Cahpter 03: I Try.

1.4K 192 38
                                    

"Thanks man, berkat tangan lo luka; kimia selesai lebih awal."

Gue bilang juga apa, nama Abi emang nggak pernah cocok untuk manusia kayak Abi. Tujuh puluh persen yang keluar dari mulutnya pasti dosa.

Jake yang dikatai begitu malah makan dengan tenang; seolah-olah dua jaitan di lengannya bukan apa-apa. Padahal beberapa menit yang lalu, dia meringis-ringis pas cairan alkohol bersentulan dengan lukanya.

"Dasi kamu, besok saya balikin." katanya sambil menunjuk pouch putih berisi dasi Abi yang digunakan untuk melilit lukanya tadi.

Yang punya mengangguk.
"Santuy."
Jawabnya tak mempermasalahkan, karena kalau dipikir-pikir; nggak pake dasi malah dia kegirangan, mana nggak bakal kena peringatan.

"Senang kan lo?"

Abi malah cengar-cengir lalu meletakkan sendoknya di piring.
"Wo, Ya jelas!"
katanya sebelum beranjak nambah es teh.

Biasalah, kantin udah serasa dapur sendiri.

Sekarang sisa gue sama Jake di meja yang sama, berhadap-hadapan tapi nggak ada topik yang pas untuk dibicarakan. Jadilah kita berdua cuma diam dan gue sendiri berharap Abi cepat-cepat balik.

Karena ... Mau bilang apa juga udah gatau-

-selain jadi menyebalkan.
"Welcome, brother."

Jake senyum, bukan tipe senyum ramah atau seperti senang dapat undian, tapi lebih seperti 'diam lo bangsat!' gitu, ngerti ga?

"Thanks. Bayar!" dia menunjuk mangkuk baksonya yang masih tersisa setengah.
"Nggak ada cash." sambungnya lagi.

Gue melongo aja sambil meresapi rasanya dipalak saudara sendiri. Sampai Jake pergi tanpa ngabisin makanannya, gue tetap nggak protes.

Apa gue bentar lagi mau berubah jadi putra duyung?

Imposible, karena nenek moyang gue pastinya manusia asli.

Baik, cukup.

"Mana si Jeki?"

Gue mengernyit, tiga tahun temenan sama Abi ternyata nggak membuat kita bisa mengerti; baik kelakukan maupun ucapan yang keluar dari mulutnya.
"Jeki siapa?"

Dia mendudukan diri lagi, teh es ronde dua.
"Maksud gue, Jake."

"Pergi." balas gue seadanya.

"lah, nggak ada liat dia bayar. Apa ngutang? Masak baru masuk udah ngutang."

"Gue bayar. Katanya dia nggak punya cash."

Abi ngangguk, kayak lagi dugem aja!
"Kalau gitu sekalian gue deh."

"Enak aja, bayar sendiri! Lo kira gue Arun!"

Abi ketawa lebar-lebar, nggak ngerti juga apa yang lucu.
"Walau bukan bapak gue, lo boleh 'kok nafkahin gue."

"Kepala lo jajar genjang!"

Siang itu gue pergi dari kantin terus bayar makanan Jake sama Abi, atau boleh juga disebut si beban sama si paling beban.

Lalu gue, mungkin si paling denial kalau kata Ririn; temen sekelas gue yang sering ngaku-ngaku udah nikah sama Taehyung Taehyung BTS itu.

Ujung-ujungnya, tetap gue yang jadi bandar. Walau mengeluh, pada akhirnya gue nggak mempermasalahkan itu.

Yang jadi masalah cuma ketika gue satu ruangan dengan Jake, dan nggak tau mau ngapain.

Karena gue rasa, baku hantam lebih baik.

Seperti sekarang, beberapa jam setelah pulang sekolah.

Kami berdua sudah di rumah, dan lagi adu mekanik buat nentuin siapa yang boleh pakai kamar mandi duluan.

Never be Like ThemWhere stories live. Discover now