Chapter 15: After the Storm

1.6K 209 38
                                    

Selalu ada pelangi setelah hujan.







Gue percaya.

Tapi gimana 'sih ini hujan kayak nggak berkesudahan. Mana deras banget gila, lengkap sama petir-petirnya malahan.

Gue kan jadi malas pergi ke sekolah, maunya selimutan aja kalau nggak bisa diselimuti kekayaan.

Jake juga sama, dari tadi kayaknya nggak ada grasak grusuk dari kamar sebelah. Apa udah berangkat duluan ya? Tapi kayaknya nggak mungkin, soalnya mobil ayah masih ada di bawah.

Apa masih tidur?

Karena penasaran, atau lebih tepatnya gue kena mental kalau Jake nggak keluar-keluar kamar; akhirnya gue samperin, buka pintu kamarnya pelan-pelan dan ternyata .... aman.

Pintunya emang udah dibenerin ayah 'sih.

"Jake?" panggil gue pelan, dan gundukan selimut di tempat tidurnya pun bergerak.

"Kenapa?" tanya gue lagi.

Jake menyibak selimut, ngebuat gue liat kalau dia udah pakai pakaian lengkap; siap pergi ke sekolah, tapi muka bantalnya kayak nggak setuju.

"Sleepy. Kalau absent diapain?"

Gue terkekeh, lalu ikut berbaring di kasurnya. Biarin aja deh seragam lecek juga.

"Bakalan diabisin sama bu Indri, atau bakalan bersihin toilet satu sekolahan pakai sikat gigi."

Dari ekor mata, gue udah cukup jelas buat liat kalau Jake melotot kaget dan reflek bangkit.

Dalam hati gue udah pesta ketawa sih, sumpah suka banget punya adek begini; gampang banget dibohongin.

"Tapi semua itu nggak akan terjadi kalau bunda yang minta izin ke bu Indri."

Jake melengos, lalu membanting tubuhnya ke kasur lagi. Jarang-jarang liat Jake malas-malasan begini, mungkin karena kondisi tubuhnya yang belum seratus persen oke, sih.

"Gimana caranya?" tanya Jake pelan, matanya bahkan sudah tertutup lagi.

"Ya tinggal minta bunda buat telfon bu Indri."

Belum sempat Jake menjawab, pintu kamarnya udah kebuka duluan.

"loh? Kok pada masih tidur?" tanya ayah; pelaku yang membuka pintu.

"Ikutan Jake, yah. Nggak mau bangun dianya." jawab gue dengan mengkambing hitamkan adik sendiri.

"Capek, ngantuk. Boleh nggak kalau enggak sekolah?" tanya Jake tanpa melayangkan protes ke gue.

Mungkin, dia pikir abangnya ini semangat dan bersukacita mau pergi ke sekolah.

Padahal mah sama aja.

Ayah melangkah lebih dekat lalu meraba kening Jake, terus beralih ke kening gue.
"Nggak demam." komentarnya.

Gue udah ancang-ancang mau mengeluarkan seribu alasan.

"Tapi yaudah lah; nggak sekolah sehari, nggak bikin kalian ketinggalan banyak mata pelajaran 'kan?"

That's my dad!

"Nggak kok 'yah, daya ingat kita ini kuat!"

Bangga banget gue.

Nggak sekolah sehari; nggak bakalan ngebuat kita gagal dalam kehidupan ya, 'kan? Palingan beberapa kesempatan di hari ini bakalan nggak kita dapatin. Misalnya, just in case alias seandainya; Suga sunbaenim (dibaca: abang gue) dateng ke sekolah hari ini sebagai pemateri sosialisasi, gue jadi nggak dapat kesempatan buat foto bareng.

Never be Like ThemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang