turun ke lantai bawah untuk menerima susu yang bunda buat seperti biasa. Namun semuanya memang berbeda, gue bisa lihat dengan jelas kalau bunda tersenyum dengan satu gelas susu di tangannya sedang berbicara dengan Jake.

"Kamu mau susu juga, biar bunda buatin lagi satu." 

Ah sepertinya bunda juga lupa kalau ada dua orang untuk dibuatkan susu, bukan cuma gue.

Jake menggeleng. Dari kemarin dia masih betah menatap lantai.

"Saya nggak bisa minum susu. Saya izin ambil minum."

lalu bergerak lagi setelah bunda mengangguk. Gue nggak sanggup liatnya, sama kayak bunda yang mengusap air mata di pipinya ketika sudah tak berhadapan dengan Jake lagi.

 ***

wkwkwk pemanasan dulu ya, semoga lain kali draf wattpad bisa lebih mudah kebukanya jadi bisa sering update :( tinggalin komen, isi sc juga bolehh follow ig juga boleh; isinya quots , rekomenan buku/lagu sama kehaluan aja sih. have a nice day kawan-kawan! lanjut nugas dulu ... bhayy

Never be Like ThemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang