Chapter 12: Trust me.

1.6K 202 55
                                    

Hari ini gue bangun agak siangan, soalnya baru tidur subuh. Kebiasaan gue kalau baru bangun; ngumpulin nyawa dulu, memperhatikan sekitar dan mengais ingatan, serta merencanakan kira-kira hari ini mau apa, ya?

Pertama, gue liat jam di handphone; jam 10 pagi. Lalu tirai jendela masih ketutup, ah ... Bukan tirai kamar gue.

Memperluas pandangan, ada bed rumah sakit, satu tiang infus dan kanul nasal yang tampaknya dilepas sembarangan.

Oh iya, ini rumah sakit.

Gue bangun dari sofa bed, sekalian menyingkirkan selimut tebal di badan gue yang nggak tau dari mana asalnya.

Melakukan peregangan dan baru sadar kalau selimut yang gue pakai ini adalah selimut pasien.

Hmm, kayak ada yang lupa.

Gue mengingat sambil menatap tempat tidur pasien yang kosong dan berantakan.

Oh!

Jake harusnya ada di sana.

"Jake?" panggil gue pelan, namun tidak ada sautan.

Gue bangun, dan berjalan ke toilet; mengetuk pintu dua kali sambil manggil-manggil ... Tetap tidak ada sautan.

Di titik ini gue udah banyak asumsi, salah satunya adalah Jake pulang ke rumah sendiri. Karena diliat dari kelakuannya, dia nggak suka rumah sakit.

Namun baru aja gue mau lari ke luar; pintu ruangan kebuka duluan. Jake ada di sana dengan piama rumah sakit dan wajah pucatnya walau lebih mendingan.

Tapi itu nggak penting.

Yang lebih penting dan sukses ngebuat gue sinting adalah sekantong cemilan di tangan kanannya, sementara tangan kirinya mendorong tiang infus.

"Dari mana?" tanya gue galak, ya ... Dia mana peduli, sih.

Nggak jawab juga, cuma mengangkat kantong cemilan untuk menjelaskan semuanya.

Gue berdecak, lalu mendekat. "Eh, lo belum boleh ya makan makan sembarangan. Siniin gak!"

Diluar dugaan, anaknya nurut walau masang muka permusuhan.
"Pesenin makanan, tapi!"

Pengen gue jitak aja kepalanya.

"Makanan dari rumah sakit kan ada." ucap gue pas enggak sengaja liat bubur, telur rebus, ayam suir dan teman-temannya di nakas.

Jake berdecak, lalu masuk sepenuhnya ke dalam. Dia merebut lagi kantong cemilannya dari tangan gue dan berjalan pelan ke tempat tidur.

Melihat itu akhirnya gue pasrah. "Banyak tingkah abis!"

Mau tak mau gue mengeluarkan handphone untuk delivery makanan.
"Mau makan apa?"

"Pizza!"

"Muka lo gue buletin kayak pizza! Yang lain!"

"Steak?"

Gue menimbang-nimbang. Boleh gak yaa ...

"Gak!"
Nggak sekalian ayam geprek, apa?

"Yaudah nggak jadi!" katanya lalu berbaring memunggungi gue.

Si anak anjing! Udah gedek masih ngambek. Liat aja nanti kalau udah sembuh, gue ledekin sampai nangis.

"Sushi aja deh, ya. Tapi lo makan buburnya dulu sepuluh sendok."

Tidak ada pergerakan.

Akhirnya seperti biasa, abang jay akan mengalah.
"Empat sendok atau nggak sama sekali."

Never be Like ThemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang